C.A.K.E.P

5.3K 235 13
                                    

WARNING: Sumpah Serapah

Aku terbangun di sesuatu yang empuk dan beraroma kayu yang khas. Mataku mengerjap ngerjap berusaha mengingat bagaimana aku bisa sampai disini.

Abimana. Vibrator. Hukuman.

Bajuku kembali lengkap.

Aku jadi menyesal mengingatnya dan hampir memutuskan untuk pergi tidur kembali, hanya berharap tidur bisa melupakan memori semalam. Aku tidak tau berapa lama aku tertidur namun mataku tidak bisa diajak bekerja sama untuk menutup kembali dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 10. Mataku menyesuaikan kembali lingkungan ini dan aku akhirnya mengenali bahwa ini adalah kamar Abimana, kamar yang sama ketika aku terbangun dari mabuk berat beberapa minggu lalu. Aku tidak tau bagaimana caranya kami sampai disini rumah di kaki gunung dan berpindah dari kamar remang yang menyeramkan itu.

Dengan perasaan waswas aku menuruni tangga sepelan mungkin dan menemukan Abimana sedang sibuk pada laptopnya. Ingatanku kembali lagi pada semalem ketika ia mencambuk bokongku dan jika aku tidak meraba bokongku kembali aku hampir tidak percaya bahwa orang yang didepanku adalah orang yang sama semalam.

"Gua mau pulang" pernyataan yang tegas berkebalikan dengan apa yang aku rasakan.

"Tunggu sampai makan siang, si mbok-"

"Pulang sendiri, sekarang"

Rupanya pernyataanku itu berhasil mengalihkan matanya dari laptop, ia sekarang menatapku datar. Ia menimbang beberapa saat sebelum melanjutkan

"Kamu harus sarapan dulu" katanya dengan tenang.

"Engga, mau pulang" aku mulai merengek "Naik ojol, taksi, apa kek yang penting bisa keluar dari sini"

"Kenapa?"

Tangisku pecah, aku benar benar tidak bisa menahannya sekarang, aku takut dengan Abimana, sosoknya yang semalam, yang meskipun aku tidak bisa melihat wajahnya karena mataku ditutup namun aku merasakan ia menikmatinya. Namun didepanku sekarang adalah Abimana yang datar, tanpa rasa bersalah dan peduli padaku.

"Kirana, you play with fire, you must be ready to burn" . Abimana masih duduk dengan tenang, matanya menyeldiku seperti mengamati serangga, ia melanjutkan. "Kalau kamu mau mundur, sekarang waktunya, saya ambilkan kontraknya dan kita batalkan semua dan urusan kita selesai sampai disini" wajahnya tidak terbaca.

"PERSETAN DENGAN KONTRAK! DIDN'T YOUR BRILLIANT BRAIN UNDERSTAND THAT I JUST WANT GO HOME? NOW!" aku menangis makin tersedu, aku keluar dan membanting pintu sekeras kerasnya menyebabkan pintu mahoni yang indah itu bergetar. Aku berlari, makin kencang dan makin kencang hingga aku yakin Abimana tidak mengejarku. Sambil mennagis sesegukan aku memesan ojek online dan menghapus air mataku untuk menghindarkan pertanyaan dari abang ojek yang heran melihat penumpangnya menangis dengan muka habis bangun tidur.

Aku menghempaskan diri ke tempat tidur dengan kencang hingga aku takut tulang belakangku ada yang patah. Tangisku makin sedu hingga aku kesulitan bernafas, aku makin panik karena setiap tarikan nafas yang kubuat hanya membuat dadaku nyeri.

Tarik nafas.

Buang.

Aku mulai bisa bernafas.

Tarik Nafas.

Buang.

Tangisku mulai reda.

Tarik Nafas.

Buang.

Kabut yang menutupi pikiranku mulai menguap.

Tarik Nafas.

Gairah Tak BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang