Shit, I love you (part 2)

91.4K 1.5K 58
                                    

Ken's POV

Aku sudah meyakinkan hatiku puluhan kali. Sulit untuk mengakuinya tapi aku tau aku tidak bisa lari lebih dari ini. Aku menyiksa diriku sendiri karna hal bodoh yang tidak bisa kulewati. Parahnya, aku terus menjalani semuanya dengan perasaan bersalah. Dan tersiksa. Aku membohongi diriku lebih dari yang seharusnya.

Sejujurnya, merasakan bagaimana Claudy masih memperhatikanku dan masih mempedulikanku merupakan hal terbaik yang kurasakan sampai saat ini. Tapi aku malah bertingkah bodoh dan bersikap kasar tanpa juntrungan. Sialnya, perjuanganku selama ini seakan sia-sia. Aku melakukan segala cara agar perasaan bodoh ini hilang dan terlupakan. Aku berusaha agar ingatan akan Claudy dan Daniel tidak terus menempel padaku. Namun, tidak berhasil.

Sudahlah, aku masih belum tau harus bagaimana kedepannya nanti. Jadi yang pertama bisa kulakukan hanyalah berterima kasih atas cream soup yang sudah ia buatkan untukku. Uh, tapi bagaimana caranya?

Mungkin besok sembari berbasa-basi mengajaknya berangkat bareng kekampus? Aneh tidak ya?

Kayaknya aku kebanyakan berfikir ini itu sampai lama-lama aku tidak melakukan apa-apa. Baiklah, sudah kuputuskan! Akan kukatakan malam ini.

Aku berjalan menuju rumah Claudy dan sepertinya rumahnya sedang tidak ada orangtuanya. Aku tau dia baru pulang dengan Daniel. Brengsek, baru memikirkan itu saja aku sudah kesal duluan. Tapi kulihat juga mobil Daniel sedang tidak ada di rumahnya, kemungkinan dia sedang pergi setelahnya. Baguslah, tidak akan ada yang menggangguku.

Sepertinya mendekati anak tangga didalam rumah Claudy menuju lantai atas yakni kamarnya, aku menarik napas berkali-kali meyakinkan diriku sendiri. Lalu setelah sampai dikamarnya, aku mau bilang apa selain terimakasih? Masa habis itu aku langsung SKSD tidak jelas? Argh! Aku jadi pusing sendiri!

Ayo, Ken!

Aku mengetuk pintu dengan canggung karna sebelumnya aku tidak pernah mengetuk begini segala tiap kekamarnya sejak kami kecil.

Saat Claudy membuka pintu kamarnya, aku otomatis menelan ludah, sedangkan kusadari Claudy langsung bengong dengan muka cengo.

Selama beberapa saat kami bertatapan dengan tidak jelas. Aku bingung harus bicara apa. Claudy sendiri seakan menatapku seakan aku tidak nyata.

"Lo ngapain? Pake ketok pintu segala lagi. Gue kira siapa." Katanya begitu tersadarkan, "Ayo masuk." Ajak Claudy seraya membukakan pintunya agar aku memasuki kamarnya.

Aku menggigit bibir bawahku tanpa sadar dan memasuki kamarnya seraya mulai menggaruk-garuk belakang leherku yang sama sekali tidak gatal.

Ketika Claudy sudah menutup pintu kamarnya, aku mengepalkan kedua tanganku. Ketika aku membalikan badan kehadapannya, kulihat Claudy tengah menatapku dengan kedua alisnya yang terangkat.

"Dasar. Gue sogok cream soup aja, baru sadar lo." Claudy mendecak-decak.

Aku otomatis mengulum senyumku. Aku hampir lupa betapa santainya Claudy tiap aku berhasil membuatnya kesal, "Thanks, udah gue makan sogokan lo." Balasku seraya menyeringai.

"Enak kan?" Tanyanya.

"Enak." Jawabku, "Kayak lo."

Jantungku langsung meloncat kesenangan saat kusadari wajahnya langsung merona akibat celetukan genitku.

Claudy langsung berdeham untuk menyembunyikan perubahan ekspresinya yang sayangnya sudah kusadari terlebih dahulu, "Jadi? Lo mau kesini karna mau ngajak damai atau karna mau ngajak ribut nih?"

Mau tak mau aku jadi tertawa, "Udalah, gue nggak akan bisa menang lawan lo." Gelengku akhirnya, "I'm give up. You win. Ayo baikan." Aku mengacungkan tanganku membentuk tinju kehadapannya.

Claudy tersenyum, "Let's forget everything. You know bestfriend can never split." Katanya seraya membalas tinjuku.

Aku mengangguk, "Never again." Lalu aku meraihnya kedalam rangkulanku, "Maafin gue, Clau. Untuk semuanya.. Untuk 2 tahun ini.."

Aku bisa merasakan Claudy membalas rangkulanku tak kalah erat, "Maafin gue juga, Ken.. Gue yakin, lo tau gue yang paling harus minta maaf sama lo.."

Rasanya, segala sakit hatiku selama ini, seakan sirna terlupakan tanpa bekas sama sekali. Seluruh perasaanku yang hancur serasa tersembuhkan. Hanya dengan kembali bersama dengannya, walau hanya sebagai sahabatnya, kali ini aku berjanji tidak akan berani mengacaukan segalanya lagi. Tidak akan lagi. Aku tau dia terlalu berharga untukku. Aku tau selama ini, tidak ada satupun yang bisa menyembuhkan hatiku selain dirinya. Aku hanya perlu dia tetap ada disampingku. Aku terlalu egois karna sebelumnya aku begitu menginginkannya lebih dari yang seharusnya.

Apapun perasaannya padaku, apapun perasaannya pada Daniel, aku tau, keduanya tidak akan pernah bisa kuhapuskan begitu saja dari hidupku. Walau hatiku luar biasa sakit saat memikirkannya dan kembali teringat akan fakta yang satu itu, tapi aku jauh akan hancur begitu aku kehilangan keduanya, atau memaksa diriku sendiri untuk menjauhkan diriku dari keduanya.

"Ken.. Lo dan Daniel sama-sama berarti buat gue. Tapi, gue nggak akan bisa.." Aku bisa menebak kata-katanya selanjutnya

"Gue tau.." Aku memejamkan mataku. Menahan seluruh rasa sakitku dan menelan fakta itu sejauh-jauhnya, "Lo nggak akan bisa bales perasaan gue sepenuhnya."

Claudy menarik nafas panjang dan mengeratkan pelukannya padaku, "Maafin gue.." Ucapnya sungguh-sungguh karna kurasakan tangannya yang memelukku terasa gemetar. Dia terlalu takut untuk menyakitiku.

Aku menggeleng. Tidak apa.

"Tapi gue mohon, jangan hancurin diri lo lebih dari ini, Ken.. Gue mohon.."

Hanya karna kata-kata itu saja, aku bisa merasakan bentengk pertahananku selama 2 tahun ini, hancur sudah. Aku tidak akan pernah bisa menutupi apapun darinya. Bahkan seluruh pertahananku, seakan tidak bisa berhasil untuk menutupi kehancuran hatiku yang tidak pernah mau untuk kuakui. Aku benci mengakui ini, tapi aku merasa sakit hati yang kurasakan begitu memilukan. Dan menyakitkan. Sampai-sampai rasanya, aku tidak mau lagi untuk kembali merasakan perasaan ini. Perasaanku pada Claudy.

"Apapun lo sekarang, gue akan tetap sama. Lo tetep Ken yang harus gue ingetin ini itu, dan tetep Ken yang harus gue aduin ke Daniel tiap tingkah lo mulai kelewatan." Dia melepaskan pelukannya dariku. Lalu menatapku dan tersenyum, "Udah cukup, Ken.. Jadi playboy emang udah bawaan dari daya tarik lo, tapi jadi orang yang seenaknya ngancurin perasaan cewek-cewek diluar sana, gue nggak mau itu terus berlanjut, karna gue tau, lo nggak brengsek. Kata-kata gue nggak akan bisa bikin lo berubah, tapi saat lo akhirnya sadar akan seberapa penting perasaan dan suatu hubungan, saat itu juga secara otomatis lo pasti akan perbaiki ini semua."

Saat itu, aku belum memahami maksud dari kata-katanya. Jadi aku hanya mencoba mencernanya dan mengangguk.

Saat mataku bertemu dengan matanya, aku tau aku kembali teringat akan bagaimana pentingnya dirinya untukku. Akan seberapa besarnya hasratku untuk memilikinya hanya untuk diriku sendiri. Meskipun hatinya, bukan untukku.

Aku mengelus pipinya sekilas dengan tangan kananku.

"Gue seneng banget bisa ngeliat lo lagi." Kataku, "Lo selalu cantik." Aku tersenyum tanpa sadar.

Kedua bola mata Claudy yang kutatap, samar-samar terlapisi lapisan bening yang menatapku balik.

Kenapa hatiku begitu sakit? Kenapa aku begitu menginginkan dirinya untuk menatapku seorang?

"Thankyou," Claudy memejamkan matanya dan menghela napas, "Thank God, our Ken is back."

Aku begitu mencintainya sepenuh hatiku. "I'm back." Senyumku padanya.

Claudy tersenyum membalasku, "Welcome home."

Ya. Aku akhirnya kembali. Karna saat bersamanya, apapun yang terjadi, aku merasakan rumahku kembali. Karna saat bersamanyalah, aku merasa diriku seutuhnya ada disana.

Kalau dengan menjaganya mulai sekarang, aku bisa terus bisa bersamanya dan ada disisinya selalu, maka tidak apa-apa. Karna sekarang, tugasku hanyalah menjaganya. Dari jauh. Karna biar bagaimanapun, di dekatnya sudah ada Daniel.

Shit. Batinku. I love you.

Still.. and always be..

SEX APPEALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang