★Prolog★

321 23 4
                                    

Pertama-tama ku ucapkan selamat datang. Pada awal, ku minta kerja samanya. Semoga semuanya akan baik-baik saja.

Seperti biasa pagi ini Bintang berangkat sekolah diantar oleh Rendy, kakak laki-lakinya.

Sesampainya di kelas ia sudah disambut dengan tas sahabatnya yang berada di kursi sebelahnya.

Tas? Kemana pemiliknya? Mungkin menimbulkan tanda tanya bukan?

Ayolah sahabat Bintang seorang anak laki-laki dan pastinya anak laki-laki suka nongkrong bersama teman-temannya yang lain.

Dimana lagi sang pemilik tas jika bukan berada di kantin sekolah dengan keadaan sepagi ini.

Itulah kebiasaan Dewa sahabat Bintang, dengan alasan yang pastinya sama setiap Bintang bertanya.

"Gue kan belum sarapan, Bin."

Bintang hanya bisa termenung sampai menunggu bell masuk berbunyi. Teman-teman sekelasnya juga sudah mulai berdatangan.

Bukannya Bintang tidak memiliki teman selain Dewa. Tetapi memang ia tidak dapat sedekat itu dengan orang baru.

Mungkin perlu dijelaskan bahwa Bintang adalah anak pindahan. Ia bersekolah di SMA Pelita Muda kelas XI baru 2 bulan ini. Atas perintah Dewa.

"Kalok lo di jauh. Gue nggak bisa mantau lo. Jadi lo harus di deket gue. Pindah titik," ucap Dewa beberapa bulan lalu, tak terbantahkan.

Bintang dengan berat hati harus meninggalkan teman-temannya di SMAnya yang lama, hanya untuk menuruti kemauan sahabatnya itu. Anehnya kedua orang tuanya juga ikut mendukung keinginan Dewa.

Bintang memang tidak mudah beradaptasi dengan orang baru. Untung saja ada yang mau berteman dekat dengannya. Walaupun hanya satu orang saja.

Salshabilla Putri Agatha. Dia adalah orang pertama yang menyapa Bintang dan mengulurkan tangan untuk berkenalan.

Entah mengapa Bintang sangat sulit untuk beradaptasi dengan orang baru. Padahal ia sama saja seperti siswi pada umumnya, bukan gadis nerd seperti sinetron-sinetron Indonesia yang harus dikucilkan.

Rambut yang lurus berwarna hitam legam, tanpa poni. Kulit yang berwarna putih langsat khas perempuan Indonesia. Hidung yang tidak terlalu mancung. Pipi yang sudah seperti bakpao, tidak Bintang bukanlah gadis yang gemuk tetapi memang lemaknya terkumpul di kedua pipinya. Tinggi yang lumayan untuk gadis seumurannya, walaupun terlampau cukup jauh dari sahabatnya Dewa, mungkin hanya dapat sampai sebatas dagunya saja, tipikal pelukable. Ada yang terlupakan bola mata yang sangat hitam dan mata yang membentuk bulan sabit jika tersenyum, tanpa terhalang kaca mata.

Sebenarnya cukup manis jika Bintang tersenyum hanya saja ia jarang memperlihatkannya, setelah hari itu.

Bukannya Bintang tidak mau tersenyum atau tertawa, tetapi semua senyum dan tawanya hanyalah topeng yang menutupi wajahnya tidak tulus dari hati atau mungkin bisa dibilang terpaksa.

Tidak ada yang tau tentang lukanya kecuali sahabatnya Dewa dan keluarganya. Mungkin semua temannya dapat terbuai dengan topeng itu tapi tidak dengan Dewa. Dewa tahu mana yang tulus dan mana yang kesannya terpaksa.

"Udah lah Bin, nggak usah bohongin publik sama tawa palsu lo itu, gua udah hafal ya!!" kata Dewa yang tiba-tiba datang dari luar kelas.

Bintang yang sedang berbincang-bincang dengan Salsha, yang berada tepat di bangku belakangnya. Segera saja memutarkan kepalanya dan menghadap ke Dewa yang berada disampingnya.

"Nggak usah sok tau deh lo. Tiba-tiba nongol aja belagu."

"Sinis banget, Dek, lagi PMS ya? Hahaha," goda Dewa.

B1NT4NGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang