Ternyata selama ini Taehyung salah. Dia selalu berpikir jalan Sana terlalu lambat. Sekarang ia menarik asumsi itu sebab gadis di depannya berjalan lebih cepat dari yang selalu ia bayangkan.
Hingga pertandingan kecil Taehyung melawan kakak tertuanya usai, Sana masih saja sibuk menelpon orang-orang. Dan sesuai prasangkanya, hasilnya nihil. Apresiasi pada Seokjin yang pintar sekali menyimpan skenario.
Tuan bungsu itu menenteng bola oranye-nya sedang dua kakaknya sudah masuk sejak tadi. Langkahnya ia percepat demi menyusul si gadis pengasuh. Kakinya ikut terhenti, sejenak menghayati sekon demi sekon yang menyesakkan karena tidak satu pun klinik yang Sana hubungi mengetahui keberadaan sang ayah.
Coba Sana memilih berbalik dan bertanya pada pemilik surai hitam itu, ceritanya tentu akan berbeda.
Dug.
Emosinya tertahan ketika bola oranye itu menghantam bahunya keras. Bola itu pun terpental ke samping. Bisa-bisanya Taehyung memancing keributan di saat kritis begini.
"Taehyung, berhenti menggangguku!" ujar Sana dibarengi kekeh jahil Taehyung. Ia berbalik hanya untuk mendapati pria itu mengambil beberapa langkah maju. Ia pikir pemuda itu menanti jawabannya setelah sukses mengungguli Seokjin dalam satu set pertandingan basket.
"Jangan paksa aku menjawab sekarang!"
"Tidak," jawabnya singkat. "Justru aku mau bilang... kau boleh menolakku, tapi aku masih akan menunggumu."
Demi apapun, andai Taehyung mengulangnya lain waktu Sana mungkin akan memberikan apresiasi terbaiknya. Apalagi dengan netranya yang menyorot hangat itu, Taehyung sukses menjelma menjadi sosok lain yang afeksionis.
Gadis itu mengangguk lemah lantas menghela napas pendek berniat mengambil langkah lain namun Taehyung lebih dulu menarik lengannya. Tubuhnya yang ramping itu terhempas dalam pelukan Taehyung, merasakan hangat yang membawa damai.
Pria itu berdecak pelan sebab gadisnya selalu saja diam jika itu soal perasaannya. Membuatnya selalu sibuk menerka seorang diri. Menenggelamkannya pada keingintahuan yang semakin dalam. Di lain sisi ia peduli dengan cemas yang menyeruak. Lalu dia pikir rasa miliknya adalah satu yang bisa ia kesampingkan dari sekian banyak hal.
Tangan itu mengusap pelan punggung Sana yang naik turun.
"Tenanglah, ayahmu itu tidak apa-apa!"
**
Matahari sudah menyingsing membuat sorot keemasan itu menembus serat kain merah jambu di jendela kamar. Sana mengerjap beberapa kali menyadari ada beberapa kepala di sekeliling ranjang. Satu dua tiga... oh kenapa byeongari ada di sana?
Kernyit heran terukir samar dan semakin jelas ketika ia sadari ia tidur memeluk setangkai mawar merah. Diangkatnya tinggi mawar itu seiring netranya membelalak sempurna.
"Tuan putri sudah bangun!" pekik Beomgyu menarik atensi Sana.
"Yey tuan putri bangun!" sorak Lia dan Yeji girang membuat Sana semakin bingung. Mereka itu masih bermain peran atau Sana terbangun di negeri dongeng. Sekarang ia juga sadar ada mahkota bunga di kepalanya. Ia tidak tahu apa yang terjadi ketika ia tidur tapi sepertinya itu perbuatan seseorang yang ia kenal 'buruk'.
"Hey, kenapa kalian di sini?" tanya Sana selanjutnya.
"Pangeran Bungsu yang menyuruh kami menjaga tuan putri!" jawab Hyunjin membuat Sana memutar bola mata. Benar 'kan dugaannya, pasti Taehyung. Ia langsung memijat pelipisnya.
"Ini masih pagi, kalian mau saja disuruh-suruh,"
"Iya soalnya Pangeran mau pergi jauh," jawab Felix.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cedar Hedge
Fanfiction[Completed] Awalnya Sana menjadi bagian dari Cedar Hedge karena terpaksa. Tapi di kesempatan berikutnya ia sadar, bahwa itu adalah hadiah untuknya. "Katakan selamat tinggal pada Pewter Dove, kau milik Cedar Hedge sekarang." kata Taehyung. Cedar Hedg...