D-4

3K 237 25
                                    

Kamis 31 Oktober 2019

ABIMANA BRENGSEK BRENGSEK BRENGSEK! GUA BENCI BET SAMA DIA.

Aku menutup JuKa dengan begitu kencangnya sampai jurnal kayu sampul hitam itu terpental dari meja, bukannya mengembalikannya kembali ke atas meja aku semakin kesal melihat jurnal itu dan melemparnya kearah tembok begitu kerasnya sehingga menyisakan bekas di tembok bewarna putih itu.

Anger Management ku memang kacau sekali.

Sepanjang kuliah aku seperti merasa seperti hantu yang kasat mata karena hanya berdiam dan merenung, sama sekali tidak memerhatikan dosen yang sedang mengajar maupun merespon lawakan teman temanku. Seharian ini aku sudah was was takut bahwa dosen yang mengajar adalah Abimana namun ketakutanku terpatahkan dan lewat begitu saja begitu kami menyelesaikan kelas siang itu.

"Cie hape baru nih" kata Rein saat aku membalas chat dan kami sedang makan di kantin.

"Heeh iya" kataku dengan lesu dan buru buru memasukkan hapeku ke tas.

"Kir muak lu serem amat hari ini, lagi mens?" kata Allysa mengagetkan lamunanku, aku yang sedari tadi hanya memain mainkan mie ayamku langsung menjatuhkan sendoknya dan membuat celana bewarna kremku kotor.

"Kok lagi mens?" kata Rein yang buru buru mengambilkan tissue untukku. "Gua kalau lagi mens masang tampang begitu, sakit soalnya" kata Allysa dengan cueknya mengambil mie ayamku meskipun aku belum sesuap-pun memakannya.

"Lu mah mens ga mens emang bawaannya jutek"kataku mengungkapkan fakta yang tidak bisa dibantah, Allysa hanya mengangguk angguk setuju dengan perkataanku.

"Lu masih sedih ya karena putus dari Kara" kali ini Bee mencondongkan mukanya menghadapku, gestur yang menandakan bahwa ia siap untuk gosip apapun.

"Iya" jawabku asal asalan, tidak dan tidak aku belum siap dan tidak akan pernah siap untuk mengungkapkan hubunganku (re: bekas hubunganku) dengan Abimana.

"Kata temen gua yang temennya Kara dia akhir akhir ini dugem terus, mabok mabokan sampe subuh , sering kesiangan dan ngaret pas latihan, kayaknya dia sesedih itu putus sama lu Kir" aku benar benar tidak tau harus menanggapi apa , omongan Bee malah membuatku semakin merasa bersalah.

"Kenapa sih Kir, kalau boleh tau, lu gapernah cerita detail ke kita taunya kita lu putus doang" kata Zana yang sekarang ikut menimbrung.

Aku menghela nafas, bersiap menyusun kebohongan, "Emang ga cocok aja , karena prinsip kita beda jadi gua terpaksa berbohong tentang satu dua hal dan ketauan dan ngebuat dia marah, dia sama gua beda banget gitu, susah jelasinnya gengs , jadi gaada jalan lain selain gua putusin" kataku berusaha seambigu mungkin.

Rein menatapku penuh arti, dan aku membalas tatapan Rein dengan pandangan memohon agar jangan sampai ia beri tahu kejadian sesungguhnya.

"Tapi kalau beda gitu harusnya dia bisa paham kan ya, tapi kenapa Kara sesedih itu Kir" kata Bee kembali mendesakku.

"Iya Kir, lu tau Kir lu bisa cerita apapun ke kita, soalnya gatau kenapa beberapa bulan ini kita ngerasa lu nyembunyiin sesuatu, gua gatau itu apa, tapi itu kayak membebani lu banget" ujar Allysa menimpali, aku benar benar terpojok dan memandang Rein dengan tatapan minta tolong namun Rein hanya menggangkat bahunya dan menggeleng tidak tahu.

"Kir, kenapa?" kata Bee mengelus telapak tanganku, aku yang kaget otomatis menarik tanganku.

"Guys plis, gaada apa apa, plis jangan desek gua" nada bicaraku mulai naik, dan membuat keadaan hening.

"Kir, kita cuman peduli" kata Rein akhirnya angkat bicara.

"TAPI GUA GAMAU DIPEDULIIN" dengan reflek aku menggebrak meja dan otomatis membuat semua mata tertuju kepada kami. Aku yang semakin kesal karena diperhatikan dengan orang orang langsung mengambil tas kuliahku dan pergi meninggalkan mereka yang terdiam seribu bahasa.

Gairah Tak BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang