Akhirnya hari ini tiba, hari keberangkatan ku ke Kalimantan bersama 6 rekanku mereka adalah Raina, Salman, Febrian, Ka Saga dan Ka Rahul. Setelah memperkenalkan mereka kepada ayah dan ibu, aku langsung pamit dan melanjutkan perjalanan menuju sebuah desa kecil yang berada di pelosok Kalimantan.
Selama perjalanan beberapa jam menggunakan pesawat kami akhirnya sampai di bandara dan dijemput oleh perwakilan dari komunitas yang akan bergabung bersama kami untuk program mengajar sukarela ini.
"Perkenalkan, nama saya Andi Ramahesa saya mahasiswa tahun akhir di Universitas Swasta di sini, saya yang nanti akan menjadi komandan perjalanan jadi jika ada sesuatu yang ingin dibicarakan bisa langsung ke saya atau nanti ke teman saya Rafyan." Seorang pria jangkung bermata sayu menyambut kami dengan 'Pidato' singkatnya.
Ya, jadi karena katanya perjalanan menuju desa tempat kami mengajar jaraknya cukup jauh serta treknya akan naik turun gunung Andi membawa kami untuk beristirahat di sebuah rumah warga desa yang secara sukarela meminjamkannya agar kami bisa istirahat malam ini. Di dalam rumah peristirahatan sudah ada beberapa rekan yang menunggu, mereka adalah tim yang akan ikut bergabung dalam kegiatan mengajar bersama kami.
"Ya teman-teman, disini udah ada beberapa rekan yang nanti bakal ikut gabung sama kita." Kata Andi ketika kita memasuki rumah yang cukup besar menurutku. Kami memperkenalkan diri kepada teman-teman yang sudah hadir, begitupula mereka. "Saya harap kita bisa saling bekerja sama, karena mulai detik ini kita semua orang-orang terpilih yang akan mencerdaskan anak-anak penerus bangsa" lanjut Andi diikuti tertawa geli teman-temannya.
"Tumben bener di haha" celetuk perempuan berbaju hijau. Dia menatapku sekilas kemudian dia berbicara dengan temannya yang lain.
"Hehe, pokoknya jangan pada sungkan ya kalo mau minta tolong bilang aja asal jangan minta jodoh, saya juga jomblo haha" Canda Andi dibalas hujatan-hujatan yang dilontarkan yang lain.
Hahaha lucunya.
Suasana perlahan-lahan semakin hangat, 15 orang yang awalnya tidak mengenal kini semakin dekat seolah kami adalah teman lama yang sudah lama tak bertemu. 15 orang itu aku dan kelima temanku, Andi, Rohan, ka Burhan, Salsa, ka Dini, Jordan, ka Bayu, Piang, dan ka Reihan. 3 diantara kami adalah seorang dokter dan 1 perawat. Selain mengajar komunitas kami juga menyediakan pelayanan kesehatan gratis bagi warga desa yang mengalami masalah kesehatan, makanya ada dokter juga.
Dokter-dokter ini dokter muda yang baru menyelesaikan koas-nya sama seperti aku yang baru menyelesaikan skripsinya haha.
"Hai" perempuan berbaju hijau yang tadi menatapku kini mengajakku berbicara.
"Hai ka hehe" kataku sedikit canggung.
"Santai aja kali An, gausah ngerasa canggung gitu" katanya menepuk pundakku pelan. Aku tertawa kecil kemudian kami bertukar cerita satu sama lain, ternyata ka Dini ini adalah satu-satunya dokter perempuan yang sebelumnya sudah aku katakan. Dia lulusan universitas di Magelang, dan kalian tau? Ka Dini ini punya cita-cita yang sama sepertiku, yaitu menikah dengan Abdi Negara hahaha. Karena kami merasa cocok akhirnya kami larut dalam obrolan sampai akhirnya Andi menegur kita untuk segera istirahat karena esok pagi kita sudah mulai berangkat menuju perjalanan luar biasanya katanya.
"Ayo tidur tidur. Udah malem, besok biar ga letih lemah lesu lunglai" kata Andi.
"Jomblo juga ga?" Celetuk ka Rahul yang dibalas gelak tawa oleh yang lainnya.
***
"Oke teman-teman sebelum kita berangkat mari kita berdoa sesuai kepercayaan masing-masing. Semoga selama perjalanan nanti tidak ada hal buruk yang menimpa kita, berdoa menurut kepercayaan masing-masing mulai" Andi memimpin doa. Kami sudah berada di depan jalan setapak yang nantinya akan membawa kami ke desa tempat kami mengajar. "Berdoa selesai" lanjut Andi.
Setelah berdoa selesai Andi selaku komandan perjalanan memberikan instruksi agar kita berjalan pelan tapi konsisten dan dia menempatkan perempuan, 5 orang perempuan di tengah serta laki-laki masing-masing 5 di depan dan belakang. Setelah membagi posisi kami langsung berjalan mengikuti arahan Andi yang berada di depan.
Jalan yang kali lewati sekarang adalah sebuah jalan setapak kecil dengan tanah basah yang akan menjadi lumpur ketika hujan turun, serta pepohonan lebat di sisi kanan dan kirinya. Sungguh miris, selama perjalanan aku merasakan atmosfer yang berbeda. Ternyata di Indonesia yang katanya sudah maju ini masih ada jalan setapak yang begitu kecil dan jelek ini, yang paling mengejutkan lagi ini adalah sebuah jalan menuju sebuah desa. Miris bukan?
"Ini kayaknya udah sering ada yang lewat jalan sini ya?" Tanyaku kepada kami Dini yang berjalan di hadapanku.
"Tentu saja" katanya.
"Siapa? Warga desa? Atau pemerintah?" Tanyaku lagi.
"Haha mana mungkin pemerintah mau menapaki jalan seperti ini hanya untuk mencapai pelosok desa terpencil. Kamu ini gimana sih, lucu kalo nanya" ka Dini tertawa kecil.
"Terus siapa?" Tanyaku lagi.
"Tentara" kata ka Dini pelan.
Ketika mendengar kata 'Tentara' entah mengapa seolah ada yang mengisi penuh baterai tubuhku sehingga membuatku bersemangat untuk cepat sampai menuju desa itu.
"Semangat gitu denger kata tentara haha" goda ka Dini.
"Eh? Engga ko hehehe" kataku tersipu malu.
"Break!!!" Teriak seseorang dari belakang. Kami otomatis menoleh dan ternyata jarak antara aku dan seseorang dibelakangku sangat jauh, sekitar 150m mungkin.
"Break!!!" Ka Dini berteriak ke depan dan kami semua istirahat sejenak.
"Wah ga kerasa nih kita udah jalan 1 jam setengah" celetuk Salsa dibelakangku sambil meneguk minumannya.
Aku tersenyum ke arahnya, "Tadi ko bisa jauh gitu jaraknya kenapa?" Tanyaku.
"Ituloh ka, tadi ada uler lewat aku kaget jadinya jatuh." Jelas Salsa.
"Ular? Dimana?" Tanya ka Dini.
"Tadi jalan yang banyak dinding belakang ka" kata Salsa lagi.
"Mudah-mudahan ga terjadi apa-apa" gumam ka Dini pelan.
"Kenapa ka?" Tanya Salsa.
"Ah? Engga-engga. Yaudah sekarang kita berangkat lagi aja, jangan ada yang terlalu jauh lagi ya?" Teriak ka Dini yang dibalas anggukan oleh kami semua.
Kami melanjutkan perjalanan kami, kini trek yang kami lewati lebih ekstrim dibandingkan trek sebelumnya. Batu-batuan yang licin serta trek menanjak membuat kami hanya terfokus pada jalan saja, sampai pada akhirnya.
"STOP!!!!! MEDISSSS??!!!! MEDISSSS?!!!" Seseorang dari barisan paling depan berteriak. Ka Dini dan 2 rekannya lari ke barisan paling depan. Kamipun ikut berlari menuju sumber suara.
"Di, jarak ke posko TNI masih jauh?" Tanya ka Reihan.
"Lumayan bang" jawab Andi.
"AAAKKKK!!!!!!!" Seseorang berteriak dari arah belakang, disana piang sudah tersungkur dengan darah yang mengalir dari kaki kirinya. Ka Reihan langsung berlari menghampiri Piang.
Tak lama setelah itu ada beberapa teriakan lagi dari arah depan tak jauh dari tempat aku berdiri,
"Febri!!" Ka Reihan teriak memanggil Febrian.
"Iya bang?" Kata Febrian.
"Kamu sama Andi cari posko terdekat. Minta bantuan, Cepat!!!" Perintah ka Reihan. Andi dan Reihan langsung berlari sesuai perintah ka Reihan.
Aku yang masih bingung dengan situasi saat ini hanya diam mematung sampai akhirnya teriakan ka Dini menyadarkanku.
"ANA! KEMARI!" Teriak ka Dini. Aku bergegas menghampiri ka Dini tapi kemudian dia berteriak lagi. "PERHATIKAN LANGKAHMU!!!" Teriaknya sambil menatap kearah kakiku.
***
Maaf menunggu lama hehe, Jangan lupa Vote dan Comments ya. Makin banyak yg vote dan comment makin sering di updatenya❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kamu dan Negara
Fiksi RemajaKisah seorang Farida Kirana gadis bumi pasundan yang memiliki cita-cita unik; Menikahi seorang pengabdi negara yang mengantarkannya bertemu dengan bermacam-macam pria yang berprofesi sebagai abdi negara, tapi anehnya dari sekian banyak abdi negara r...