Bab 11 Keputusan

464 40 4
                                    

Note: kalau belum sholat sebaiknya sholat dulu tidak ada yang tahu kapan ajal akan datang. Kalau belum ngaji sebaiknya ngaji dulu biar satu ayat, membaca Al-Qur'an lebih utama daripada cerita ini.

Jangan lupa, kritik, saran dan votenya.

🌸🌸🌸

Pagi ini sarapan mereka berlangsung damai, tidak ada konfrontasi dari Aiza. Bahkan ketika ayahnya mulai bercerita tentang memori masa kecilnya. Ia tidak lagi menanggapi dengan kalimat-kalimat menyakitkan.

"Aku akan kembali ke kontrakanku." Ucapan Aiza membuat Aris dan Pak Pratama menghentikan suapan mereka.

"Tidak! rumah ini juga rumahmu," timpal Aris menolak.

"Iya Aiza, Aris benar. Lagipula kontrakanmu dulu sudah habis masa sewanya. Mungkin saja sudah ditempati orang lain." Bujuk Pak Aris.

"Dokter, aku rasa anda lebih tahu mengapa aku tidak bisa tinggal di sini," ucap Aiza canggung karena keberadaan Ayahnya. Bagaimanapun perasaan terlarang mereka bukanlah sesuatu yang pantas digembar-gemborkan.

"Aku tahu tapi jawabanku tetap tidak. Sebagai Kakakmu, aku memiliki tanggungjawab terhadapmu." balas Aris dan kembali melanjutkan makan.

"Kau baru menjadi Kakakku beberapa Minggu yang lalu, aku berhak menentukan hidupku," balas Aiza tidak kalah tajam.

"Tidak berarti menutup fakta bahwa Ayah adalah walimu. Baik Dimata hukum ataupun agama. Aku mungkin bukan Kakakmu secara agama, tapi ingat Ayahmu." Ucapan Aris membuat Aiza menghela napas pasrah. Ia memilih tidak menanggapi ucapan Aris dan menambah panas suasana.

Suasana kembali hening setelah percakapan keduanya. Sedangkan Pak Pratama hanya mampu menatap sendu pada putra putrinya. Ia tahu masih sulit bagi Aiza menerimanya dan ingin menjauh dari Aris dan dirinya.

~~~***~~~

"Ya Allah, Aiza," teriakan dibarengi pelukan membuat Aiza dan Sonia menjadi pusat perhatian.

"Shttt ... Kamu buat kita jadi pusat perhatian," kata Aiza sembari memandang orang-orang di ruang kelas dengan senyum penuh permintaan maaf.

"Sorry, nggak sengaja. Eh, gimana kabar kamu?" tanya Sonia

"Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja."

"Kamu nggak mau jujur nih sama aku?" tanya Sonia tiba-tiba membuat Aiza bingung.

"Jujur tentang apa?"

"Pakai pura-pura bodoh lagi, kamu istrinya pak Alifkan ... Udah ngaku aja! kabar-" Ucapan Sonia terputus saat Aiza berhasil membekap mulutnya dan menarik sahabatnya itu duduk di sudut ruangan.

"Kamu dengar darimana?" tanya Aiza dengan ekpresi terkejut.

"Dari anak-anak, kabarnya sudah tersebar se-jurusan. Kok kamu tega sih, Za. Pernikahan kamu pun, kamu nggak ngundang aku."

"Bukan begitu-"

"Bukan begitu, apanya?"

"Itu kebohongan," ucap Aiza pasrah.

Cerita itupun mengalir dari bibir Aiza. Tidak ada satu hal pun yang ia tutupi, termasuk pekerjaannya di club malam yang menjadi sumber kebohongannya. Berbagi rahasia dengan Sonia sudah menjadi rutinitas biasa diantara kedua sahabat karib itu.

"Aiza," ucap Sonia dan memeluk sahabatnya itu.

Sonia tahu Aiza membutuhkan banyak uang untuk biaya pengobatan ibunya dan bekerja di beberapa tempat berbeda untuk itu. Tapi, Ia tidak pernah menyangka sahabatnya itu akan bekerja di club malam.

Aiza tersenyum melihat Sonia yang mulai menangis. Perasaan sahabatnya itu memang sangat lembut, meski sering pecicilan.

"Sudah nggak usah drama," ucap Aiza dan dihadiahi satu pukulan di punggung oleh Sonia.

~~~***~~~

Aiza sibuk memilah-milah buku yang ada di rak perpustakaan untuk melengkapi daftar pustaka skripsinya. Sejak pembicaraannya dengan ayahnya. Aiza sudah memutuskan ia harus lulus dengan cepat dan segera meninggalkan rumah Aris untuk menata perasaannya. Ia tidak mungkin tinggal terus di rumah Aris dan menyiksa perasaannya. Apalagi kakaknya itu memutuskan akan menikahi Dokter Salsa, dokter yang ia temui waktu ke rumah sakit ibunya dirawat dulu. Ia rasa ini adalah keputusan terbaik bagi keduanya.

Tangannya terulur meraih buku berjudul "Poligami" karya seorang ustadz terkenal. Salah satu buku yang cocok menjadi referensinya dari judulnya yang membahas tentang psikologi wanita yang di poligami dan monogami.

Aiza baru akan meraih buku itu. Namun buku itu telah raib diambil seseorang yang berada di seberang lorong rak buku.

"Pak Alif?" guman Aiza.

Baik Aiza maupun Alif terdiam sesaat, sebelum akhirnya Alif memalingkan pandangan ke arah lain dan ucapan istighfar dengan samar diucapkan laki-laki itu. Buku yang awalnya ada di genggamannya pun ia letakan kembali dan segera berlalu meninggalkan Aiza yang masih terdiam.

Menyadari Alif sengaja meletakkan buku itu untuknya. Aiza segera mengambil buku dan mengejar Dosennya itu.

"Permisi Pak," ucap Aiza basa basi. "Sepertinya Bapak membutuhkan buku ini." Aiza menyodorkan buku itu pada Alif.

"Saya punya banyak buku dengan judul yang sama," ucap laki-laki itu datar dan meninggalkan Aiza.

Aiza hanya mampu menatap punggung Dosennya itu dengan penuh rasa bersalah. Ia sadar dampak kebohongannya begitu besar. Tapi ia tidak tahu cara untuk memperbaiki semuanya kembali.

~~~***~~~

Pukul empat sore Aiza masih setia menunggu di depan pintu club. Setelah pulang dari kampus ia ke kontrakan Rini untuk berpamitan karena tidak bisa lagi kerja di club tapi tidak ada orang di sana jadi ia menunggu di depan club. Bagaimanapun Rini adalah orang yang membantu Aiza saat dalam kesulitan.

"Kak Antoni," sapa Aiza berlari menghampiri Antoni.

"Oh, Aiza. Bagaimana kabarmu?" Tanya Antoni, terkejut.

Antoni tidak menyangka akan melihat Aiza di depan club. Mengingat terakhir kali Aiza bekerja di club terjadi kejadian kurang menyenangkan. Ia melihat wanita itu ditarik paksa oleh laki-laki yang dari penampilan Antoni dapat menyimpulkan bahwa laki-laki itu dari kalangan atas.

"Baik Kak. Oh iya, Mba Rininya ada? solnya tadi-"

"Jangan tanyakan Rini padaku Aiza. Wanita tidak tahu malu itu tidak ada hubungannya lagi denganku," ucap Antoni membuat dahi Aiza berkerut.

"Apa yang terjadi?" tanya Aiza meminta penjelasan lebih.

"Dia sudah kabur dengan membawa uangku dan kami tidak memiliki hubungan apapun. Jadi tolong jangan mencari wanita itu lagi di sini." Antoni membuka pintu club dan meninggalkan Aiza dengan bebagai pertanyaan.

Aiza menghubungi nomor Rini tapi nomor itu tidak aktif. Aiza mengenal jelas sosok Rini meski ia bekerja di club malam dan menjajakan tubuhnya tapi itu terpaksa karena sejak awal ia dijebak. Bahkan saat di club malam ia terus mengirim lamaran pekerjaan di tempat lain, namun tak kunjung diterima.

Jika Mba Rini memilih meninggalkan Antoni berarti ada kehidupan yang lebih baik yang dipilih Mba Rini. Aiza tahu persis perasaan Mba Rini untuk bosnya itu. Jika Mba Rini pergi tanpa penjelasan. Pasti ada yang terjadi di antara dua orang itu. Mba Rini pun tidak menghubunginya artinya Mba Rini memang tidak mau siapapun tahu keberadaannya.

Aiza menatap langit. "Dimana pun Mba berada, semoga Mba baik-baik saja," gumam Aiza.

Bersambung ....

Ingat yah meski secara hukum sya"r'i Aris bukan kakaknya tapi tetap ada hubungan Mahrom karena adanya hubungan juz'iyah (hubungan karena bagian) sama-sama dari mani ayah yang sama.

Simfoni Takdir ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang