The one you love

50.2K 1.2K 238
                                    

Claudy's POV

Aku bahagia luar biasa setelah masalah Elin akhirnya terselesaikan. Setelah jalan yang berliku dan panjang, akhirnya sahabatku itu mendapatkan keadilan. Ayah tiri Elin akhirnya ditangkap, dengan bantuan video dan kesaksian Elin, juga penguatan tuntutan hukum yang diberikan Om Rei, akhirnya semuanya beres. Lelaki brengsek itu akhirnya  berhasil dijebloskan ke penjara setelah melalui sidang meski dia sudah melakukan pembelaan ini itu. Sejak saat itu, hubunganku dan Elin semakin kuat. Aku lebih memahami dirinya sekarang. Aku berjanji pada diriku sendiri, aku tidak akan lagi hanya memikirkan diriku sendiri. Aku sudah memiliki hidup yang luar biasa lebih baik ketimbang Elin yang harus melalui berbagai macam rintangan dan masalah didalamnya. Sementara aku, kadangkala tidak menyadari betapa bersyukurnya diriku memiliki keluarga yang hangat juga sahabat-sahabat yang begitu peduli padaku. Elin begitu perhatian akan perasaanku dan sangat memperdulikanku dalam situasi apapun, Ken seringkali menggodaku dan walau masih dekat dengan banyak cewek, tapi dia selalu ada untukku. Sementara Daniel..

Semenjak malam itu, aku berusaha keras untuk mengenyahkan perasaanku pada Daniel. Aku tidak menjauhkan diriku padanya ataupun mengubah sikapku sama sekali. Aku sudah bilang kan aku tidak akan membiarkan apapun menghancurkan hubungan persahabatan kami lagi? Aku hanya berusaha bersikap sebiasa mungkin dan menunjukan bahwa aku baik-baik saja dan memang begitulah adanya. Meski hatiku kadang nyeri dengan perhatian yang juga diberikan Daniel pada Elin, tapi aku merasa keduanya begitu cocok. Aku tau dari cara keduanya saling bertatapan, perasaan mereka  berdua sama. Namun, kuyakin, Daniel belum menyadarinya. Dia terlalu fokus akan perasaan pedulinya padaku, sampai-sampai dia tidak menyadari bahwa ada perbedaan yang besar antara kepedulian dan rasa cinta.

* * *

Daniel's POV

Aku menoleh dan tersenyum menatap Elin. Aku suka bagaimana dia menyukai koleksi buku yang kumiliki di rak buku dikamarku. Tidak pernah kusangka, dirinya yang urakan ini, bisa mencintai buku sebagaimana juga aku mencintai buku.

"Astaga, koleksi buku lo lengkap banget deh! Bahkan lo punya yang edisi lama ini!" Katanya seraya berdecak kagum.

Aku tertawa ringan, "Buku gue nggak sebanyak lo yang diem-diem juga ngoleksi berbagai jenis buku di rumah lo sampai-sampai Nyokap lo ngoceh-ngoceh!" Balasku.

Elin mencibir lucu, "Huh! Gue nggak akan ajak lo kerumah gue lagi kalo gitu biar nyokap gue nggak ngadu yang macem-macem!" Katanya tapi matanya masih sibuk mengitari rak buku milikku, "Wah, apa ini.."

Tersentak, aku segera meloncat dan menarik tangannya dari album foto masa kecilku, "Not that one!"

Menyadari paniknya ekspresiku, cewek ini justru menaikan alisnya dan tersenyum jahil, "Aw! Kenapa muka lo langsung merah begitu?"

Aku segera mengalihkan wajahku dan menarik album tersebut dari tangannya dengan tanganku yang satu lagi.

Tapi Elin justru mengangkat album itu lebih cepat dariku, "Not a chance!" Dia menjulurkan lidahnya kedepan wajahku.

Ups. Kenapa wajah kami mendadak sedekat ini? Dan kenapa wajahnya jadi merona begitu?

Sial, kenapa aku tidak bisa mengalihkan mataku darinya? Kenapa ketika wajahku semakin dekat dengan wajahnya, dia tidak mendorongku atau bahkan menamparku kalau perlu?

Bisa kucium aroma manis dari nafasnya yang mengenaiku. Jantungku berdetak lebih keras dari yang seharusnya. Mataku menatap manik matanya dan bibirnya bergantian. Aku membuka bibirku sedikit dan begitupula dia. Aku tidak tau apa yang membuatku merasa begini. Tapi, aku tidak mau menghentikannya saat bibir kami semakin berdekatan, dan akhirnya bersentuhan. Mataku terpejam saat aku merasakan bibirnya pada bibirku. Nafasnya terasa begitu hangat dan ketika aku melumatnya dengan ciumankh, aku merasakan rasa manis dari sisa permen di bibirnya.

Elin menjatuhkan album foto yang tadi digenggamnya dan tangannya ganti berpengangan pada ujung kausku. Kusadari kakinya yang lemas akibat ciuman kami. Aku membuka sedikit mataku dan melihat matanya yang terpejam seakan menaikan diriku untuk memeluk pinggangnya dengan kedua tanganku.

Bibirnya terasa begitu manis dan aku tidak bisa menahan untuk tidak menghisap rasa bibirnya itu. Merasakan bagaimana Elin membalas ciumanku, aku tidak tahan untuk menggunakan lidahku dan memasukannya kedalam ciuman kami. Dari tarikan nafasnya aku tau dia merasakan apa yang juga kurasakan. Ciuman kami semakin intim dan aku tidak tahan untuk meremas pinggangnya saat lidahnya membalas lidahku.

Aku menekan tubuh Elin dan dia mundur tanpa perlawanan. Aku menekannya hingga dia membentur rak bukuku dan bersender disana. Satu tanganku yang lain bergerak naik kebelakang tengkuknya dan desahan Elin lolos dari tengah ciuman kami berdua. Tangannya berpegangan pada ujung bajuku dan meremasnya. Aku menyadari hal itu dan membawa kedua tangannya agar ganti memeluk tubuhku. Mendengar desahannya yang tadi, aku membuka mataku dan meremas tengkuknya lagi dengan lembut.

Aku tersenyum diantara ciumanku dengannya saat menyadari tubuhnya merinding akibat sentuhanku. Tangannya meremas punggungku dan jari-jarinya terasa begitu menggodaku.

Oh tidak. Aku tidak yakin bisa berhenti.

* * *

Elin's POV

Aku tersentak begitu aku membuka mataku. Mataku bertemu dengan Daniel yang ternyata juga tengah menatap mataku. Aku melepaskan bibirku darinya dan mendorong tubuhnya dengan tanganku walau kutau tenagaku nyaris hilang karna ciuman hebat yang barusan diberikan cowok ini padaku.

Selama beberapa saat, aku hanya bisa menatap Daniel dengan jantung berdebar dan nafas kami yang masih agak kacau. Daniel tidak mengatakan apapun padaku dan hanya balas menatapku.

Tapi aku tidak tahan ditatap olehnya lebih lama lagi. Akhirnya aku segera melarikan diriku darinya dan hendak keluar dari kamarnya. Namun Daniel seperti tersadar dan segera menarik lenganku.

"Lin! Jangan pergi!" Sergahnya tanpa melepaskan tangannya di lenganku.

Aku memejamkan mataku dan menelan air mataku tidak berani menghadap cowok ini

"Lin, gue.." Tangan Daniel menuruni lenganku dan jari-jarinya saling terkait dengan ruang-ruang di antara jariku.

"Nggak, Niel. Gue tau." Aku memotong kata-katanya sebelum Daniel menyelesaikan kalimatnya dan menyakitkan hatiku.

"Tau.. apa?" Tanya Daniel pelan dan tidak yakin.

"Yang ada buat lo.." Aku menghela nafas, "Cuman Claudy kan?"

Jari-jarinya yang terkait pada jari-jariku, semakin kuat meremasku disana.

"Itu yang awalnya gue kira." Ganti Daniel yang menghela nafas, "Tapi kalo emang cuman Claudy yang ada buat gue, mana mungkin gue ngejar lo malam itu kan?"

Aku menoleh dan menatap Daniel tidak percaya. Daniel tidak terlihat berbohong sama sekali.

Apa..

Apa dia serius?

"Saat gue liat lo nangis.. rasanya gue juga hancur. Saat gue bayangin lo ngerasain beratnya masalah yang menimpah lo, gue ikut ngerasa nggak sanggup. Dan saat lo bilang lo mau mati, gue bahkan mikir gue akan ikut mati sama lo." Daniel memejamkan matanya, "Perasaan gue ke lo, nggak bisa dijelasin. Gue nggak pinter ngomong, Lin. Gue nggak tau kenapa gue terus kebayang senyuman dan suara tawa lo saat gue keiinget tentang lo. Gue nggak tau kenapa gue ngerasa bahagia saat liat lo senyum."

Aku masih tidak percaya dengan apa yang kudengar.

"Sekarang.. Gue mau tanya sama lo." Daniel membuka matanya dan kembali menatapku lekat-lekat, "Kalo gue bilang, gue jatuh cinta sama lo, apa jawaban lo?"

* * *

SEX APPEALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang