Reaksi

11.8K 383 2
                                    

Aku tidak mengenali tempatku berada, jalanan tadi tidak seempuk ini. Kulihat salah satu seniorku dibangku depan dan teman teman ku dari FK disamping kanan kiriku. Teman seangkatanku, Zami, rupanya sadar aku telah siuman.

"Sadar juga lu kir, sumpah untung tadi lu sempet gua tarik" Zami mulai ingin mengoceh lagi namun aku potong

"Kenapa bisa disini, yang lainnya gimana , tadi kenapa" tanyaku terheran heran ketika melihat Ketua Senat Fakultasku ada dipojokan ruangan.

"Iya tadi lu pingsan pas chaos untung keburu gua tarik, trus ketemu Kak Irfan sama Kak Agung trus kita bopong lu sambil nyari ambulan, tapi ambulan gaada udah penuh semua, untung Kak Satria udah mundur dari depan kantor gubernur dan bawa mobilnya sedeket mungkin ke lokasi untuk bawak lu, ini kita mau bawa lu ke klinik karena dari tadi lu ga bangun bangun, berat tau bopong bopong lu"

"Loh Kak Satria kok bisa disana, kan lagi mau skripsi"

"Iyalah Kir masa gua biarin anak anak gua aksi guanya diem aja, gua ngurusin skripsi dulu trus caw langsung gabung Ketua Senat lain paling depan, eh gua denger ada yang pingsan trus langsung mundur padahal gubernurnya tadi udah dateng, untung bawa mobil". Kak Satria terlihat capek untuk menjelaskan semua itu kepadaku.

"Temen temen yang lain gimana" tanyaku panik membayangkan teman teman dan massa aksi lainnya yang masih terjebak dengan kechaosan aksi tadi.

"Yang FK udah aman semua Kir, karena tadi mereka ikut ambulan jadi tim medis dadakan, kalo anak yang lain gatau Kir, tapi semoga aman sih karena tadi kita berhasil mundur dan ngamanin diri"

Aku terdiam. Rasa sakit dari gas air mata tadi masih terasa perih dan aku tidak tega membayangkan massa aksi yang lain yang masih terjebak disana.

"Kita dimana" ujarku sambil menghiraukan rasa sakit yang tiba tiba menghujam hati dan perutku.

"Klinik kampus , paling aman, rumah sakit yang lainnya penuh dan jalannya banyak yang keblokir"

Perut dan mataku masih menusuk nusuk perih, aku teringat belum memasukkan makanan selain roti yang Zami kasih tadi pagi dan jam dinding didepanku telah menunjukkan pukul tujuh malam. Pintu terbuka diikuti dengan temantemanku yang kaget dan berdiri menyapa, hatiku langsung mencelos melihat siapa yang datang, dokter abimana datang sambil berdiskusi dengan perawat, yang sibuk menjelaskan tentang keadaanku. Aku melihatnya sekilas melihat kearahku lalu sibuk berdiskusi dengan perawat yang sibuk menunjuk nunjukku. Setelah perawat itu pergi, ia langsung menatap teman temanku yang otomatis berdiri mepet di tembok disamping kananku.

"Berapa orang yang ikut" dokter Abimana bertanya tanpa basa basi.

"Sepuluh dok, sama saya tadi nyusul jadinya sebelas" Satria memberanikan diri untuk membuka jawaban

"Saya lihat cuman tiga yang sehat dan satu orang pingsan selama tiga jam dan baru siuman sekarang, katanya sebelas" Aku sadar bahwa aku pingsan lumayan lama dan tersindir dengan kalimat terakhirnya

"Kabar terakhir ikut ambulans dok karena jadi medis dadakan, sekarang udah aman tapi kepencar dirumah sakit yang beda" Sekarang Satria sudah mulai percaya diri untuk menatap langsung wajah dokter itu.

"Kamu udah mau Coas kan Satria? Medis dadakan? Kalian mahasiswa medis tapi jadi medis dadakan? Bawa alat dan obat obatannya tadi?" tersirat kemarahan dari suara Abimana yang jauh lebih tinggi dari sebelumnya.

"Maaf engga dok" kulihat sulit sekali bagi Satria untuk menerima kenyataan itu.

"Lepas aja slayer FKnya kalau kalian jadi orang yang dadakan" Satria langsung merogoh lengan kanannya yang masih mengenakan slayer, kentara sekali merasa tertohok. Dokter Abimana mengeluarkan ponselnya dan langsung menghubungi orang yang kelihatannya menunggu ditelfon olehnya. Setelah itu ia membuka laci meja disampingku-sama sekali tidak melihat kearahku- dan mengambil kertas dan pulpen.

Gairah Tak BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang