"Fathur, lihat yang Aya gambar"
"Bagus, gambar Aya bagus banget"
"Iya, ini semuanya Aya gambar. Kata bu guru kan gambar orang yang kita sayangi, Aya gambar Mas Kiki, Bunda sama Ayah"
"Kalau gitu Fathur gambar wajah Aya aja"
"Loh, kok Aya?"
"Iya kan Fathur sayang sama Aya"
"Fathur ga sayang sama bundanya Fathur?"
"Hmmm?" Fathur yang ditanyai tak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan dari temannya itu
"Ya udah ga apa-apa kok kalau mau gambar wajah Aya, Aya duduk disini ya nanti Fathur bisa contek wajah Aya"
"Terima kasih Aya udah bantuin Fathur"
***
Sosok pria bernama Raihan itu sedang fokus dengan kanvas putih di hadapannya. Tangannya bergerak lihai menggoreskan kuas dengan perpaduan warna yang sudah berceceran kemana-mana. Semua bagian telapak tangan penuh dengan warna-warni. Kegiatan ini sudah hampir satu jam ia lakukan, melukis sudah menjadi hobinya sejak teman perempuannya itu mengagumi hasil karya Raihan.
Terakhir kali berpisah, ia memberikan gambaran tentang dirinya dan Aliya sebagai hadiah perpisahan. Harapnya masih tersimpan utuh, kecuali sudah usang dan berdebu karena pergantian masa. Bulir bening yang ikut turun membasahi wajahnya itu menandakan bahwa betapa keras ia mengerjakan kegiatan ini. Bahkan suasana diluar sudah hampir gelap.
Raka, menemui Raihan yang masih saja berkutat dengan pekerjaan favoritnya itu. Raka membawakan beberapa cemilan sebagai penambah energi bagi sang pelukis yang baru ingin membentangkan sayapnya itu.
Raka mendukung penuh apapun yang diinginkan sang adik selama itu memang bermanfaat baginya. Raka berjanji akan terus berada disamping Raihan mau bagaimanapun keadaannya. Biarlah masa kecil mereka menjadi masa kelam yang terkubur dalam-dalam, semesta seharusnya mengizinkan mereka untuk kembali bangkit dan menapakkan langkah pada jalur yang indah.
"Tadi Mas Raka sudah ketemu bunda. Kasian, nampaknya jadi makin stress" ucap Raka membuka obrolan bersama sang adik, sekaligus ingin tahu bagaimana reaksi sang adik mengenai keadaan ibunya itu
"Namanya juga orang stress Mas, ya begitu" jawabnya santai
"Han, biar bagaimanapun dia ibu kita. Kamu masih dendam sama ibu?" tanya Raka, kini pembicaraan mereka serius.
"Sejak kapan dia menganggapku sebagai anaknya mas?"
"Han, ku harap kamu tidak berlarut dalam kebencian masa lalumu"
"Apa pedulimu mas? Kemana kamu saat aku dipukuli sama ibu? Tahu mu hanya kabur, melarikan diri. Setiap ayah sama ibu bertengkar aku yang menyaksikannya" bentak Raihan. Lalu ia membuang asal kuas yang tadi ia pakai untuk melukis. Kemudian meninggalkan Raka, moodnya buruk tidak ingin melanjutkan pekerjaannya. Ia menyalakan mesin motornya, pergi meninggalkan rumah sampai hatinya kembali lebih tenang untuk bertemu dengan Raka lagi.
Ia memarkirkan sepeda motor tepat di depan cafe Mas Kiki. Awalnya hanya asal mampir, namun ketika masuk ia mendapati gadis yang ia kenal itu sedang sibuk dibagian kasir melayani setiap pelanggan yang ingin mengambil pesanan. Raihan ikut mengantri seperti yang lain hingga gilirannya tiba. Aliya sempat kaget dengan pria di hadapannya. Ia memperhatikan raut wajah Raihan yang tampak tak bersemangat, lesu, atau mungkin sedang punya masalah. Jika benar begitu tebakannya, Aliya bisa merekomendasikan Jus Semangka favoritnya untuk mengembalikan energi serta mood baiknya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Second Time [COMPLETED]
Teen FictionBenar, aku mengenalinya. Aku mengingat seluruh bentuk lekuk tubuhnya, wajah tampannya, sorotan matanya, bahkan tatanan rambutnya yang selalu menjadi point penting dari setiap penampilannya. Raihansyah Fathureza, pria yang menghabiskan moment semasa...