"Semuanya, sudah aku relakan. Popularitas dan pujian yang kau terima itu, aku tidak akan memerpersalahkannya. Bahkan, perempuan yang aku suka memilihmu. Tapi, sudah cukup, aku tidak akan menjadi bayang-bayangmu lagi. Aku pastikan akan membalasmu. Nanti."
Wonwoo terbangun dari tidurnya. Pergerakan tiba-tiba itu membuat kepalanya langsung terserang pening. Ia memegang kepalanya dan mengedarkan matanya.
Ini dikamarnya. Dan kesimpulan yang didapat, ia bermimpi buruk. Kilasan memori itu beberapa hari ini datang menghantuinya. Seolah ucapan yang menjadi mimpi buruknya akan dirasakannya sebentar lagi.
Suara berisik dari luar kamar menarik perhatiannya, ia melirik jam weker di nakasnya, sudah malam hari. Lantas, siapakah gerangan yang bertamu hampir tengah malam seperti ini?
Wonwoo mencoba mencari asal suara ribut itu. Langkahnya membawa kakinya kearah dapur. Dimana ia menemukan sosok perempuan yang tampaknya sedang asik berkutat dengan dapurnya.
"Wah, kamu kebangun gara-gara aku ya?" Yerin bertanya dengan meringis.
"Kamu ngapain ada disini malam-malam. Bukannya seharusnya kamu masih ada di New York?"
Wonwoo berjalan menuju Yerin dan dengan sigap Yerin menyerahkan segelas air untuk Wonwoo.
Wonwoo menatap Yerin, menunggu pertanyaannya dijawab. Sayangnya, Yerin malah makin meringis.
"Eng–sebenernya aku ingin kasih kejutan buat kamu. Tapi kayaknya gagal begini ya," ucapnya mengarahkan pandangannya pada hasil masakan yang belum ia selesaikan.
Seminggu tidak bertemu Wonwoo karena urusan pekerjaan, nampaknya membuat Yerin sedikit kehilangan akal. Entahlah mungkin Tuhan sedang memainkan karma untuknya. Karena, sekarang ia yang malah tidak bisa jauh-jauh dari Wonwoo. Ia akan rindu bila tidak bertemu dengan kekasihnya.
"Aku baru mendarat tadi sore loh, istirahat sebentar aku langsung kesini. Tadinya sih ingin nyoba masak dirumah. Tapi Mama lebih sayang dapurnya daripada anaknya sendiri. Mama bilang nanti yang ada aku ngebakar dapur kesayangannya." Yerin berceloteh didalam pelukan Wonwoo. Mengobati sedikit kerinduannya.
Wonwoo tertawa mendengar perkataan Yerin. "Jadi karena tidak diizinkan, kamu memutuskan untuk membakar dapurku?"
Mendengarnya, Yerin mencubit perut Wonwoo. Ia juga melepaskan pelukannya, memasang wajah sebal.
"Ih jahat banget sih, kamu!"
Wonwoo masih menahan tawanya. Ia maju selangkah, lalu mendekatkan wajahnya pada Yerin. "Aku bercanda, sayang. Kamu bebas memakai dapurku, bahkan jika kamu membakarnya sekalipun." Dan diakhiri dengan kecupan pada pipi Yerin.
Yerin merasakan pipinya memanas. Wonwoo selalu saja bisa membuatnya jatuh berkali-kali lipat dengan perbuatannya. Lelaki itu manis sekali.
"Kamu keberatan tidak makan berat di jam segini?" Yerin bertanya mengalihkan suasana.
"Makan malam untuk kedua kalinya di waktu hampir tengah malam bukan masalah untukku. Lagipula, aku penasaran bagaimana rasanya masakan kekasihku."
"Kalau kamu sakit perut, aku sudah sediakan obatnya. Dan, aku pastikan tidak ada udang lagi disini." Ucap Yerin bersungguh-sungguh.
Wonwoo menanggapinya dengan tawa. Lalu ia memutuskan menunggu di meja makan, membiarkan Yerin menyelesaikan masakannya.
***
Selepas makan, Wonwoo membawa Yerin untuk menonton film diruang tengahnya. Dengan Yerin yang bersandar pada dadanya, Wonwoo merasakan kenyamanan didalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unscrew You | 96's Line
FanficDi tinggalkan atau meninggalkan, Mana yang akan kau pilih?