Kantin Museum

5.4K 195 5
                                    

Aku berguling guling tidak karuan dikamarku.

Elang Baskara menciumku.

SEORANG ELANG BASKARA MENCIUMKU!. Chesa pasti tidak percaya.

Pipiku masih kemerahan karena senang dan kedinginan ketika sampai di kosan. Memikirkan ciuman tadi menambah merah pipiku. Entahlah, tidak seperti ketika Abimana menciumku- dan ciumannya penuh gairah dan aku hanya bisa membandingkannya dengan Abiman karena ia satusatunya selain Baskara yang pernah menciumku - Kara menciumku dengan lembut, passionate dan begitu pas dengan momen. Aku tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana matanya yang coklat tua itu menatapku dengan intens dan bagaimana ia menyentuh bibirku dengan lembut, tidak teburu buru dengan waktu sambil membelai rambutku. Aku bisa merasakan sisa kopi rempah dan aroma tubuhnya yang manly itu. Setelah melepas ciumannya, ia hanya tertawa dan memujiku karena aku termasuk golongan manusia good kisser.

Malam yang indah.

Aku merasa baru tidur beberapa menit ketika suara ketukan pintu membangunkanku. Jam baru menunjukkan pukul 7 dan aku bisa tidur 2 jam lagi karena kelas dimulai pukul 10. Aku membuka pintu dengan sebal.

"BISA GA SIH LU NGASIH TAU DULU KALO MAU DTENG ABI-" aku buru buru menutup mulutku ketika dihadapanku adalah Kara yang sedang nyengir tanpa merasa bersalah.

"Siapa Abi?" ujarnya masuk ke kosanku tanpa kupersilahkan.

"Kar lu ngapain njir , its fucking 7 am, and hell lu ga tidur?" aku masih sangat mengantuk dan membiarkan pertanyaan Kara menggantung.

"Engga udah biasa, gue cuman mau ngajak lo sarapan" katanya sambil melihat lihat kamarku yang untung saja baru kurapihkan kemarin. "Hell girl, lo ngerokok kayak kereta juga" katanya ketika melihat puntung rokokku yang menumpuk di asbak.

"Gua berusaha ngurang ngurangin" kataku setengah malu.

"Bullshit" ia tertawa, tawanya sangat renyah dan merdu, aku berfikir apakah semua penyanyi suara tertawanya juga merdu?

"Gih mandi jorok, lo masuk jam 10 kan bu dok? Pasien pasien lo bilang apa nanti kalo tau bu dokternya lelet?" aku melemparnya dengan bantal dan segera masuk kekamar mandi.

Aku menggenggam erat jaket Baskara karena ia membawa motornya kencang seperti kesetanan, aku ulang SANGAT KENCANG sampai sampai rambut yang tadi susah payah kurapihkan bentuknya sudah tidak karuan. Ia mengarahkan motornya berlawanan arah dengan arah kampusku.

"Kar mau kemana ini?" kataku berteriak mengatasi angin yang berdesing disekeliling kami

"Hah?"

"MAU KEMANA?"

"APA GA KEDENGARAN?"

"Budeg"

"Eh gua ga budeg yah"

"ITU KEDENGERAN!" aku memukul punggungnya dengan sebal.

"Ke museum" katanya tertawa.

Kami sampai ke museum yang masih sepi. Aku mengenali museum ini sebagai salah satu museum yang paling terkenal di kotaku. Namun karena aku tidak tertarik dengan benda benda sejarah maka aku tidak pernah mengunjunginya.

"Katanya mau sarapan?" kataku ketika ia menarik tanganku untuk masuk

"Emang mau sarapan" ia berjalan memasuki pintu yang masih ditutup karena memang museum ini belum dibuka untuk umum. Baskara menyapa satpam yang menjaga dan masih menggenggam tanganku sambil memberikannya rokok sebungkus, satpam itu mengobrol dengan Kara sambil tertawa tawa dengan bahasan yang tidak aku mengerti seperti mereka sudah akrab bertahun tahun dan membiarkan kami berdua masuk.

"Lucu bet dah emang Ujang" katanya masih tertawa.

"Lu kenal satpamnya?"

"Iya kenal banget, dulu pas gue SMA karena gue bosen dikelas gue sering bolos, studio musik tempat gue ngeband SMA dulu studionya deket deket sini, nah waktu itu guru olahraga gue udah sebel banget sama gue karena gue sering bolos trus ngejer ngejer gue sampe studio, gue sama temen temen gue panik kan, akhirnya kita lari trus sembunyi disini. Ujang nyelamatin kita ngeboong pas guru olahraga gue nanya ke dia, padahal mah gue cuman ngasih dia dua batang rokok. Akhirnya yaudah deh sampe sekarang akrab." Kara menyelesaikan ceritanya dengan bangga karena kenakalannya

"Anjir lu pasti dulu bandel banget yah pas SMA?" kataku, tangannya masih menggenggam tanganku dan aku mengikutinya memutar gedung musuem ini.

"Wah parah dah, seminggu gue cuman masuk tiga harinya, tiga harinya bolos ngeband, ngerokok minum belakang sekolah, ngajak berantem senior kelas 3 pas gue masih kelas 1, mimpin tawuran sama anak STM karena ada salah satu temen mereka yang ngeroyok temen gue, anjir gaada abisnya kalo gue ceritain satusatu" katanya terdiam terjebak dengan memorinya sendiri.

"Gue tebak, tapi lo tetep pinter kan?" kataku menimbang nimbang.

"Ga pernah keluar dari 3 besar hehe, gue juga ga ngerti kenapa, tapi gue tiap malem walaupun bolos gue belajar ngejer ketinggalan" katanya dengan bangga ia melanjutkan "Mungkin karena gue pinter ya, jadi guru guru pada ngediemin aja gue bolos dan nakal gitu, kecuali emang guru olahraga gue anjir gatau kenapa dendam bet sama geng gue" katanya mengakhiri.

"Nah kita udah sampe, halo Bu Ros sayang". Bu Ros yang dimaksud Baskara adalah seorang wanita berumur sekitar 40an dengan bentuk badan yang kuakui bagus dan istilahnya "montok". Dengan percaya dirinya yang luar biasa tinggi Kara mencium pipi kanan dan kiri Bu Ros dan berhasil membuat Bu Ros memerah pada kedua pipinya hampir mendekati warna pada bibirnya.

"Bu Ros nasi uduk dua, aku pake telor sama tahu, lo mau apa Kir?" aku sibuk memerhatikan Bu Ros yang terus terusan menggoda Kara yang setali tiga uang.

"Eh, gua nasi uduk juga, nasinya setengah sama bihunnya banyakin, pake tahu aja" kataku ketika sadar.

"Sekarang Kara lupain ibu ya, udah ada pacarnya" kata Bu Ros sambil menyiapkan nasi uduk untuk kami berdua.

"Eh, saya bukan-" aku ingin memprotes ketika Kara menyelaku.

"Otw pacar bu" kata Kara sambil nyengir padaku.

Aku hanya tertunduk menahan senyum.

"Ini dek Kar, ibu bonusin telor deh spesial untuk kamu" kata Bu Ros sambil mengedipkan sebelah matanya yang dibalas dengan Kara dengan kissbye.

Aku ingin muntah.

Selesai makan- Kara sepertinya mempercepat makannya ketika melihat aku gelisah karena sudah pukul 09.30- Kara memeluk Bu Ros dengan erat dan berjanji untuk lebih sering sering mampir.

"Kar, Kantin Museum? Bu Ros? Ujang? Seriously, Why?" kataku ketika di motor.

"Panjang ceritanya Kir, pokoknya setelah insiden kejer kejeran itu, gue sering banget kesini, dan Ujang sama Bu Ros udah gue anggep orangtua gue sendiri" kata Kara, nada bicaranya berubah menjadi sendu.

" Then, I wanna hear that"

"Ibu meninggal pas umur gue 5 tahun, Bapak gue sibuk kerja, nanti gue janji ceritain lebih panjang tapi lo kuliah dulu ya" tidak terasa kami sampai didepan plang nama Fakultas Kedokteran.

"Semangat Kir, belajar yang bener ya biar jadi dokter yang baik, seenggaknya bisa ngobatin gue" kata Kara

"Lepasin dulu kek helmnya" kataku dengan geli.

"Gaah tar gue dikejer kejer, bye Kir" ujar Kara dengan senyumnya yang khas.

"Bye Kar, thanks yah" aku terdiam sejenak menatap vespa hitamnya sebelum berjalan masuk.

Entah mengapa hatiku terasa riang. 


Author Note:

HALO SEMUAA! Gimana kabar kaliann? Semogaa kita sehat selalu ya ditengah keadaan gini, author sedih banget sama keadaan dunia sekarang :(. Tapi positifnya author punya waktu luang untuk nulis, jadi hari ini akan ada dua part sekaligus! Semoga kalian semua sehat selalu ya!

Gairah Tak BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang