Dua Butir

6.1K 272 12
                                    

Warning: Kata kata kotor dan Sumpah Serapah 


Pagi hari, dan aku kacau.

Ralat, sangat kacau.

Setelah berjuang mengatasi tangisku, akhirnya aku bisa memahami dan setidaknya punya sedikit modal yang akan kubawa ujian hari ini. Meminum tetes terakhir kopi hitam tanpa gula-aku tidak peduli meskipun aku belum makan dari kemarin- akhirnya aku bersiap siap untuk kuliah. Tanpa bersusah susah untuk memakai makeup atau sekadar liptin menutupi bibir pucatku, aku buru buru berangkat, makin cepat aku menyelesaikan segala ujian sialan ini, makin baik.

Ujian berjalan cukup lancar, dan aku cukup kaget karena setidaknya aku bisa menjawab dua puluh soal dengan yakin. Dewa benar tentang soal tahun lalu-well, mungkin ini kritik lain dari sistem ujian di kampus ini- tapi aku tidak peduli, sama tidak pedulinya dengan tiga puluh soal lain yang aku jawab, asal asalan, tidak seratus persen asal, namun aku tidak peduli.

Keluar ruang ujian, aku bergegas menghindari kontak dengan manusia. Seperti layaknya ujian di Fakultas Kedokteran, semua orang keluar dengan raut lega dan bahasan mengenai ujian memenuhi udara. Seolah olah itu mengganguku untuk bernafas, aku semakin mempercepat langkahku ketika tangan seseorang meraih pundakku.

"Kir, lu gapapa kan?" ujar Rein, matanya mulai menelusuri wajahku yang jelas jelas pucat karena tidak tidur semalaman.

Aku hampir memutar mataku. Jelas aku tidak baik baik saja. "Hah? Emang kenapa? Gua gapapa" ujarku menahan semua yang ada di dada, menunjukkan sesedikit mungkin emosi di wajahku.

"Jangan boong ah kir sama gua, lu ada apa apa, dan lu ngindarin kita semua selama seminggu ujian ini" ujar Rein dengan tatapan khawatirnya yang serius, meskipun Rein adalah makhluk paling tengil yang pernah jadi temanku, aku tidak akan meragukan perhatiannya kepada teman temannya.

Aku ingin bilang padanya, bahwa tentu saja  aku menghindari mereka kalau topik yang mereka bicarakan seminggu ini adalah ujian dan ujian. Dan Bipolar sialan dan fase depresinya itu sedang parah parahnya. Tapi aku menahan lidahku. "Gua cuman agak tegang aja selama ujian Rein, lu tau kan gua  gapernah belajar sebelumnya jadi guacepet cepet pulang biar bisa belajar" 

Jelas kebohongan.

Rein masih menatapku curiga meskipun akhirnya ia melepaskan pundakku dari genggaman tangannya, kulihat roman tengilnya kembali memenuhi wajahnya. "Anjir Kir, gua kira apaan, sumpah keren lu belajar sendiri, lu tau kan gue gakkan mulai belajar kalo ga Zana jelasin dulu materinya" Rein tertawa, meskipun aku tau masih ada rasa khawatir dalam tawanya.

"Abis ini kita mau nonton, tapi lu keknya butuh tidur" ia menekankan kalimat tidur lebih dari seharusnya. "Lu tau kan Kir, lu bisa cerita apapun ke gua" ujarnya sambil tersenyum sebelum berjalan menjauhiku.

Aku melihat belakang rambutnya yang pendek dengan sesak. 

Gua pengen Rein, tapi ga bisa.

Melangkah lebih cepat menuju gerbang sebelum ada orang lain menyadari lagi wajah pucatku, aku berpapasan dengan Abimana- njir, setelah seminggu ga pernah ketemu dan ilang kenapa harus ketemu sekarang-pikirku. Aku melihat ia berjalan kearahku, tidak terlihat sedikitpun tanda tanda mengenalku dan aku membuang muka  sibuk dengan hapeku, pura pura menelfon ojek online yang sebenarnya sudah dari tadi menungguku di gerbang. Dok-Abimana- Tidak, tidak itu akan sangat aneh jika aku memanggilnya Abimana di kampus bahkan jika itu hanya dipikiranku, akhirnya bersisian denganku dan sama sekali tidak memandangku. Dengan takut aku sedikit melirik wajahnya, tidak ada ekpresi, tidak terbaca.

Sampai kamar aku langsung merebahkan diriku di tempat tidur tanpa repot repot mengganti baju dan membersihkan diri. Abimana sialan dan segala ekspresi mukanya yang tidak terbaca! Rutukku kesal. Meskipun lega setelah seminggu ini aku akhirnya bisa menumpahkan kemarahan kepada orang lain selain diriku, namun itu tidak membuatku merasa lebih baik. Seminggu ini aku benar benar kacau, aku membutuhkan seseorang, meskipun setiap saat aku sangkal. Aku butuh teman temanku terutama Rein tapi aku tau aku hanya membuat mereka bingung jika aku tidak menceritakan semua. Dan aku akan menyangkal lebih keras jika orang yang kubutuhkan itu adalah Abimana.

Gairah Tak BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang