"Gue Aliya, semoga lo betah sekolah disini. Jangan malu buat tanya-tanya sama gue ya Fa" ucap Aliya pada anak baru yang duduk disebelahnya.
Remaja cantik yang dipanggil "Fa" itu menjadi teman baru Aliya di sekolah. May Shafa begitu nama lengkapnya, masih malu-malu di hari pertamanya datang ke sekolah baru. Karena orang tuanya dipindahtugaskan untuk bekerja di Jakarta, ia juga terpaksa untuk ikut dan pindah sekolah juga.
Wali kelas menyuruhnya untuk duduk di sebelah Aliya, satu-satunya murid yang memang tidak punya teman sebangku. Sedih memang, karena tidak ada yang ingin duduk di samping Aliya dengan alasan "Aliya bawel banget". Semua orang banyak yang tidak tahan dengan ocehannya Aliya, makanya lebih baik Aliya duduk sendiri.
"Lo mau ikut ke kantin?" tanya Aliya pada anak baru itu
"Gue di kelas aja, lagian tadi dibawain bekal" jawab Shafa menolak ajakan Aliya
"Oh ya? Udah SMP masih dibawain bekal juga?"
"Memang enggak boleh? Bahkan orang yang sudah kerja saja masih ada yang bawa bekal"
"Dih, bocah banget sih"
"Ini bukan masalah bocahnya atau enggak Al. Kalau bawa makanan dari rumah, kita bisa hemat pengeluaran dan lebih higeinis"jelas Shafa
"Batagornya Bik Emik enak dan bersih kok. Lagian harganya murah, bisa ngutang tapi mesti melas dulu. Kalau lo gak mau ikutan yaudah deh gue duluan" ucap Aliya lalu pergi meninggalkan teman barunya.
"Pantesan orang-orang gak mau duduk sebangku sama tuh cewek" batin Shafa
***
Semua murid yang baru tiba di sekolah langsung menyerbu ruang OSIS, termasuk Aliya. Setelah turun dari mobil Mas Kiki, ia buru-buru melihat kejadian disana. Tampak ramai, murid yang berdatangan masing-masing menarik dua aktor yang berlaga—Raihan dan Iqbal. Pagi ini memang kacau, murid-murid yang waras segera menghentikan situasi tersebut sebelum banyak guru yang melihatnya.
Aliya mendelik kesal pada Raihan yang sudah pasti menjadi biang dari kerusuhan, apalagi ia sudah berani menyentuh seorang ketua OSIS di sekolah. Tatapannya menuntut Raihan untuk menjelaskan semua yang ia perbuat. Menyadari wajah tampan Iqbal yang sudah babak belur, Aliya membantu pria itu untuk pergi ke UKS agar segera di obati sementara Raihan yang ditinggalkannya hanya disuruh bergantung pada tiga orang dayang-dayang yang dari tadi hanya diam melihat pertengkaran Iqbal dan Raihan.
Aliya membersihkan darah segar yang mengalir dari sudut bibir Iqbal, lebam biru di sekitar wajahnya juga dibantu dengan kompresan air dingin agar bisa lebih baik. Pesona Iqbal tidak boleh luntur hanya karena hantaman dari tangan Raihan, Aliya tentunya tidak rela jika aset sekolahnya itu harus babak belur seperti ini. Dengan hati-hati Aliya terus fokus pada pekerjaannya, pelan-pelan agar Iqbal tidak merasa kesakitan.
"Ada masalah apa sih Bal, sampai harus berurusan sama preman gadungan kayak Raihan?" tanya Aliya, dengan tangan masih tetap sibuk mengobati wajah Iqbal
"Sumpah Al, gue sendiri enggak tahu apa-apa tentang masalah ini. Gue juga baru tahu kalau nyokapnya Raihan itu gila" jelas Iqbal
"Gila? Enggak, lo pasti becanda Bal. Tante Erina gak gila"
"Itu yang tertulis di mading dan gue gak tahu siapa yang udah berani buka aib nya Raihan. Lo percaya sama gue kan? Bukan gue penyebab semuanya"
Aliya menghentikan gerakan tangannya, penjelasan Iqbal tadi belum cukup untuk menjawab semua teka teki kehidupan Raihan yang belum diketahui oleh Aliya. Segera ia menyerahkan pembalut luka pada petugas piket di UKS untuk melanjutkan pekerjaan Aliya tadi. Aliya memutuskan untuk menemui Raihan juga, egois jika hanya Iqbal yang harus menerima pertolongannya. Aliya mencari keberadaan pria yang disebutnya sebagai preman gadungan itu, tujuan awalnya adalah kelas barangkali Raihan diamankan disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Second Time [COMPLETED]
Teen FictionBenar, aku mengenalinya. Aku mengingat seluruh bentuk lekuk tubuhnya, wajah tampannya, sorotan matanya, bahkan tatanan rambutnya yang selalu menjadi point penting dari setiap penampilannya. Raihansyah Fathureza, pria yang menghabiskan moment semasa...