Well, That's Him

3.9K 216 20
                                    

"Kita bakal demo lagi"

Kalimat dari Kak Agung tersebut sukses menarik perhatian kami semua. Aku dan Sospol sedang membahas perkembangan Asuransi Kesehatan Nasional terkini, dan sepertinya pemerintah memang sudah tuli tidak mendengar satupun aspirasi dan pendapat ahli meskipun gelombang kemarahan dari masyarakat sudah merebak kemana mana.

"Kapan kak?" pertanyaanku sudah terwakilkan oleh Iqbal dengan antusias, dia memang paling semangat kalau sudah ada yang ribut ribut.

"Dua minggu lagi, kita bakal demo sama buruh, tenaga kesehatan, mahasiswa, dan banyak lapisan masyarakat lainnya, demonya bakal lebih gede dari yang kemaren kita ikutin" kata Kak Agung, jika sedang serius seperti ini wajahnya akan memerah, dan aku bisa dengan jelas antusiasme yang berbalut kemarahan dari dirinya.

"Berarti kita ada kajian gitu dulu kan kak ngebahas isu ini sebelum aksi?" kataku meyakinkan lebih ke meyakinkan diri sendiri. Aku tidak akan sudi ikut demo jika tidak ada kajian sebelumnya.

"Bukan cuman sekedar kajian, kita bakal nyerang" aku merinding mendengarnya , nadanya terdengar sangat berbahaya hampir menyamai Abimana, hampir. "Kita bakal nyerang dengan kajian, trus post lewat instagram, twitter dan Line. Bakal ada hashtag yang kita jadiin trending setiap hari biar dinotice. Kata "Kita" disini jangkauannya luas alias bakal ada aliansi Mahasiswa FK seluruh Indonesia yang bakal gabung dan buat propaganda yang masif. Kita kebagian bikin video propaganda tentang penolakan ini, malem ini kita fiksasi konsep dan besok syuting, gua ada kamera dan bisa mikrofon dari Senat." Aku selalu kagum jika Kak Agung sudah seantusias ini.

"Hah emang Senat punya mikrofon, keren amat" kata Chessa kali ini dia memainkan kukunya yang dicat warna krem sewarna jarinya.

"Tebak siapa yang ngegoal-in pembelian mikrofon dua hari lalu" kata Kak Agung menyeringai.

"Hadeh Kak Satria yah emang kalo begini begini gercep banget" kata Rayyan mewakilkan kami semua.

Kami mulai bekerja dengan antusisasme yang menggebu gebu, aku susah menjelaskannya namun rasanya seperti bekerja melawan ketidakadilan. Aku benar benar sudah muak dengan pemerintah dalam urusan asuransi kesehatan ini, dan aku akan ikut demo, apapun konsekuensinya.

Ponselku berdering dan Baskaralahnya pelakunya, entah sekarang menjadi kebiasaan atau bagaimana namun akhir akhir ini aku selalu diantar jemput oleh Baskara dan ia akan menghubungiku untuk memastikan jam menjemputku. Aku mengabaikan pesannya karena sedang fokus namun rupanya Baskara-yang-selalu-jadi-pusat-perhatian itu tidak suka diabaikan dan menelfonku, aku melihat ke arah Kak Agung yang hanya berhmm ria ketika aku meminta izin untuk mengangkat telfon.

"Aktivis lagi sibuk yah" suara ketawa cengengesan di ujung sanalah yang pertama kali kudengar.

"Iya, and shut-up, gua bukan aktivis, tar lagi ya Kar gua lagi sibuk tar Kak Agung marah marah" kataku berbisik bisik

"Justru gua mau ngomong sama Kak Agung lo itu"

"Ngapain"

"We'll see" kalimatnya bernada sok misterius membuatku memutar mata. Aku menyerahkan telfonnya ke Kak Agung yang terlihat keheranan juga, beberapa saat kemudian raut wajah Kak Agung berubah menjadi kemerahan tanda ia bersemangat.

"Tar gua kirim naskahnya kalo udah jadi yah, thankyou banget kar, gua kasih ke Kirana lagi yah" kata Kak Agung dengan antusias memberikan sambungan telfon yang maish terhubung dengan Baskara, aku kembali ke kelaur ruangan.

"Ngomong apa sih lu Kar, seneng banget keknya Kak Agung" aku berusaha menutupi rasa penasaranku karena hal itu hanyalah membuat Baskara makin menggodaku

Gairah Tak BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang