Hari baru telah menjemput waktu. Para byeongari sudah rapi dengan seragam sekolah masing-masing dan senyum cerah ikut menghiasi pagi itu. Dengan menenteng ransel, para byeongari berlarian keluar menunggu Paman Choi yang akan mengantar mereka ke sekolah. Gadis bersurai hazel itu mengikuti dari belakang. Ia temani anak-anak ayam itu menanti mobil alphard yang sebentar lagi akan datang.
Yeji sudah pulih dan Felix mulai mencandainya seperti biasa. Sana melirik ke arah Hyunjin yang masih murung selagi saudara-saudaranya bercanda satu sama lain. Sana mengulas senyum hangat, ia meraih tangan kecil Hyunjin.
“You okay?”
Si kecil itu melepas tangan Sana kemudian berlari masuk tepat ketika mobil alphard itu datang.
“Hyunjin-ah!” panggil Sana tapi ia harus mengarahkan byeongari yang lain untuk masuk ke mobil. Paman Choi mulai khawatir ketika kelima byeongari sudah duduk di bangku masing-masing sedangkan Hyunjin tidak keluar juga.
“Eonnie, kemana Hyunjin Oppa?” tanya Lia yang sejak tadi menatap pintu rumah yang tak kunjung terbuka.
“Sana, apa Hyunjin baik-baik saja?” Paman Choi ikut memastikan.
“Uhm, aku akan menyusulnya,” Gadis itu melirik jam tangannya sekilas. “Kalau lima menit lagi Hyunjin tidak keluar, langsung berangkat saja ya Paman, aku takut yang lain terlambat. Biar aku yang antar Hyunjin sekolah.”
Sementara itu, Kim Hyunjin tidak berhenti melangkah dengan kepala tertunduk. Rasanya ia kehilangan semangat untuk menjalani hari meski matahari di langit menyinari bumi ini penuh kehangatan. Hari sebelumnya Yeji sakit dan ia harus tetap mengikuti pelajaran sampai akhir. Lalu Hyunjin merasa marah. Semua orang di kelasnya punya sosok ibu yang bisa dipersembahi kerajinan tangan mereka sedangkan Hyunjin, ia bahkan tidak tahu apa dirinya punya ibu. Siapa itu ibu?
Netranya terangkat ketika bola itu menyentuh kakinya. Kakaknya itu menggerakan kepala menunjuk luar.
“Ayo, temani hyung main!” ujar Taehyung.
Melihat Hyunjin tidak menjawab, Taehyung pun berjongkok di hadapan bocah itu. Ditatapnya wajah muram Hyunjin, bocah itu membuang pandangan entah kemana. Yang jelas bukan ke arah Taehyung. Ia mengangkat tangannya yang terkepal.
“Hey!” sungutnya karena Hyunjin membuang muka. Hyunjin akhirnya ikut mengepal tangan. Taehyung pun memukul ringan tangan kecil itu dan Hyunjin melakukan hal yang sama.
“Kau boleh kalah ganteng dariku karena itu sudah tidak bisa diapa-apakan. Tapi kau masih bisa menang main bola!” katanya pelan. Jika ingin menghujatnya silakan. “Ayo, main di taman kota!”
Taehyung berdiri seraya memungut bola di depan kaki Hyunjin.
“Kau bisa main sendiri, aku mau antar Hyunjin sekolah.” Seloroh gadis itu tegas. Dan seperti biasa, Taehyung tidak terlalu ambil pusing menghadapi Sana. Pemuda itu malah membantu Hyunjin melepas ranselnya lalu melemparnya ke pengasuh byeongari itu.
“Bibi pengasuh, tolong rapikan kamar byeongari, ah aku mau semua sprei di sini diganti ya!” Taehyung menggamit tangan Hyunjin. “Kalau bisa spreinya motif iron man atau captain America juga tidak apa.”
Ia menyungging senyum jenaka ketika sampai di depan Sana. Gadis itu mendengus dengan sikap aneh Taehyung. Sekarang Sana ikut menarik garis bibirnya.
“Bisa tunggu di sini sebentar? Saya akan buatkan kopi dengan ekstra garam kesukaan Tuan Bungsu!”
Taehyung manggut-manggut.
“Bibi, mulai hari ini aku diet kopi.” Senyum kotak itu adalah yang terakhir Sana lihat sebelum pemuda itu membawa Hyunjin pergi dalam sekelebat. Sana memijat keningnya setelah dua laki-laki Kim itu enyah dari pandangannya. Kali ini ia tidak ingin menghabiskan sarapannya sia-sia. Sana memilih mengatur napas dan melupakan semua hal yang memancing keributan di hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cedar Hedge
Fanfiction[Completed] Awalnya Sana menjadi bagian dari Cedar Hedge karena terpaksa. Tapi di kesempatan berikutnya ia sadar, bahwa itu adalah hadiah untuknya. "Katakan selamat tinggal pada Pewter Dove, kau milik Cedar Hedge sekarang." kata Taehyung. Cedar Hedg...