👣10

9.6K 1.2K 134
                                    


Pencahayaan terlalu minim di antara gang sempit yang dilewati Jiyeon. Cahaya bulan tidak cukup membantu sehingga beberapa kali Jiyeon hampir terjerembab kala kaki kecilnya tidak sengaja tersandung batu dan bungkusan yang diyakini Jiyeon adalah sampah. Baunya terlalu menyengat membuat pernapasannya sengaja diperpendek supaya bau busuk tidak terlalu meresap kedalam paru-paru.

Jiyeon kacau dan tidak tahu akan memilih jalan yang mana untuk bisa sampai ke apartemennya.

Salahkan Jungkook yang sekarang menjelma menjadi arwah gentayangan. Di mana-mana selalu ada kendati usaha Jiyeon dirasa sudah maksimal untuk menjauhi sang cinta pertama.

Tepat tiga puluh menit yang lalu obsidiannya tidak sengaja menemukan sosok Jungkook dengan seorang wanita tampak berbincang begitu serius. Yeah—memang seperti biasa, pakaian yang seharusnya tidak dikenakan saat matahari digantikan rembulan dengan hawa dingin yang mulai menusuk sampai ke tulang. Dan si brengsek Jungkook mana mau meminjamkan jas-nya barang sejenak.

Jiyeon tidak bisa melaluinya. Apalagi di saat Jungkook sedang bersama seorang wanita. Tapi itu satu-satunya jalan menuju apartemennya. Harus kemana lagi ia memutar arah? Terlebih lagi ini sudah pukul 8 malam. Jiyeon terlalu takut untuk di luar semenit lebih lama lagi.

Mungkin tekadnya untuk menjauhi Jungkook lebih besar dari rasa takutnya pun Jiyeon berbalik arah dan berjalan secepat mungkin.

Berharap semoga Jungkook tidak melihat eksistensinya. Dan sialnya Jiyeon tidak tahu di mana ia berada sekarang!

Ditambah lagi ponsel yang kehabisan daya tidak di waktu yang tepat. Jiyeon tidak bisa menghubungi Hoseok atau pun menghidupkan flash untuk membantunya menyusuri gang sempit yang semakin dilewati semakin gelap. Jiyeon jadi berasumsi kalau gang ini berujung buntu. Dan untuk berbalik pun dirasa enggan, sebab kegelapan membungkusnya begitu mencekik dan Jiyeon terlalu takut.

Detak jantungnya mulai kacau dan keringat dingin yang membasahi pelipisnya. Berbagai pikiran buruk merayap masuk tanpa permisi menguasai benaknya. Ingin menangis pun dirasa percuma. Lalu bagaimana cara agar keluar dari sini? Saat putus asa mulai jelas di depan mata. Jiyeon dikejutkan dengan bayangan samar dari sudut kirinya. Memantul pada tembok gang yang diterangi sedikit cahaya bulan.

Otomatis Jiyeon merapatkan punggungnya pada tembok kasar dan hawa dingin kian menyiksa. Hoodi yang dikenakan juga tidak banyak membantu.

Mengumpulkan keberaniannya, Jiyeon memaksa tungkainya berjalan cepat menelusuri gang gelap tak berujung. Berlawanan arah dari bayangan yang ia lihat tadi.

Buliran bening lolos begitu saja dari sudut mata saat rungunya mendengar jelas derap langkah kaki dan itu bukan langkah kakinya. Jiyeon membekap mulutnya sendiri guna menahan isakan yang akan memperparah keadaan. Sangat berhati-hati agar langkah kalutnya tidak menimbulkan bunyi untuk memancing seseorang yang tengah mengejarnya.

Ia yakin sudah berlari sekencang yang ia bisa, tapi terasa lambat saat Jiyeon sudah mulai menyerah karena gang sempit ini belum menampakan setitik cahaya. Semakin memperkuat asumsinya jika gang ini buntu dan akhir dari segalanya. Jiyeon putus asa.

Tersandung kakinya sendiri dan terhuyung kedepan, memejamkan mata saat permukaan aspal menanti debuman tubuh rampingnya.

Bugh!

Rasa sakit dengan beberapa luka lecet yang ditunggu pun tidak kunjung datang. Tergantikan dengan sesuatu yang empuk dan kokoh sekaligus. Di tambah sepasang lengan yang melingkar di tubuh mungilnya.

Untuk sesaat Jiyeon membiarkan dirinya diam barang sejenak. Mungkin saja tubuh tegap yang kini memeluknya adalah seorang pembunuh berantai atau yang lebih parah tubuh tanpa kepala. Tapi Jiyeon jelas mendengar degup jantung pria di pelukannya.

NINE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang