Bab 20 Khitbah

252 33 10
                                    

Note: jangan baca diwaktu-waktu sholat. Baca Al-Qur'an lebih utama dari cerita ini.

~~~~~

Malam tampak gelap dengan penerangan remang-remang dari cahaya bulan. Di kala semua orang sedang tertidur menikmati mimpi, Aiza terbangun dari tidur lelapnya.

Di sudut kamar yang gelap dan sunyi, Aiza baru saja selesai mengerjakan sholat istikharah. Masih dengan tangis yang mengalir membasahi wajahnya, Aiza menengadahkan tangan memohon petunjuk pada Sang Pencipta akan laki-laki yang akan melamarnya esok hari.

Aiza memang belum mengenal sosok laki-laki jangkung yang bernama Hafidz itu. Ia hanya tahu dari cerita-cerita perawatan saat dulu ibunya masih dirawat di rumah sakit bahwa sosok itu adalah laki-laki Sholeh. Salah satu menantu idaman selain almarhum kakaknya Aris karena itu ia cukup terkejut saat Ayahnya memberitahu keluarga laki-laki itu akan datang melamar. Hal itu jugalah yang sampai saat ini membuat hati Aiza ragu dan terus dilanda kebimbangan, meski semua keputusan telah ia serahkan pada Ayahnya.

"Ya Allah jika dia memang yang terbaik, maka mudahkanlah," ujar Aiza menutup doanya.

Setelah selesai berdoa meminta petunjuk, Aiza merapikan sajadah dan mukena. Ia letakkan mukena itu di atas nakas. Kemudian beranjak mengambil alquran dan membaca beberapa lembaran kalam Allah itu, sebelum beranjak untuk tidur, menyiapkan diri untuk ibadah selanjutnya.

Beberapa menit tertidur Aiza tersentak, terbangun dari tidurnya.

"Astagfirullah," ucap Aiza secara spontan ketika sekelebat ingatkan tentang mimpinya terlintas.

Setelah sekian lama tidak pernah ia melihat bahkan terbesit dalam pikirannya pun tidak. Alif, sosok laki-laki sholeh yang pernah menjadi dosennya itu hadir dalam mimpinya.

Aiza kembali turun dari ranjang. Mengambil air wudhu guna menenangkan diri dan menghilangkan sosok yang tidak seharusnya ia ingat itu.

"Ya Allah, jangan biarkan aku terjatuh dalam zina. Memikirkan seseorang yang tidak halal untukku," ucap Aiza penuh harap sebelum beranjak kembali ke peraduannya

Ketukan di pintu kamar membuat Aiza terperanjat. Ia bergegas membuka pintu dan mendapati ayahnya di depan pintu.

"Boleh Ayah masuk?" tanya Pak Pratama pada Aiza.

Aiza menyingkir dari pintu kamarnya. Ia segera mendorong kursi roda ayahnya untuk masuk.

"Ada apa malam-malam begini Ayah ke kamar Aiza?" tanya Aiza setelah duduk di samping ranjang.

Pak Pratama meraih tangan Aiza. Tangannya yang penuh keriput itu bergetar menggenggam tangan Aiza dengan begitu kuat. Seolah menyalurkan kekhawatiran yang ada dalam hatinya.

Melihat raut wajah Pak Pratama yang tampak tidak baik, membuat Aiza kembali bertanya, "Ada apa, Ayah? apa Ayah ragu?"

Pak Pratama menggeleng. Tangannya semakin kuat menggenggam jemari Aiza.

"Ayah tidak ragu pada laki-laki yang datang untuk melamarmu, tapi entah kenapa rasanya begitu berat bagi Ayah untuk melepaskanmu, Nak. Baru kemarin Ayah bersamamu kembali tapi sebentar lagi Ayah harus menyerahkanmu pada suamimu. Sementara sebagai Ayah, belum banyak yang Ayah berikan untukmu. Bagaimana bisa Ayah menyerahkan putri kecil Ayah ini pada orang lain?" ucap Pak Pratama.

"Jangan berkata seperti itu, Ayah!"

Pak Pratama memotong ucapan Aiza. "Kamu tumbuh tanpa kasih sayangku dan sekarang sebelum bisa memberikan seluruh kasih sayang yang bisa seorang Ayah berikan. Aku harus melepaskan tanggung jawab itu pada orang lain. Maafkan Ayah, Aiza. Maafkan Ayah."

Simfoni Takdir ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang