Pada Hari Itu [PHI] - 24

1.5K 83 3
                                    

"Wira sarapan disini dulu ya sebelum nyulik Anna nya" 

Sekarang kami berdua sedang duduk di sofa ruang TV sambil menonton acara receh minggu pagi bersama Samuel dan Ayah.

"Iya ra, sarapan dulu disini. Liat tuh, si Bunda bangun pagi-pagi banget buat masak waktu denger mantu kesayangannya mau datang kesini" Canda ayah sambil melipat koran yang tadi dibacanya.

Mas Wira tertawa renyah mendengar candaan Ayah, "Haha baik yah, kebetulan Wira juga rindu masakan Bunda"

Setelah percakapan singkat itu kami semua langsung berjalan menuju ruang makan bersama, Bunda benar-benar memasak banyak hal pagi ini. Dari telor dadar sederhanna, hingga rendang nikmat kesukaanku pun hadir dimeja makan pagi ini.

"Kalo tau bunda masak sebanyak ini muel ajak Tama sama Ichan main kesini bun, pasti semangat mereka hahaha" Celetuk Samuel sambil mengambil nasi kepiringnya. 

"Yaudah ajakin aya mereka el, bunda seneng rumah jadi rame" bunda menjawabnya dengan senyum kecil sedangkan mas Wira hanya tersenyum tipis sambil memegang piring kosong dihadapannya. 

Aku tersenyum pelan dan mengambil piring itu, kemudian aku bergegas mengisinya dengan nasi dan lauk kesukaan mas Wira. 

"Makasih" Jawab mas Wira dengan senyum tanpan yang tak pernah lepas dari wajahnya. Aku tersipu melihat senyum mas Wira hingga akhirnya omongan Ayah membuyarkan lamunanku.

"Jadi gimanna nih Wira, Pendidikanmu dan Anna sudah selesai. Jadi mau bagaimanna kedepannya?" Ucap Ayah sambil menatap lurus kearah aku dan mas Wira. Mas Wira yang tadinya menyimpan kedua tangan diatas meja perlahan mulai menurunkan tangannya dan duduk tegap sambil menatap ayah. 

Aku yang merasa sedikit canggung dengan pembahasan ini langsung menggenggam tangan mas Wira dan berbicara pelan, "Ayahhhh, nanti saja ya kita bicarakan ini. sekarang kita makan dulu aja hm?" Kataku menatap ayah dan mas Wira bergantian. Mas Wira menatapku dengan datar seolah menanyakan mengapa aku berbicara seperti itu.

"Hm, yasudah kalau begitu habiskan makannannya lalu habiskan akhir pekan bersama oke?" Bunda memberikan sepotong daging ayam ke piring mas Wira. "Kalian kan jarang menghabiskan waktu bersama" lanjutnya dengan senyum yang tidak bisa diartikan.

**********

Setelah makan bersama tadi mas Wira terlihat jadi lebih pendiam dari biasanya, tatapannya selalu menunduk dan seperti memikirkan sesuatu.

"Mas kenapa?" Tanyaku ketika kami sudah sampai di sebuah taman kecil di komplekku. "Sepertinya ada yang mengganggu pikiran mas?" ucapku sambil meremas pelan jari-jari mas Wira.

"Ah? tidak ko." 

Author POV

Setelahnya mereka berdua hanya berdiam tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun dengan jari jemari yang saling bertautan serta pikiran masing-masing yang tidak bisa mereka ungkapkan dengan perkataan.

"Soal...."

"An..."

Setelah keheningan yang cukup lama akhirnya Wira dan Anna memberanikan diri untuk memecahkan keheningan yang berada diantara mereka berdua.

"Kamu duluan" kata Wira sambil menatap Anna lembut. Yang ditatap hanya diam sambil mencoba meneliti pria tampan dihadapannya yang telah mengisi hari-harinya beberapa tahun belakangan ini. Anna tersenyum sambil meremas pelan jari Wira yang berada digenggamannya.

"Mas, soal ucapan ayah tadi jangan mas ambil pusing. Anna masih sanggup....."

Wira menggenggam kedua tangan Anna sambil menatapnya dengan tatapan lembut yang biasa ia berikan kepada gadisnya itu sambil mengucapkan beberapa kalimat atas pertanyaan yang Anna sebutkan tadi. "Anna, mungkin diusiamu sekarang kamu menginginkan hubungan pernikahan lebih dari siapapun. Begitu juga mas sayang..." Wira diam sebentar sebelum melanjutkan kalimatnya. "Tapi An, masih banyak hal-hal yang masih mau mas capai sebelum akhirnya nanti menjadikanmu teman hidup mas. Mas tidak mau ketika mas tidak mencapai itu semua mas malah menjadikanmu tameng kekesalan mas. Kamu paham kan?" Anna mengangguk pelan. 

"Anna paham mas, Tapi..." Anna menundukkan kepalanya ragu sambil menatap tangannya yang digenggam Wira. "Apa Anna tidak bisa menemani mas hingga mas mencapai itu semua?" Lanjutnya sambil menatap Wira. "Maksud Anna....yaaa Anna masih sanggup nunggu mas tapi...."

"An..." Wira memotong ucapan Anna lalu ia menatap gadisnya itu dengan tatapan yang susah diartikan, ia melepas genggamannya dan beralih memegang kedua pundak Anna. "berhenti buat bilang kamu masih sanggup nunggu, mas tau semua. Mas tau kegelisahan kamu tiap kali mas bilang mas ada kerja serabutan beberapa bulan tanpa menghubungimu, Mas juga tau ketakutan kamu yang takut jika suatu hari mas pergi meninggalkan kamu, Mas tau semua An..." ucap Wira sambil mengusap pundak Anna pelan. Ia melepaskan genggaman tangannya dipundak Anna dan beralih mengambil sebuah kotak beludru kecil dari balik sakunya.

"Untukmu" Kata Wira sambil memberikan kotak itu kepada Anna. Anna menatapnya dengan mata yang berbinar, ia membukanya dan melihat ada sebuah kalung yang berbandul burung merpati putih. (foto ada di media)

Senyum manis tersirat diwajah Anna ketika mengambil kalung itu dan memasang itu dilehernya. "Bagaimana mas, cantik tidak?" Tanya Anna memperlihatkan kepada Wira. Wira yang menatapnya hanya tersenyum tipis sambil mengambil kalung itu dan memasangkannya dileher Anna.

"Kamu tau kenapa mas kasih kamu kalung itu?" Tanya Wira. Anna diam sejenak untuk memikirkan jawaban yang tepat. "Karena burung merpati hanya memilih pasangan satu untuk seumur hidup dan mas memilih kamu untuk menjadi pasangan mas sampai nanti," lanjut Wira membuat Anna menatapnya bingung.

Wira yang gemas dengan tingkah laku Anna langsung mengacak rambut Anna pelan. "Haha kamu ini, lemotnya dari dulu engga bisa ilang yaaa" ucap Wira gemas.

"Ihhh mas jangan berantakin" Anna menepis pelan tangan Wira yang mengacak rambutnya sambil memajukan bibirnya kesal sambil tertawa pelan ketika Wira terus membercandai Anna. 

Hari itu mereka menghabiskan waktu berdua tak membiarkan seorangpun mengganggu waktunya ketika bersama,
Menghabiskan semua waktu yang tidak sempat mereka habiskan bersama karena jarak yang menjadi penghalang hubungan mereka berdua,
Menceritakan cerita-cerita kehidupan yang mereka alami ketika mereka hidup tanpa satu sama lain, 
Melepaskan semua kerinduan yang telah lama mereka pendam, membiarkan waktu mengisi hari-hari mereka yang kosong dengan kenangan indah yang tidak bisa mereka lupakan,
Pada hari itu, mereka menjadi dua insan yang berbahagia tanpa perantara.
Pada hari itu mereka menghabiskan semua waktunya tanpa memperdulikan takdir yang akan menentukan kemana hubungan mereka akan berlanjut.

Bersama berdiri berdampingan di atas pelaminan atau saling mendoakan ketika salah satunya berdiri dipelaminan. 

****

Vote dan Comments jangan Lupa :)


Aku, Kamu dan NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang