Bab 8 Mencintaimu

437 38 0
                                    

Jangan dibaca disaat waktu-waktu sholat, kalau belum sholat sebaiknya sholat lebih dulu baru baca.

Membaca Al-Qur'an lebih utama dari pada membaca cerita ini jadi sebelum baca cerita ini bacalah Al-Qur'an.

Suasana kontrakan Aiza tampak mulai sepi, para pelayat telah kembali ke rumah mereka masing-masing setelah mengantar jenazah ibunya ke liang lahat. Sekarang yang tersisa hanyalah Aiza, Arif dan Ayah mereka. Sonia sudah izin untuk pulang terlebih dulu.

Aiza masih terdiam, mencerna semua peristiwa yang terjadi. Puzel penghubung kisah antara dirinya dan Aris sudah coba ia susun, namun tidak satu pun petunjuk yang ia dapatkan.

Fakta bahwa ibunya adalah istri pertama ayahnya membuat pikirannya buntu, satu-satunya yang dapat terpikirkan olehnya adalah Aris merupakan anak haram ayahnya.

"Pulanglah bersama, Ayah." Laki-laki paru baya itu menyentuh bahu Aiza.

Aiza menepis tangan laki-laki itu.
"Pulang? Aku hanya mengenal tempat ini untuk pulang, Pak Pratama," ujar Aiza pada orang yang begitu ia rindukan keberadaanya. Namun sekarang kehadirannya tidak lagi Aiza butuhkan.

Aris menatap Aiza dengan tatapan sendu. Ia menghampiri kursi roda Ayahnya.

"Ayah, aku antar Ayah ke mobil, yah. Biar aku yang coba bicara dengan Aiza," kata Aris dengan pelan pada Ayahnya.

Pak Pratama menatap Aris sejenak, ia menepuk lengan Aris, menaruh harapan besar pada puteranya itu untuk membujuk Aiza. Kemudian Pak Pratama keluar dari rumah kontrakan Aiza dengan dituntun Aris.

Setelah mengangkat Pak Pratama ke dalam mobil. Ia kembali masuk ke kontrakan Aiza. Perlahan ia berjalan ke arah Aiza.

"Aiz -"

"Aku tidak ingin mendengarkan apapun .... pergilah!" Aiza memotong ucapan Aris. Hatinya hancur.

Aris menghampiri Aiza dengan langkah yang berat. Ia sadar baik bagi Aiza ataupun dirinya semua ini terlalu berat dan sulit untuk mereka terima.

"Tidakkah kau ingin mendengarkan penjelasan dari semua kekacauan ini, Aiza?"

"Penjelasan apapun tidak akan merubah keadaan, Dok. Masa kecilku, nyawa Mama dan rasa benciku tidak akan ada yang berubah," teriak Aiza dengan mata memerah, mental Aris. Air mata tampak menggenang di kedua mata Aiza.

"Kembalilah ... jika kau begitu membenci mereka maka kembalilah! Bukankah perasaanku sudah cukup untuk membuat mereka tersiksa?"

Aiza menutup matanya mendengar perkataan Aris. Air mata jatuh tanpa bisa ia tahan.

Ia menatap Aris. Keduanya saling bertukar pandangan. Dari tatapan itu Aiza tahu, bukan hanya dirinya yang hancur dengan fakta darah mereka yang bertautan. Jauh di lubuk hatinya ia sadar, menyiksa ayahnya dengan perasaan Aris itu sama saja menyiksa dirinya sendiri.

Perasaan yang muncul karena orang tua yang tidak bertanggungjawab. Sekarang, bagaimana Aiza mengatasi kekacauan besar ini.

Aiza mengasihani takdirnya dan juga Aris. Di antara sekian banyak manusia di dunia. Kenapa harus mereka berdua?

"Pergilah Dokter. Berikan aku ketenangan. Aku mohon," kata Aiza memohon dengan suara lemah pada Aris.

~~~***~~~

Beberapa hari setelah Ibunya dikebumikan dan suasana hati Aiza mulai tenang. Akhirnya ia menghubungi Aris dan setuju untuk berbicara dengan mereka.

Sekarang di sinilah Aiza. Di meja ruang tamu kediaman Pratama. Duduk berhadapan dengan orang-orang yang ia benci.

Tatapan kebencian tidak mampu Aiza sembunyikan dari matanya saat melihat wanita paruh baya yang duduk di samping ayahnya. Wanita yang dulu diperkenalkan ayahnya sebagai mama saat Aiza masih kecil. Meski semakin menua ia masih mampu mengenali wanita itu dengan jelas.

Simfoni Takdir ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang