Bab 6 Dia

547 45 5
                                    

Note: membaca Al-Qur'an lebih utama dari pada cerita ini.

Jangan baca di waktu-waktu sholat, jika belum sholat silahkan sholat sebab bisa jadi sebelum cerita ini selesai Malaika maut datang menjemput anda.

~~~***~~~

Aiza terbangun dan melihat selang infus telah menempel dengan rapi di punggung tangannya.

"Suster, siapa yang membawa saya ke rumah sakit?" tanya Aiza pada seorang perawat yang sedang mengganti kantong infusnya.

"Saya kurang tahu Mba, saya hanya ditugaskan mengganti kantong infus, Mba."

Aiza ingat dengan semua kejadian yang tejadi. Hal itu membuatnya sedikit merinding saat mengingat kembali kejadian beberapa saat yang lalu. Beruntung ia bertemu dengan Alif, kalau tidak entah bagaimana nasibnya. Mungkin ia akan masuk berita koran sebagai korban mutilasi atau pemerkosaan.

Setelah perawat yang mengganti infusnya keluar. Alif masuk ke dalam ruangan, ditangannya terdapat kantong belanjaan dari salah satu supermarket.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Alif setelah meletakan kantong belanjaanya di atas meja dan duduk di samping brankar.

"Terima kasih sudah menyelamatkan saya," ujar Aiza dengan gagap.

"Sama-sama ... Hmm, kalau kamu ingin, saya bisa mengantar kamu untuk memasukan laporan ke kantor polisi," usul Alif.

Aiza menggeleng dengan cepat. "Tidak ... Tidak ... Saya tidak ingin melapor ... Dan tolong  bapak Rahasiakan kejadian ini," ujar Aiza.

"Baik jika itu yang kamu inginkan."

Setelah percakapan singkat itu mereka terdiam sampai suara ponsel Aiza memecah keheningan diantara mereka. Aiza meraih tas selempangnya dan segera mengangkat telepon saat melihat nama Aris terpampang di dalam layar ponselnya.

"Halo," jawab Aiza.

"Assalamu'alaikum. Aiza, kamu di mana? Tadi aku menelepon dan laki-laki yang menjawab," tanya Aris.

"Waalaikumsallam, di rumah sakit."

"Di rumah sakit? Di rumah sakit mana? Tunggu aku ke sana," ucap Aris dengan nada khawatir.

"Aris ... Aku ...."

Aiza memberi tahu alamat rumah sakit dengan suara isakan Aiza yang tidak mampu ditahannya. Ia kemudian mematikan ponselnya setelah Aris berkata akan segera datang.

"Kalau begitu aku akan pulang ... Masalah administrasi sudah saya urus. Kamu tidak perlu menggantinya."

"Terima kasih atas bantuan, Bapak. Tapi saya akan berusaha mengganti biaya administrasinya," ujar Aiza.

"Terserah kamu, tapi saya tidak akan menerimanya. Saya permisi, " kata Alif sebelum beranjak meninggalkan Aiza.

Satu jam kemudian setelah Alif pergi,  Aris datang dengan tergopoh-gopoh. Ia tampak terburu-buru untuk datang. Dapat terlihat dari tampilan pria itu yang tak serapi biasanya.

"Bagaimana keadaanmu?" ujar Aris saat pertama kali memasuki ruang rawat Aiza.

"Aku baik-baik saja tidak usah khawatir," ujar Aiza bohong. Ia masih shock jadi jelas ia tak baik-baik saja. Namun ia tidak ingin orang baik seperti Aris khawatir karenanya.

"Baik, kalau kamu tidak ingin jujur, tidak apa-apa. Tapi jangan lupa istirahat dan beritahu jika terjadi sesuatu," ucap Aris pasrah. Ia tidak ingin memaksa Aiza.

"Aris, bisa antar aku pulang?" tanya Aiza. Ia tidak betah jika harus di rumah sakit. Ada Ibu yang harus ia jenguk besok pagi.

"Lebih baik kamu di rumah sakit. Dokter dapat memantau kondisimu dengan baik jika berada di rumah sakit," kata Aria yang dibalas gelengan oleh Aiza.

Simfoni Takdir ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang