Ketegangan tampak di depan ruang
UGD. Sudah hampir satu jam berlalu namun lampu operasi belum juga padam. Baik Aiza maupun Aris berkelut dalam pikiran mereka masing-masing. Sedang Pak Pratama telah diantar Agus untuk pulang karena harus istirahat. Penyakit yang mengharuskannya cuci darah tiap bulan membuatnya tidak boleh lelah."Sejak kapan?" tanya Aiza penasaran.
"Sejak Adikku meninggal."
"Adik?"
"Yah, Adikmu juga," jawab Aris lemah.
Ingatan Aiza berputar saat dulu ayahnya mulai jarang mengunjungi mereka karena sibuk dengan istri barunya yang melahirkan. Pantas saat ke rumah Aris, ia tidak melihat foto ataupun jejak yang ditinggalkan seorang bayi.
"Meninggal karena?" ucap Aiza dengan nada suara menuntut.
"Aku masih begitu kecil ketika itu terjadi. Aku hanya tahu bahwa paru-parunya tidak berkembang dengan baik, mengharuskannya terus berada di rumah sakit. Pada akhirnya bayi itu tidak dapat bertahan dan ibu mulai berubah."
"Saat itu, Ayah juga ber-" Ucapan Aiza terpotong.
Seorang Dokter keluar dari ruang operasi. Aris menghampiri dokter itu menanyakan kabar ibunya. Dokter menjelaskan bahwa operasi berjalan lancar. Luka dipergelangan tangan wanita paruh baya itu tidaklah terlalu dalam sehingga tidak membahayakan, serta meminta mereka untuk menjaga Ibu Aris lebih ketat lagi.
Hembusan napas lega dan ucapan syukur terdengar dari bibir Aris. Aiza menatap Aris dengan perasaan yang campur aduk.
Haruskah aku berhenti? Pikir Aiza.
~~~***~~~
Pukul tujuh malam Aiza pulang ke rumah. Perlahan ia membuka pintu. Mendapati ayahnya yang sedang menatap halaman belakang. Terdengar suara tangisan yang samar dari laki-laki paruh baya itu.
"Apa yang anda tangisi?" Tanya Aiza saat berada di samping ayahnya.
"Aiza," ucap laki-laki itu menatap Aiza dengan pandangan tidak percaya. Sepertinya laki-laki itu tidak menduga kedatangan Aiza.
"Ada yang ingin anda katakan? Kali ini aku akan mendengarkannya," ucapan Aiza membuat air mata laki-laki itu semakin deras.
"Tidak ada pembelaan yang bisa aku berikan padamu Aiza. Seorang ayah mengabaikan anaknya itu mutlak salah, tidak ada satupun pembenaran untuk tindakan itu."
"Jika anda mengaku itu salah setidaknya ceritakan apa yang terjadi dan biarkan aku melihat anda semakin menyesal," ucap Aiza ketus.
Pak Pratama menghela napas. Begitu berat baginya menceritakan semuanya kejadian yang menjadi sumber rasa bersalahnya.
"Aku bertemu Riska dan Aris saat keluar kota, keadaan mereka saat itu sangat menyedihkan. Riska yang hanya seorang tukang kue di sekolah tentu tidak dapat memberikan hidup yang layak bagi Aris. Awalnya Riska menolak memberitahu identitas Aris, tapi kemiripan diantara kami tidak bisa dia pungkiri. Sebagai seorang Ayah aku tidak bisa melihat anakku menderita. Aku putuskan saat itu menikahi Riska dan memberikan status pada Aris tanpa memberitahu Ibumu. Aku kira dapat menyimpan rahasia itu selamanya. Nyatanya rahasia itu menjadi bumerang bagi pernikahanku dan Arini. Jika aku jujur tentang keberadaan Aris sejak awal mungkin ia akan mengerti. Arini wanita yang begitu lembut."
Sejenak Aiza dapat mendengar kerinduan yang sangat saat ayahnya menyebut nama ibunya.
"Aku sudah mencoba menjaga Rahasia itu serapat mungkin. Tapi akhirnya bau busuk yang aku sembunyikan tercium oleh Arini. Arini marah besar tapi dia masih mencoba menerima dengan syarat keadilan yang dapat aku berikan antara Aris dan dirimu. Lalu saat Riska hamil dengan kehamilan yang beresiko karena usia yang tidak muda lagi. Kehamilan itu benar-benar menyita waktuku. Jarangnya kepulanganku ke rumah membuat kami sering bertengkar. Arini menuntut keadilan dalam pernikahan kami. Arini tidak salah menuntut itu Ia hanya ingin melihatmu tumbuh tanpa kekurangan kasih sayang dari sosok Ayah." Pratama menangis mengingat mendiang istrinya.
"Puncaknya ketika Riska kehilangan bayinya. Riska mulai kehilangan dirinya sendiri, tidak ada yang mengurus Aris selain aku. Aku tidak mungkin membawa Aris kepada Arini, itu akan semakin melukainya. Maka kuputuskan untuk merawat Aris sendiri. Tujuh tahun tanpa tahu keberadaanya membuatku tidak ingin kehilangan moment pertumbuhannya lagi. Kurangnya ilmu dalam poligami dalam pernikahan yang aku lakukan, membuatku mengutamakan keegoisan yang hanya ingin dimengerti tanpa mau mengerti posisinya. Lagi, Arini menuntutku, membuat pertengkaran diantara kami. Saat itu pikiranku pendek, yang aku inginkan hanya pergi dari rumah untuk menenangkan pikiranku. Melihatmu muncul membuat amarahku kembali, merasa bahwa sumber pertengkaran kami adalah dirimu. Maafkan Ayah, Ayah berpikir seperti itu tentangmu dan mengatakan kata-kata menyakitkan saat itu. Saat melihatmu terjatuh saat itu. Hati Ayah sakit melihatnya, Ayah ingin memelukmu, tapi saat itu ayah memilih ego." Aiza dapat melihat tatapan Ayahnya yang tampak merasa sangat bersalah.
"Ayah tidak benar-benar serius dengan perkataan Ayah saat itu. Sebulan setelah pertengkaran itu, Ayah pulang ke rumah. Ayah ingin meminta maaf pada Ibumu dan menceritakan apa yang terjadi, tapi Ayah justru mendapati rumah itu telah dijual. Kau dan ibumu menghilang. Ayah sudah berusaha mencari kalian tapi rupanya ibumu mengganti semua identitasmu dan tidak pernah memakai fasilitas yang ayah berikan. Tidak ada petunjuk sama sekali tentang dirimu. Seperti dipermainkan takdir bertahun-tahun tidak menemukan kalian. Ayah justru menemukan kalian saat berkunjung ke rumah sakit, Ayah mengenalimu. Ayah mendapati ibumu koma dan kau membenciku."
"Kenapa Anda tidak muncul saat itu?" tanya Aiza.
"Ayah ingin tapi tidak punya keberanian untuk menghadapimu dan Ibumu."
"Tapi jika saat itu datang meski aku akan memaki Anda, setidaknya anda bisa menyelamatkan hati putrimu." Aiza menutup matanya, tangisannya terdengar begitu memilukan ditengah keheningan.
"Maafkan Ayah ... maafkan Ayah."
Pratama ikut menangis melihat keadaan putrinya yang terduduk tampak begitu lemah dan frustasi, dengan wajah dipenuhi tangisan. Hanya penyesalan yang memenuhi hatinya.
Inikah hukuman, atas zina yang dilakukannya waktu muda dulu?
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Simfoni Takdir ✅
SpiritualCerita The End (chapter masih lengkap) Terbuang dan ditinggalkan oleh sang Ayah membuat Aiza harus mencicipi pahitnya dunia malam demi membiayai ibunya yang koma di rumah sakit. Berbagai kejadian membuat ia dipertemukan dengan sosok yang tidak terd...