👣09

9.3K 1.2K 193
                                    


Sepasang netra tajam itu mengamati beberapa murid yang berjalan masuk melalui gerbang sekolah. Dari lantai dua, mata tajam bak elang miliknya bisa dengan jelas menangkap eksistensi sepasang murid yang memasuki gerbang sekolah dengan ransel si gadis yang disandang oleh pria disampingnya.

"Yak! Bukannya kau tadi sedang mengunyah permen karet?"

Jiyeon mengangguk dengan polosnya.

"Lalu mana? Kau menelannya?!" Hoseok memegang rahang Jiyeon. Memaksa Jiyeon membuka mulutnya.

Jiyeon menggeleng lalu menepis tangan Hoseok. "Aku sudah membuangnya," rungutnya dengan mempoutkan bibirnya.

"Mana?! Jangan bohong?! Tunjuk di mana kau membuangnya!" titah Hoseok mengambil tangan Jiyeon dan berbalik berjalan ke arah luar gerbang.

Hanya beberapa langkah Jiyeon menunjuk sudut gerbang. Permen karet bekas kunyahannya tadi.

Hoseok menghela napas lega. Bukannya apa, Jiyeon punya kebiasaan lupa kalau yang dimakannya permen karet dan dengan acuh langsung menelan setelah beberapa kunyahan. Sudah sedari dulu. Maka dari itu Hoseok membatasi Jiyeon dalam mengonsumsi permen karet.

Setelahnya, mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju kelas.

Hanya dengan melihat interaksi beberapa menit di bawah sana. Sudut bibir pria dewasa yang belum mengalihkan atensinya tertarik ke atas. Melengkungkan sebuah senyuman di sana.

"Dia lucu, tipe gadis polos dengan segala kebebalannya," tutur pria dingin yang mengambil posisi di samping Jungkook. Mata kecilnya juga memandang Hoseok dan Jiyeon sedari tadi.

"Keras kepala dan bermulut tajam." Tambah Jungkook belum memandang pada lawan bicaranya.

"Berbeda dengan seleramu seperti biasa, tipe wanita berpakaian minim yang dengan senang hati mengangkang demi beberapa lembar uang." Seperti biasa, mulut tajam Yoongi si wakil direktur tidak pernah menumpul sedikitpun.

"Mulutmu Hyung."

"Aku berbicara sesuai fakta," sahut Yoongi. "Terlalu mainstream dan membosankan."

"Aku tidak tertarik pada bocah." Kini atensi Jungkook sepenuhnya pada Yoongi.

Menyandarkan punggungnya pada pagar pembatas Yoongi bersidekap dengan wajah angkuhnya.

"Benarkah? Tapi baguslah, Jiyeon memang lebih cocok dengan pria pintar yang kutemui kemarin. Pria yang dewasa dan bertata krama. Yang pasti seumuran dengannya."

Mendengar penuturan Yoongi pun alis Jungkook menukik karenanya. Lantas menatap Yoongi dengan tatapan meminta penjelasan lebih.

"Apa?" tanya Yoongi acuh melihat raut wajah Jungkook yang penuh selidik.

"Maksudmu kau menemui mereka kemarin? Di mana?"

"Kenapa? Bukannya kau tidak peduli? Untuk apa bertanya?"

"Ayolah! Jawab saja, Hyung." Desak Jungkook.

"Aku bertemu mereka di salah satu supermarket. Membawa beberapa kantung belanjaan. Mereka terlihat cocok bersama."

"Siapa? Apa teman lelakinya yang tadi?"

"Kau kenapa sih Jung? Bukankah kau tidak mau tahu?"

"Jawab saja!"

"Tidak, pria tinggi dengan wajah pintar yang tak terbantahkan."

Raut wajah Jungkook berubah seketika. Ingin sekali kembali ke kantor untuk melepaskan rasa kesal yang datang entah dari mana.

NINE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang