Terma Terakhir

3.2K 300 80
                                    

Semuanya menjadi kabur, aku tidak mengingat bagaimana aku bisa tiba dirumah sakit dan sekarang terduduk di ruang tunggu dengan mati rasa.

Abimana tertembak.

Didepan mataku.

Dan dia sudah berjanji.

Abimana sudah berjanji akan mencarikan tempat kuliah yang terbaik untukku, dia berjanji untuk menjagaku, Abimana selalu menepati janjinya, aku tau itu.

Abimana tidak boleh mati.

Sedari tadi aku hanya berjalan bolak balik dirumah sakit dengan gelisah, tidak tenang jika hanya diam, namun tidak tau akan melakukan apa lagi. Aku menarik narik rambutku dengan frustasi dan menunggu sendirian di ruang tunggu UGD rumah sakit yang ramai ini, kuduga ada beberapa korban dari demo tadi yang dilarikan ke UGD, namun suasana rumah sakit itu berkebalikan dengan hatiku yang merasa sepi dan hampa. Ketakutan ketakutan dan berbagai skenario memenuhi otakku, dan rasanya makin lama makin menggila dan membuat dadaku sesak. Air mataku sudah kering karena sedari tadi yang bisa kulakukan hanyalah menangis. Hari sudah malam dan aku sudah mengabari Satria, yang shock bukan kepalang, dan akan menemuiku sesegera mungkin setelah ia mengurus kepulangan yang lain.

Perawat yang tadi membawa Abimana ke UGD sekarang berjalan kearahku dengan membawa papan clip di tangannya diikuti dengan dua orang pria yang satu kurus namun atletis, dan yang satu berisi sama atletis dan kuatnya dengan temannya.

"Mbak gimana keadaan Abimana?" kataku hampir menarik tangan perawat itu dengan cepat namun kuurungkan dan malah membuat gerakan canggung pada tanganku. Gerakannya sekilas namun aku menyadarinya, perawat itu melirik kedua pria itu dengan takut takut, namun kedua pria itu seperti purapura tidak mengindahkan perawat itu, "Pak Abimana sedang ditangani dengan dokter, namun bu , ini ada orang yang mau bicara dengan ibu" kata Perawat itu "Saya mau liat kedalem mbak, tolong saya mau liat kedalem" aku memohon mohon, namun sekali lagi perawat itu melihat takut takut ke arah kedua pria itu, "Maaf untuk sekarang gabisa bu" dan sehabis mengatakan hal itu, ia cepat cepat pergi lagi kembali ke ruangan UGD yang sibuk itu.

Pria yang kurus itu tersenyum kepadaku, namun aku hanya bisa membalas senyumannya dengan kaku yang malah tampak seperti seringai, "Kirana Almar kami dari kepolisian ada beberapa hal yang harus kami tanyakan mengenai peristiwa yang terjadi dengan Saudara Abimana" katanya dengan suara bariton yang dalam.

Aku hanya mengangguk lesu, setengah mendengar penjelasannya tentang aku sebagai saksi blablabla, aku tidak peduli, yang kuinginkan hanyalah kesembuhan Abimana. 

"Sebagai saksi satu satunya yang melihat kejadian itu, bagaimana kronologinya?" aku menjelaskan dengan singkat tentang dimulai dari kedatangan Abimana yang secara mengejutkan ke kantor polisi, lalu pembebasan ku yang dalam waktu sekejap , lalu lorong lorong kecil dan gelap yang kami lewati untuk sampai di..., bahkan aku tidak tau tadi kami akan pergi kemana, dan tibalah saat ada motor yang menghalangi jalan keluar kami , dan kejadiannya begitu cepat, ada suara tembakan , aku tidak sadar apa yang terjadi dan tubuh Abimana sudah begitu saja terkapar didepanku. Aku segera menelfon ambulans memakai hape Abimana yang masih ditanganku, yang dengan cepat datang ketika aku sedang menangis sesegukan sambil berusaha menutupi darah yang terus mengucur keluar dari dadanya dengan sia sia.

Pria kurus itu tersenyum penuh pengertian kepadaku, berusaha mengirimkan sinyal kepadaku bahwa ia mengerti kesedihanku, namun pria yang berisi satu lagi dengan rambutnya gondrong dan wajahnya yang seperti disangar sangarkan mendekati kami berdua, "Apa hubungan anda dengan Pak Abimana"katanya dengan tidak sabar.

Pria kurus itu seperti tidak setuju dengan temannya namun ia juga menunggu jawabanku, "Saya, juga gatau pak.." kataku dengan putus asa, karena pertanyaan sesederhana itu saja aku tidak bisa menjawabnya. Pria berwajah sangar itu seperti tidak percaya menatapku , namun ia melanjutkan "Baiklah anggaplah kalian dekat, apa aja yang anda ketahuin tentang Pak Abimana?" mimiknya serius sekali dan seperti ingin membunuhku hanya untuk mendapatkan jawabannya.

Gairah Tak BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang