Aksi

14.7K 358 1
                                    


Setelah berhasil meyakinkan teman temanku untuk ikut berbohong tentang "penyakitku" dan menyerahkan surat sakti itu aku bergegas menuju ke stadion kampusku. 

Udara pagi dingin menggigit meskipun darahku mendidih karena semangat. Aku tau ini beresiko karena dari pihak kampus sendiri sudah mengeluarkan surat edaran yang menghimbau kami untuk tidak ikut aksi pada kemarin. Maka dari itu aku mewajarkan aksi didepan kantor gubernur ini yang hanya diikuti sepuluh orang anak dari FK . Yah aku juga tidak bisa berharap banyak pada anak FK untuk mengikuti kegiatan yang seperti ini. 

Delapan anak lainnya angkatan diatasku yang tidak ada kuliah hari ini dan satu anak lainnya adalah teman seangkatanku yang memang nekat bolos hari ini. Temanku ini memang terkenal jagoan bolos dan entah bagaimana selalu bisa lolos setiap rekap absen setiap akhir semester. Aku sadar tidak bisa sesakti itu, yah bisa dibilang agak licik mempergunakan surat sakit sebagai tameng. 

Kami berkumpul di stadion kampus pada jam 6 pagi. Aku memperkirakan ada 100an lebih yang mengikuti aksi hari ini. Aku mendengarkan dengan seksama intruksi yang diberikan oleh koor lapangan kami. Tanganku dingin dan jantungku berdebar debar, ini aksi pertamaku dan aku tidak mau melewatkan sedikitpun intruksi yang bisa membuat kekonyolan nanti. 

Tuntutan kami jelas, ungkap kasus korupsi yang terjadi pada sejumlah proyek kesehatan, pendidikan dan olahraga di kota ini. Proyek rumah sakit provinsi yang dicanangkan akan selesai tahun ini hanya menjadi tiang tiang pancang yang tidak jelas kapan dilanjutkan. Padahal kami tau bahwa anggaran yang digelontorkan tidak main main. Kami juga menolak rancangan peraturan daerah yang akan memangkas anggaran layanan sosial dan kesehatan yang selama ini gratis bagi masyarakat tidak mampu.

Kami membuat barikade dengan mahasiswa perempuan berada ditengah dan mahasiswa laki laki sebagai border dan mulai berjalan kearah kantor gubernur. Jarak antara kampus dan kantor gubernur tidak terlalu jauh namun lumayan juga capeknya jika berjalan kaki. 

Setelah berjalan sekita dua kilometer, kami bergabung dengan barisan mahasiswa dari kampus lain yang mengadakan aksi juga. Perutku mulai terasa perih, aku teringat belum makan dari malam tadi, dan sialnya tidak membawa obat. Namun semangat yang makin bergejolak setelah bergabung dengan mahasiswa lainnya yang kompak menyanyikan yel yel dan lagu perjuangan ala mahasiswa.

"Lu pucet banget Kir, mending duduk dulu, udah makan belom tadi?" Salah satu seniorku melihatku sedang menahan sakit tapi masih berteriak teriak bernyanyi.

"Ahh gapapa kak masih semangat kok, belom makan sih".

"Yaudah nih, makan roti dulu, kamu yakin ga duduk dulu, aku temenin deh" ia mensodorkan roti yang sudah setengah, bahkan membayangkan untuk menelannya saja aku mau muntah".

"Iya makasih kak, gapapa semangat ini, dikit lagi udah mau sampe" aku tidak mau terlihat lemah, apalagi merepotkan orang lain, aku tau seniorku ini yang paling semangat untuk aksi hari ini.

"Yaudah, tapi kamu sebelah aku ya, kalo ada apa apa langsung bilang aja, nanti kita minggir"

Kami akhirnya sampai didepan kantor gubernur dan bergabung dengan lautan massa lainnya. Posisi rombongan kami berada ditengah dan tidak terlalu dekat dengan kantor gubernur. Kulihat barikade polisi sudah berjaga didepan dan didalam kantor gubernur. 

Bendera dan panji panji berwarna warni berkibar kibar menandakan bahwa aksi ini terdiri dari berbagai macam lapisan. Maasa aksi lain sudah berdatangan, kulihat banyak massa lainnya yang merupakan non-mahasiswa dari berbagai aliansi profesi. Yel yel yang dinyanyikan semakin keras ketika aliansi profesi yang terdiri dari berbagai macam kalangan salah satunya petani bergabung. Aku semakin semangat untuk bergabung meskipun pandanganku mulai kabur. 

"Hidup Mahasiswa!" 

"Hidup Rakyat Indonesia!" 

Kalimat tersebut berulang ulang diteriakkan meskipun terik matahari sudah mulai menyengat, meskipun gubernur sebagai orang yang punya kuasa,  belum juga keluar untuk menemui massa. Suaraku sudah parau karena terlalu bersemangat bernyanyi. 

Aku mendengar orator sudah mulai berteriak teriak parau dan meracaukan seruan yang mengandung provokasi. Massa aksi yang sedari tadi berkumpul dibelakang mulai merengsek maju sedekat mungkin dengan pagar kantor gubernur. Border manusia yang kami buat mulai berantakan, dijejalkan oleh ratusan manusia yang tidak sabar merengsek kedalam. Koor lapangan kampusku memerintahkan kami untuk mundur secara perlahan karena karena suasana yang tidak kondusif lagi. 

Oksigen mulai menipis berbagi dengan orang orang yang semakin memaksa untuk merengsek kedepan. Banyak orang dari rombongan kami mulai kelelahan dan bahkan jatuh pingsan. Medis sudah mulai kewalahan untuk menagani orang orang yang jatuh pisan dan sesak nafas.

"Anak FK mana anak FK mana tolongin disini" aku mendengar orang orang mulai bersahutan mencari bala bantuan dan yang paling masuk akal selain kepada tim medis adalah kepada mahasiswa yang belajar medis. Orang orang mulai berdatangan kearah kami karena kami membawa bendera dan memakain slayer FK dilengan. 

Kami kebingungan karena tidak mempersiapkan alat yang dibutuhkan. Untungnya satu seniorku inisiatif membawa peralatan pertolongan pertama dan ikut membantu. Aku juga berusaha membantu sebisa mungkin dengan alat yang seadanya. Tiba tiba kami menjadi tim medis dadakan dengan peralatan yang seadanya. Situasi mulai tidak kondusif, massa didepan sudah mulai merusak pagar kantor gubernur serta polisi yang mati matian menghalau. Barikade yang kami buat terpecah dan aku terpisah dengan teman temanku. 

Aku menyingkir ke pinggir jalan sambil membopoh salah satu anak yang asma ketika massa didepan berlarian kearah kami. Rupanya polisi sudah menyemburkan water canon yaitu semburan air yang sangat besar kepada massa yang didepan. Aku bergeming meskipun terkena cipratan air namun aku masih berusaha untuk menenangkan anak yang kubawa minggir tadi karena ia mulai menangis dan makin menyulitkannya untuk bernafas. 

"BRAK" 

Terdengar suara keras sesuatu yang roboh dan aku tahu massa didepan berhasil merobohkan pagar kantor gubernur. Tanpa tendeng aling aling massa yang didepan langsung merengsek masuk ke dalam kantor gubernur. Namun kulihat rombongan kampusku sudah mundur kebelakang berlawanan arah dengan rata rata massa yang lain.  

Aku masih berusaha untuk menenangkan pasienku dan memakaikan inhaler kepadanya. Perutku terasa ditusuk tusuk, namun aku tidak menghiraukannya karena kulihat semakin banyak orang yang sesak dan dibawa kedekatku. Tiba tiba mataku kabur dan terasa perih, nafasku sesak. 

Gas air mata telah dilemparkan.

Aku berusaha berlari sejauh mungkin dari sumber gas air mata sambil bergandeng dengan anak yang kutolong tadi yang ajaibnya bisa berlari menjauh bersamaku. Pandanganku semakin buram, meskipun aku telah memakai odol dibawah mataku untuk mengurangi efek dari gas air mata. 

Aku tidak lagi melihat jalan didepanku dan tersandung dengan bambu bendera yang telah ditinggalkan. Perutku semakin perih dan nafasku semakin sesak. Gandenganku sudah berlari menjauh dan aku benar benar berada ditengah massa yang berlarian menjauh dari gas air mata. Aku berusaha bangkit namun sesaknya dada tidak mengizinkanku. 

Aku merasa lenganku ditarik namun gelap lebih dahulu menutup sadarku. 

Gairah Tak BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang