Bab 17 Kampus Baru

391 41 8
                                    

Note: jangan baca diwaktu-waktu sholat. Membaca Al-Qur'an lebih utama dari cerita ini. Silahkan baca Al-Qur'an dulu baru baca cerita ini.

Bunyi alarm membuat Tidur Aiza terganggu. Ia meraih handphone yang berada di atas nakas. Matanya membulat saat melihat pukul 07.00.

Aiza menepuk keningnya. "Astaghfirullah, aku terlambat," ucap Aiza dan berlari ke kamar mandi. Mempersiapkan diri.

Setelah selesai dengan segala tetek-bengek perawatan wanita. Akhirnya di sinilah dirinya di depan meja makan bersama ayah dan ibu tirinya.

"Kamu tidak sarapan Aiza," ujar Pak Pratama saat melihat Aiza mengisi kotak bekalnya dengan roti tawar yang menjadi menu sarapan hati ini.

"Tidak Yah Aku sudah terlambat. Di kampus saja sarapannya,"

"Ya sudah, jangan ngebut meski terburu-buru! Tetap hati-hati," nasehat Pak Pratama.

"Iya, Aku pamit Yah. Assalamu'alaikum." Aiza menyalami Ayahnya dan Ibu tirinya.

"Waalaikumsallam," ujar Pak Pratama.

Pak Pratama menatap punggung Aiza dengan perasaan lega saat melihat perubahan putrinya akhir-akhir ini. Ia mulai tampak lebih ceria, tidak lagi mengurung diri seperti awal-awal kepergian Aris.

Syukurlah, Aiza bisa bangkit kembali.

~~~***~~~

Aiza berlari dengan terburu-buru di koridor kampus. Napasnya tersengal-sengal berebut udara.

Bagus, tidurlah lagi setelah subuh Aiza! Pikir Aiza.

Aiza merutuki dirinya sendiri dan bantal bodohnya yang begitu menggoda. Memanggilnya untuk tidur kembali setelah sholat subuh. Benar-benar godaan yang kuat.

"Permisi, ruang 104 F di mana yah?" tanya Aiza pada mahasiswi lain yang tidak sengaja ia jumpai.

Status Aiza memang di kampus baru memang mahasiswa pindahan. Ia diharuskan mengambil kembali beberapa mata kuliah yang tidak ia dapatkan di kampus sebelumnya sembari mengurus skripsi. Itulah salah satu syarat ia diterima di kampus barunya.

Aiza membuka pintu perlahan saat sampai di pintu bertuliskan 104 F. "Alhamdulillah, belum ada Dosen," gumam Aiza penuh rasa syukur.

Aiza duduk di salah satu kursi yang kosong. Beberapa menit kemudian ia begitu terkejutnya saat melihat seorang laki-laki dengan kemeja putih masuk ke dalam ruangan. Secara refleks Aiza menutupi wajahnya dengan buku cetak.

Astaga, dunia benar-benar sempit. Bagaimana bisa ia bertemu lagi dengan Pak Alif dan lagi-lagi pria itu menjadi Dosennya. Oh my God, what the hell?

Di antara sekian banyak kampus, kenapa Aiza lagi-lagi harus bertemu dengan laki-laki itu. Kebetulan yang menyebalkan.

Aiza was-was mendengarkan Alif mengabsen. Ia masih berusaha menutupi wajahnya dengan buku.

"Aiza huriyah?" ucap Alif.

"Hadir Pak," ujar Aiza masih menutupi wajahnya dengan buku.

"Aiza huriyah." Lagi Alif memanggil namanya.

"Hadir-" ucapan Aiza terpotong. Mata Aiza membulat saat tiba-tiba bukunya ditarik oleh Alif.

Saat ini Alif menatapnya dengan wajah datar khas dosen killer-nya itu.

"Setidaknya kalau mau baca buku, bukunya jangan terbalik," ujar Alif dengan wajah datarnya sembari meletakkan buku Aiza di atas meja.

Saat itu juga tawa seluruh kelas memenuhi ruangan. Ya ampun betapa malangnya nasib Aiza. Sudah tiga kali ia melakukan tindakan bodoh di depan dosennya itu.

"Baik saya lanjutkan absensi." Alif kembali melanjutkan absensi tanpa rasa bersalah telah mempermalukan Aiza di depan kelas.

Diam-diam Aiza dapat melihat Dosen killer-nya itu tersenyum mengejeknya.

Bagus, kesan pertama yang bagus Pak Alif! rutuk bantin Aiza jengkel.

~~~***~~~

Aiza berjalan dengan menghentak kakinya. Ia masih merasa kesal dengan kejadian di kampus tadi pagi.

"Kamu kenapa, Za?" tanya Sonia.

"Aku kesel, Song."

Sonia memutar matanya. "Ya Ampun, Aiza. Kamu sudah mengucapkan kata kesel itu sepanjang perjalanan kita ke mall. Yang aku tanyakan itu penyebabnya, sayang."

Aiza menghela napas. "Kamu ingat Pak Alif kan?"

"Oh si Dosen killer yang punya skandal sama kamu itu."

"Ya ampun, bahasa kamu Sonia. Skandal? kaya apa saja."

Sonia hanya tertawa melihat kesal Aiza.

"Maaf, emang dia kenapa?"

"Dia jadi Dosenku juga di kampus baru. Dan kamu tahu, dia mempermalukan aku di depan kelas. Ya Ampun sumpah aku kesel banget."

"Kesel apa malu?"

Pertanyaan Sonia membuat Aiza menatapnya jengah. Sonia hanya tertawa melihat reaksi Aiza.

"Lama-lama bicara sama kamu bisa buat aku semaput karena darah tinggi," ujar Aiza dan meninggalkan Sonia yang menertawainya.

"Sorry," kata Sonia sembari merangkul lengan sahabat baiknya itu. "Makan yuk, cacing-cacing di perutku sudah konser sejak tadi."

Tanpa rasa bersalah, Sonia berjalan mendahului Aiza memasuki salah satu restoran. Aiza hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabat baiknya itu.

"Dasar Sonia," gumam Aiza dan menyusul Sonia.

Aiza meletakan tasnya di kursi kosong dan duduk di depan Sonia. Sonia memanggil pelayan restoran dan memesan beberapa menu yang terlihat menggugah selera.

Beberapa menit menunggu. Panggilan Sonia membuat perhatian Aiza dari ponselnya teralihkan.

"Aiza?" Aiza menoleh pada Sonia.

"Hmm, kenapa?"

"Coba lihat meja ke empat dari meja kita, arah kanan!" perintah Sonia dengan berbisik.

Raut wajah Elisa berubah saat melihat Alif bersama dua orang wanita. Aiza tidak dapat menebak siapa wanita itu karena memaki cadar, tetapi dari interaksi mereka. Aiza dapat menebak Alif sangat menyayangi mereka.

"Saudara kali. Udah kamu jangan mikir macam-macam!" kata Aiza kembali fokus pada makanannya.

"Kamu kali yang mikir macam-macam," celetuk Sonia menggoda Aiza.

Aiza malas menanggapi Sonia yang sejak tadi selalu saja membuatnya kesal. Ditambah lagi ia baru saja melihat Pak Alif berakrab-akrab dengan wanita lain.

Tunggu dulu, apa yang baru saja aku pikirkan? Untuk apa aku merasa kesal melihat melihat laki-laki itu dengan wanita lain. Memangnya siapa aku? Astaga Aiza, sadarlah! rutuk pikiran Aiza.

"Sonia, pulang yuk! Aku mulai ngantuk pengen tidur," kata Aiza.

Aiza tidak lagi memikirkan apakah alasannya logis atau tidak yang ia inginkan saat ini adalah menjauh, sejauh mungkin dari Alif. Ia tidak ingin keberadaan Alif membuat hari pertamanya kuliah berakhir buruk karena laki-laki itu. Apalagi laki-laki itu membuatnya kesal.

"Oke," jawab Sonia.

Ia begitu bahagia merecoki Aiza hari ini. Setidaknya hari ini, Aiza tampak seperti Aiza yang ia kenal. Bukan lagi Aiza yang murung seperti beberapa minggu yang lalu setelah ditinggal Aris. Sampai-sampai Pak Pratama menghubunginya untuk membujuk Aiza makan.

Bersambung ....

Don't forget vote and komen. Kritik dan sarannya juga.

Maaf yah baru bisa update, soalnya aku baru tiga hari sembuh dari demam. Kemarin demamnya naik turun sampai takut kena tipes, tapi Alhamdulillah bukan tipes apalagi Corona. Flunya pun udah sembuh, sekarang sisa batuk.

Simfoni Takdir ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang