Prologue

3.6K 285 53
                                    

Kejadian itu terjadi dalam beberapa sekon saja tapi atensi terpusat luar biasa. Sorot tajam dan merendahkan itu terlayang padanya tanpa ampun seolah-olah ia baru saja melakukan sebuah dosa besar.

Apakah sebuah kesalahan menampar seorang tamu karena perlakuan tidak sopannya? Kronologisnya Minatozaki Sana hanya tidak sengaja menumpahkan wine ke baju salah seorang tamu. Dengan penuh tanggung jawab ia juga membersihkan baju tamu itu tapi ia justru mendapatkan perlakuan tidak sopan. Pria itu malah menggerayangi lehernya tanpa permisi.

Dunia memang tidak adil bagi manusia-manusia rendah. Peradaban ini yang bilang bahwa manusia tanpa kekuatan hanya akan terinjak. Sekarang Sana harus berlapang dada menerima kenyataan bahwa insiden itu yang membuat manajernya marah. Katakan selamat tinggal pada bar neraka itu. Tamu itu mungkin kelewat penting sampai bisa mendepaknya keluar dalam hitungan jam.

Hatinya meratap dan merutuk sepanjang kakinya menyusuri jalan pulang. Berulang kali ia menahan diri agar atap hatinya tidak runtuh. Hal apa yang bisa ia syukuri sekarang? Ayahnya mendekam di balik jeruji besi dan ia harus bekerja keras hanya untuk mempertahankan sebuah rumah kecil.

“Kau mengambil barangku!” Suara berat itu membuyarkannya. Sana mendengus. Tamu sialan itu sama sekali tidak segan setelah apa yang ia lakukan. Pria itu masih mengenakan kemeja putih dengan noda wine di bahu kanannya.

“Tolong kembalikan! Aku akan membiarkanmu pergi dengan tenang.”

Sana mengernyit dengan tudingan itu. Ia bahkan tidak menyentuh tubuhnya sedikit pun.

“Aku? Mengambil barangmu?” tanya Sana tidak terima.

“Kalung yang kau pakai sekarang, itu punyaku.”

Netra Sana membulat seketika.

“Anda ini gila ya?” gumam Sana pelan. Gadis itu berbalik enggan meladeni tamu sialan itu. Bukan salah pria itu jika sekarang ia menarik lengan Sana yang mau seenaknya pergi.

“Aku sudah minta baik-baik.”

“Pak, tolong lepaskan tangan anda! Kalung ini hadiah dari ayah saya!” tegasnya sambil berusaha meloloskan tangan rampingnya.

“Pak?” Pria itu memekik tidak terima dipanggil demikian. Detik berikutnya ia terpaksa melepas gadis itu karena organ kebanggaannya diserang tiba-tiba. Ia meringis, tubuhnya meringkuk sambil menyaksikan gadis itu lolos dari mata predatornya. Kadang-kadang perempuan memang menyeramkan.

*

Tak peduli berapa kali Sana menggoyang-goyangkan gerbang rumah kecilnya, itu tidak akan membuka segelnya. Tamat hidupnya sekarang, rumah kecilnya benar-benar disita. Matanya terpejam berusaha meluruhkan beban yang datang kepagian. Ia mencoba tetap tenang untuk memikirkan jalan keluarnya. Paling tidak ia harus punya tempat singgah untuk sementara waktu sambil mengurus nasib rumahnya yang terancam kena lelang karena utang ayahnya yang lewat jatuh tempo.

“Oke, Sana, tenang!” Ia merogoh ponselnya mencoba menghubungi seseorang hingga sebuah mobil menghampirinya.

“Oh, Noonna!” Bocah laki-laki dua belas tahun itu melonjak turun. Sana sempat kaget saat melihatnya tapi ia kemudian ingat dengan bocah itu. Namanya Yeonjun, kakak dari bocah perempuan yang ditolongnya beberapa hari yang lalu. Benar saja, sekarang perempuan manis itu ikut keluar dengan senyum cerianya.

“Oh, kenapa kalian ada di sini?” tanya Sana keheranan.

Noonna, apa hari ini punya waktu?” tanya Yeonjun kemudian. “Ayo kita makan siang bersama!”

Astaga Sana benar-benar tersentuh dengan ajakan Yeonjun. Sana bersumpah, Yeonjun itu punya hati yang sangat lembut dan perhatian. Ia bahkan baru mengenal Sana beberapa hari yang lalu.

Cedar HedgeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang