"Jiyeon aku—–"
"Aku membencimu," ucap Jiyeon kecewa.
"Aku tidak bermaksud—–"
"Jungkook bisakah mulai sekarang kita seperti orang asing? Ah—–kita memang asing satu sama lain. Tapi maksudku ... Bisakah kita bersikap seolah tidak pernah mengenal? Buat ini lebih mudah untukku maka akan mudah juga untukmu. Aku sudah memegang janjiku untuk menjauh dari mu bukan? Jadi mari kita bekerja sama untuk itu."
Jungkook total dibuat bungkam. Perkataan Jiyeon jelas meninggalkan sesak yang begitu luar biasa pada dadanya. Seolah Jungkook bisa kehabisan napas saking sulitnya untuk menghirup pasokan udara. Memenuhi hasrat paru-parunya yang meminta lebih.
Jantungnya seperti diremas. Berdenyut sakit sekaligus tungkai yang dipaksa berdiri kala kekuatan untuk menyangga tubuh atas pun mulai kehilangan tenaga.
Dan saat presensi Jiyeon berbalik dengan mata penuh luka meninggalkannya sendirian dengan kebodohan serta rasa perih yang mendekam di ulu hati.
Ingin sekali mengejar dan memperbaiki semuanya. Tapi sudah terlambat.
Dari sekian banyak kalimat Jiyeon yang mengiris hatinya. Hanya satu yang benar-benar membuat Jungkook berpikir ini semua sudah berakhir.
Jiyeon telah membencinya.
Kalimat singkat yang baru pertama kali terlontar dari bibir lembut Jiyeon selama 9 tahun bergelut dengan sikap bajingan Jungkook.
Rasanya normal dan lebih hidup saat tindakan brengsek Jungkook masih mendapat celotehan dari Jiyeon.
Dan begitu sakit saat Jungkook berhasil melukai Jiyeon dengan sebuah kalimat.
Lantas apa yang bisa Jungkook lakukan?
Sembilan tahun Jungkook berjalan bahkan berlari ke depan. Abai dengan gadis yang tidak pernah menyerah bahkan tidak bosan mengejar langkahnya. Jungkook memberi batu kerikil yang dibuang jauh oleh Jiyeon, memberi tali, tapi tidak berhasil untuk membuat Jiyeon tersandung. Memberi pagar yang bisa dilompati Jiyeon, menggali lubang untuk menghentikan langkah Jiyeon dan tidak berhasil kala gadis itu merangkak penuh corengan untuk naik kepermukaan. Terkahir membangun tembok tinggi yang sekali lagi berhasil dilalui Jiyeon, memanjat, berkali-kali terjatuh dan bangkit kembali dengan tubuh penuh luka.
Hingga tiba saatnya Jungkook berhenti, dan memberi satu kalimat yang berhasil menghentikan kejaran kaki mungil Jiyeon.
Semua memang sudah terlambat untuk memperbaiki hati Jiyeon yang telah hancur tidak bersisa. Mengumpulkan serpihannya pun tidak bisa.
••
Pandangan Jiyeon buram lantaran air mata yang tidak bisa ia kendalikan. Ini terlalu menyakitkan untuknya. Jungkook menghancurkannya dengan teramat sangat. Seolah seminggu yang lalu belum cukup untuk pria itu menyingkirkan Jiyeon dari hidupnya.
Apa sebegitu mengganggu kah Jiyeon untuknya? Jiyeon hanya gadis biasa, gadis remaja pada umumnya. Ia normal merasakan cinta pertama yang menggebu-gebu. Jangan salahkan Jiyeon karena jatuh cinta pada Jungkook. Karena ia juga tidak bisa memilih pada siapa hatinya berlabuh
Resiko yang ia tanggung sekarang hanyalah melihat Jungkook yang telah mengambil alih hatinya dan menghancurkannya tanpa sisa. Jika hanya patah, bisa diperbaiki dengan kehadiran cinta yang baru, dan mengobati sisanya.
Tapi jika remuk tidak berbentuk Jiyeon bisa apa ?
"Jiyeon? Hei kenapa? Ada yang sakit?" tanya Namjoon kental dengan khawatir saat melihat eksistensi Jiyeon yang berantakan dengan wajah polosnya yang basah oleh air mata.
Sepasang lengan mungil itu melingkar di tubuh tegap Namjoon, wajah penuh air matanya dibenamkan pada dada bidang sang pria. Menangis dan terisak begitu pilu hingga cukup untuk mencubit hati Namjoon dengan hanya mendengar tangisan Jiyeon. Ia tidak tahu apa yang terjadi, tapi isakan Jiyeon jelas penuh luka dan sakit hati yang terlalu banyak.
Mengusap punggung kecil itu demi menenangkan Jiyeon, menepuk-nepuk lembut hingga tangisan itu sedikit reda. Namjoon membiarkan Jiyeon menumpahkan semuanya hingga tidak bersisa. Ia ingin Jiyeon merasa lega hanya dengan menangis. Jiyeon butuh itu. Jiyeon tidak butuh nasehat. Gadis itu hanya ingin didengar. Maka Namjoon akan melakukan nya.
"Sudah ya? Kau bisa sakit jika menangis seperti ini terlalu lama," lirih Namjoon yang masih mengusap lembut punggung Jiyeon.
Jiyeon mengangguk pelan, tidak yakin akan mengeluarkan suara sekarang. Karena tenggorakannya begitu sakit akibat menangis seperti tadi.
Gadis itu melepaskan pelukannya, menundukkan kepalanya.
Tapi, dengan perlahan kedua telapak tangan hangat milik Namjoon menangkup wajah mungil sang jelita. Mengangkatnya dan mengusap lelehan air mata di pipi putih Jiyeon dengan ibu jarinya.
"Mau ke ruang kesehatan? Kau tidak mungkin melanjutkan pelajaran dengan keadaan seperti ini. Nanti akan kukatakan pada Kim saem," tutur namjun lembut.
Jiyeon memeluknya kembali, dan kedua lengan Namjoon pun mendekap erat tubuh ramping Jiyeon agar tidak merosot. Jiyeon terlalu lemah untuk menopang tubuhnya sendiri dengan kedua kakinya.
Berlari di cuaca yang terik ditambah mendapat serangan mental seperti tadi, tentu saja menguras habis energinya.
Lantas, lengan kanan Namjoon melingkar di bawah belakang lutut Jiyeon. Mengangkat tubuh jiyeon ke dalam gendongan. Tidak ada berat yang berarti karena harus diakui tubuh Namjoon yang berotot dan tegap dengan mudah membawa tubuh Jiyeon yang seringan kapas untuk tubuh terlatihnya.
Jiyeon melingkarkan lengannya pada leher kokoh Namjoon. Menyembunyikan wajahnya di dada sang pria.
Sepasang obsidian bening milik Hoseok yang menyaksikan Jiyeon dan Namjoon sedari tadi, baralih menatap kearah lain. Tepat di ujung anak tangga.
Jungkook dengan mata elang yang menyimpan berbagai jenis emosi menatap sepasang manusia itu menjauh tanpa menyadari jika Jungkook menyaksikan interaksi mereka sedari tadi.
Jungkook berniat menyusul Jiyeon untuk meminta maaf, tapi terpatahkan saat melihat Jiyeon yang memeluk Namjoon dan begitu lama seperti enggan melepaskan.
Jungkook marah. Entah bagaimana cara untuk melampiaskannya. Maka, dengan tangan terkepal beberapa kali mendaratkan tinju pada dinding yang berada di sampingnya. Hingga dinding bewarna putih gading pun mencetak warna merah yang samar pada permukaan yang menjadi pelampiasan Jungkook tadi.
"Oke. Di luar kendali tapi tepat sekali. Maaf Jungkook Hyung ... ini belum seberapa dibanding sembilan tahun yang di geluti oleh sahabatku," gumam Hoseok sedikit merasa bersalah.
Ini murni rencana Hoseok. Sengaja mempengaruhi Jiyeon untuk meninggalkan Jungkook. Tapi bukan berarti menghancurkan hubungan keduanya. Justru Hoseok hanya ingin menyadarkan Jungkook bahwa Jiyeon memiliki banyak cinta untuknya meski Jungkook selalu mengabaikan gadis itu. Sembilan tahun terlalu lama bukan? Dan Hoseok tidak mau membiarkan Jiyeon diam di tempat. Jiyeon harus mengambil satu langkah penuh resiko. Jiyeon yang merasa cintanya sudah berakhir dan mulai berani memilih jalan yang lain. Dan kini Jungkook tengah berbalik dan mendapati Jiyeon yang sudah tidak mengejarnya lagi.
Jungkook harus diberi sentilan pada hatinya agar pria itu sadar kalau cinta Jiyeon yang sudah berlangsung sembilan tahun ini cukup untuknya.
Hoseok pun menghembuskan napas panjang.
•••
Vschoco_
15/10/19