Chapter 1

6.9K 447 60
                                    

Gray menyandang tas di punggung, dia juga menyelipkan pisau berburunya di pinggang yang dulu pernah dia berikan pada Helena.

Nagisa sudah menunggu di luar kamar bersama Djin dalam bentuk kucing hitamnya. Mereka berdua sudah siap menemani Gray dalam perjalanannya.

"Apa kita harus melapor kepada Master Drake dulu, Gray?" tanya Nagisa berjalan di samping Gray di lorong menuju gerbang luar benteng Ordo.

"Tidak, lagipula dia masih dalam masa pemulihan," jawab Gray.

"Nggg... Oke," tukas Nagisa terdiam.

Ketika mereka sampai di gerbang masuk benteng, Irene ditemani Kayna, William, dan juga Chloe menyambut mereka. Irene masih menggunakan kruk sebagai alat bantu berdiri, sebenarnya dia masih dalam tahap penyembuhan selepas pertarungan kemarin, tapi dia memaksakan diri untuk melepas kepergian Gray setelah mendengar rencana pemuda itu.

"Apa kalian akan kembali?" Irene bertanya kepada Gray.

"Aku tak tahu apakah masih bisa kembali ke sini," balas Gray.

Irene tersenyum. "Kami tetap menyambut kalian kok, tempat ini akan selalu menjadi rumah kalian untuk pulang," katanya.

"Terima kasih, Irene," kata Nagisa.

"Kakak! Tolong bawa Kak Helena pulang lagi," pinta Chloe.

Nagisa tersenyum sembari memegang erat kedua tangan adiknya itu. "Pasti!"

William yang tubuhnya penuh perban berjalan terpincang, matanya mengarah langsung kepada Gray. Salah satu tangannya membawa bungkusan kain kumal cokelat.

"Mungkin kita belum terlalu mengenal satu sama lain, tapi aku tahu kau kehilangan pedangmu. Ksatria tanpa pedang hanya akan menjadi beban," ujar William.

"Apa maksudmu?" tanya Gray curiga.

"Aku tahu seseorang yang bisa membantumu mendapatkan senjata lebih dari senjatamu dulu, hanya dia yang tahu jalan ke tempat para penempa itu, karena dia memegang salah satu senjata dewa yang membuat para penempa itu patuh padanya," kata William.

"Senjata dewa?" Gray heran.

"Ya, kami menyebutnya Regalia, tapi hanya beberapa orang yang terpilih memilikinya. Tak sembarang orang mampu memegangnya. Tapi untukmu kupikir Regalia tidaklah cocok, kau harus membuat sendiri senjata yang sesuai dengan tanganmu, senjata yang tahu keinginan pemiliknya, dan hanya dia yang tahu lokasi sang penempa legendaris itu," Anehnya wajah William terlihat jijik ketika membicarakan hal ini, seolah dia sedang membicarakan hal yang paling tidak disukainya. 

"Siapa orang yang tahu lokasi penempa itu?" tanya Gray.

"Dia seorang pedagang barang antik, cari dia di kota itu. Dia orang paling menyebalkan yang pernah kukenal. Oh tentunya dia akan meminta bayaran sebagai gantinya, jadi bawalah ini," William menyerahkan bungkusan kain kumal cokelat kepada Gray. 'Sebelum kau melakukan apa yang kau mau temuilah dia dulu, karena itu akan membantumu menyelamatkan dia."

Gray tak mengerti tapi dia menerima bungkusan itu tanpa memeriksanya, rasanya berat di tangannya, dia memasukkan ke dalam tasnya. Setelah itu Gray, Nagisa, Djin melanjutkan perjalanan mereka, menuruni bukit menuju stasiun kota.

"Hei semuanya!"

Mereka bertiga menengok ke belakang, melihat Christi melambaikan tangan dan menyandang tas ransel di punggung.

"Kau mau kemana?" tanya Nagisa heran.

"Aku memutuskan ikut dengan kalian!" kata Christi bersemangat.

"Hah?" Gray dan Nagisa keduanya melongo heran.

"Bukankah mereka memerlukan kehadiranmu?" tanya Nagisa.

The Exorcist: Descendant of the KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang