(5) Make a Choice

1.3K 218 42
                                    

Kaca itu jernih hingga pantulannya terdefinisi nyaris sempurna. Sesekali Sana menatap pria-pria berseragam yang lalu lalang selagi tangannya ia kumpulkan di atas meja panjang yang sempit.

Kelopak matanya terbuka lebar dan bola penglihatnya berbinar ketika pria paruh baya itu muncul bersama seorang polisi bertubuh jangkung. Sana sempat melirik name tag polisi bernama Im Jaebum itu. Setelahnya ia tidak menghiraukan Jaebum melainkan pria yang kini menatap putrinya nanar karena rindu.

“Sana, maafkan Appa,” sesalnya ketika ia tahu bahwa rumah mereka telah disita. “Tapi Appa hanya bisa mengandalkanmu sekarang ini.”

Appa...” rajuk Sana.

Tidak bermaksud mengeluh dengan situasi pelik keluarga mereka, tapi Sana hanyalah Sana. Seorang pengejar mimpi yang terpaksa berkorban demi pria pengambil risiko yang buruk. Dia baru dua puluh tiga dan sudah memikirkan bagaimana menyambung hidup sekaligus menutup utang ayahnya yang puluhan juta won.

Pria itu bungkam. Lubuk hatinya sedikit teriris telah menjadi ayah yang buruk bagi putri semata wayangnya. Tangannya menerobos lubang kaca hanya untuk meraih tangan kecil Sana lalu ia tatap netra cokelat kesayangan itu.

“Boleh Appa minta tolong sekali saja pada Sana?” Lalu ia melanjutkan, “Apapun yang terjadi, tetaplah di Pewter Dove. Appa janji akan lunasi utang Appa dan menebusmu dari sana, ya?”

Kening Sana mengerut sedetik kemudian. Awalnya Sana tidak mengerti maksud ayahnya dan setelah beberapa sekon berlalu, ia pun sadar. Namanya Minatozaki Sana, dan ia sudah digadaikan. Netranya memanas seketika tapi air matanya serasa kering.

Appa menggadaikanku?” tanyanya setelah mati-matian menahan perih. Sayangnya janji ayahnya hanyalah utopia. “Memangnya bagaimana Appa akan menebusku?”

“Sana... Appa really sorry.”

**

Netra Sana membulat sedang bibir merahnya terkatup rapat. Ketika ia pulang, ia menemukan dua keranjang laundry dengan pakaian yang menggunung di depan kamar. Kakinya mengambil beberapa langkah ke sisi keranjang itu sementara netranya tak henti memindai. Ia sudah curiga itu adalah perbuatan si tuan bungsu. Benar saja, seseorang membuka pintu dan pria bersurai hitam itu masuk membawa satu lagi keranjang laundry yang penuh.

“Heh, apa ini?” tukas Sana, mata bulannya hampir copot.

“Memang menurutmu apa?” sahutnya. “Dua keranjang yang itu tolong setrika, yang ini tolong dicuci!”

Sana syok sekali mendengar tuturan Taehyung. Sebelah tangannya berkacak pinggang sedang tangan yang lain menyentuh dahinya. Sepertinya Taehyung benar-benar ingin membuat tenaganya terkuras. Brengsek memang si Taehyung padahal Sana sedang kacau malah balas dendam saat itu juga.

“Pakaiannya banyak sekali, bisa sampai sore ini!” keluh Sana. “Lagipula aku mengasuh byeongari.”

Pria itu memberi tatapan tajam lalu tangannya terlipat.

“Bahkan tidak ada pelayan di sini yang menolak jika kusuruh buka baju. Kau tidak mau?”

“Taehyung, kau sakit ya?” Pemuda itu tak menggubrisnya melainkan bersiap mengambil langkah. “Hey, setidaknya bantu aku mengangkutnya ke ruang laundry!”

Demi rumah reyotnya yang disita, Sana paling malas menyetrika baju karena itu sangat melelahkan. Bayangkan kau duduk berjam-jam memegang alat setrika dan tidak ada hal lain yang harus kau perhatikan selain kain-kain kusut di bawah besi panas itu. Bagi Sana itu sangat membosankan. Demi memuliakan tuan bungsu itu Sana melakukannya meski dalam hati ia terus menggerutu.

Cedar HedgeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang