(22) White Wine

1.3K 196 59
                                    

Hanya wangi vanila yang merasuk semakin kuat ketika kakinya menyambangi kamar itu. Si gadis pengasuh masih terduduk, diam terpaku sementara pria berbahu lebar itu memandangi gestur tubuhnya penuh beban. Sana tidak punya keberanian menegakkan kepalanya menatap Seokjin sejak hari itu. Satu helaan napas pun lolos dari mulut Kim Seokjin.

"Lupakan parfum itu Sana, lihat aku sekarang!" titah Seokjin namun gadis itu menggeleng kuat.

"Maaf membuatmu kecewa," lirihnya.

Sekali lagi Seokjin menghela napas berat. Tentu ada sedikit kekecewaan yang hinggap ketika ia saksikan hadiahnya hancur berkeping-keping di tanah, tapi itu tidak lantaran membuat hatinya terganggu. 

Harusnya Sana percaya kata Taehyung, bahwa Seokjin sungguh tidak melihat masalah itu terlalu serius. Ya, ada banyak masalah penting yang harus Seokjin hadapi dan ia tidak mau repot menambah perkara lain ke dalam daftar itu.

"Ya sudah, aku di bawah kalau begitu," Seokjin berlutut di depan Sana membuat netranya membulat oleh rasa terkejut. Upayanya itu sukses membuat Sana menatapnya.

"Oppa, apa yang kau lakukan? Duduklah di atas!" 

"Ssshh," Seokjin menahan tangan Sana menegaskan untuk tidak banyak bergerak dan membiarkannya semua berjalan seperti keinginan si putra sulung. 

"Aku yang harusnya minta maaf padamu," suara napas Seokjin membuat Sana tertegun. Netra hitamnya yang nanar melakukan tugasnya dengan baik, ia hantarkan ketulusan itu ke kalbu si gadis pengasuh. "Aku tidak memberitahumu sejak awal bahwa ayahmu sudah bebas,"

Kening Sana mengerut, bibirnya terkatup rapat sedang benaknya berusaha mencerna pengakuan Seokjin yang begitu tiba-tiba. 

"Kau tahu ayahku bebas?" 

"Uhm, saat kau kembali ke Pewter Dove, aku datang ke sel tahanan dan membebaskan ayahmu dari sana," cerita Seokjin pelan-pelan, "Tapi ayahmu mengatakan untuk menyembunyikan ini darimu,"

Sana makin tenggelam dan terperangah. Benaknya tidak berhenti mencari hilir dari semua yang Seokjin lakukan. 

"Maaf ya?"

"Op-Oppa, kenapa kau melakukan ini?" tanyanya setelah yang ia temukan hanyalah kekosongan. Namun Seokjin tidak lekas menjawab seperti sebelumnya. Pria itu bahkan tidak membiarkan Sana membuat asumsi. Tidak ada petunjuk yang ia tinggalkan untuk dikeruk.

"Apa menolong orang baik itu... butuh alasan?"

"Kita tidak sedekat itu, Oppa," ucap Sana penuh keraguan setelah ia gelengkan kepala perlahan. Sekarang Seokjin mengerti kenapa Taehyung saja tidak menolong Sana terang-terangan. Sana selalu penasaran dengan alasannya. 

"Jawabanku mungkin akan membuatmu menyesal telah datang ke Cedar Hedge, tapi aku sungguh membutuhkan kalian,"

Suara Seokjin kali ini benar-benar dalam dan menyentuh ujung kalbu. Tapi benak Sana berpikir cepat.

"Apa itu masih soal Taehyung?"

"Sayangnya lebih luas dari itu," jawab Seokjin. "Mau bertemu ayahmu? Kuantar sekarang,"

**

Denting alat makan dan cuap byeongari terdengar hangat mewarnai ruang makan. Sesekali mereka akan berebut sosis hingga Sana memotong sosis itu dan membaginya dengan adil. Sementara itu Taehyung mengulas senyum di depan pintu menyaksikan adik-adiknya berbagi makanan hingga Sana menyadari kehadirannya. Mereka hanya saling bertatapan dan tersenyum kecil.

"Wah, sepertinya waktunya pas buat makan kinoko no yama!" serunya membuat atensi byeongari tertarik. Mata bulat byeongari berbinar lucu ketika Taehyung mengangkat beberapa bungkus cokelat berbentuk jamur itu.

Cedar HedgeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang