Lindungi Dia [LD] - 23

1.4K 99 7
                                    

Apakah aku bisa melanjutkan kejenjang yang lebih serius dengan mas Wira? Atau malah berakhir dengan luka seperti dulu?

***

"An, bangun nak. Ada yang nyariin tuh dibawah" sayup-sayup terdengar suara Bunda yang membuatku bangun dalam hitungan detik. Aku bergegas ke kamar mandi untuk mandi secepat kilat dan bersolek secantik mungkin untuk bertemu dengan Mas Wira yang semalam berjanji untuk bertemu.

30 menit berlalu...

"Mas Wiraa hehehe, lama ya? maafin hehehehe" Sapaku kepada seseorang yang sedang duduk di teras depan rumahku. Dia bukan mas Wira, "Eh kok? ma-maaf, saya kira mas Wira" Mukaku memerah karena malu melihat seseorang dihadapanku yang tersenyum dingin menatap kearahku.

"Tidak apa-apa mba, perkenalkan" ia mengasongkan telapak tangannya kearahku, aku menjabanya pelan "Saya Jaya, teman Wira" lanjutnya yang dibalas anggukan pelan olehku.

"Ada apa ya bang?" Tanyaku ragu, sebab tidak biasanya mas Wira mengutus temannya untuk sekedar menemuiku dirumahku.

"Begini mba" Jaya terlihat menghembuskan nafas berat lanjut menatapku dengan tatapan sendu, entah mengapa aku merasa ada sesuatu yang tidak beres yang telah terjadi. Tapi aku mencoba meyakini bahwa semuanya akan baik-baik saja, mas Wira dan aku hari ini akan bertemu. "Semalam setelah pulang dari cafe ada perampokan disekitar cafe dan perampoknya itu membawa senjata api..."

Belum mendengar lanjutan kalimat dari Jaya, kakiku mulai lemas membuat badanku terhuyung hampir jatuh. syukurlah ada jaya yang menahan tubuhku agar tidak terjatuh ke lantai. Sebelum dia melanjutkan kalimatnya ia menuntun aku untuk duduk di kursi terlebih dahulu.

"Ketika kami ingin melawan perampok itu, Wira terkena tembahakan tepat di jantungnya mba,"

Duarrr, aku merasa duniaku hancur seketika. 

"Saat ini Wira sedang dirawat di RSHS mba,"Ucap Jaya hati-hati "Beliau sedang keritis" lanjutnya.

Aku yang mendengar penjelasan dari Jaya diam sejenak mencerna kata demi kata yang dilontarkannya. Aku tidak percaya perkataan Jaya, tepatnya tidak mau mempercayainya.

"Antarkan aku ke RSHS" Ucapku bergetar.

Setelah mendapat izin dari bunda, Jaya, aku dan Samuel yang kebetulan sedang ada dirumah langsung berangkat menuju RSHS untuk melihat langsung kondisi lelakiku. 

"Gak, ga mungkin. Tadi malem aku masih telfonan kan sama mas Wira. Tadi malem juga aku masih sempet marahin mas Wira yang godain aku sambil ketawa nyebelin. Hiks" 

Aku mengepalkan kedua tanganku diatas pahaku sambil menatap lurus dengan mata yang mulai berair, tiba-tiba Samuel yang duduk disampingku langsung merangkul badanku dan mendekapnya sehingga aku merasakan kesakitan yang amat pedih. 

"Hiks...Ini cuma mimpi kan Muel? hiks...hikss" Isakku pelan didalam dekapan Adikku. "Inih hiks...cuma mimpi kan...hiks" Lanjutku sambil menatap wajah Samuel. "Tadi malem kaka masih telfonan sama mas Wira kok hiks" Kataku memastikan semuanya hanya mimpi. 

Ponsel samuel berbunyi, ia mengambil ponselnya disaku celana dan mengangkatnya. 
"Iya tam kenapa?" Tiba-tiba Ia menatapku dengan tatapan yang tidak bisa aku jelaskan. "Ini gue sama ka Anna lagi otw sana..." Aku memperhatikan Samuel yang sedang berbicara dengan Tama, adiknya Wira. "Yaudah gue langsung kerumah lu aja kalo gitu? Oke" Setelah mematikan panggilannya Samuel langsung menggenggam erat tanganku, menatapku dengan tatapan lembut dan....sedih?

"Ke-kenapa?" Tanyaku gugup,

"Bang Wira udah gaada ka...."

Mendengar kalimat itu pikiranku menjadi tidak karuan, pendengaranku tiba-tiba menjadi hilang, penglihatankupun tiba-tiba memburam dan akhirnya gelap.

Aku, Kamu dan NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang