Pagi ini masih sama seperti hari-hari biasanya, bangun subuh melaksanakan keharusannya sebagai seorang muslimah, besiap-siap pergi kesekolah. Hanya saja lingkaran hitam dibawah matanya yang membedakan, sebelum keluar dari kamarnya dia menyempatkan diri untuk mengoles bedak ke wajah agar tidak terlalu menarik perhatian.
'pasti gara-gara semalam.' batinnya lirih saat melihat wajahnya dikaca meja rias.
"Ayo semangat Aretha Olivia Khanza, pasti hari ini akan lebih baik daripada hari kemarin." seru nya kepada diri sendiri. Menyemangati diri sendiri terkadang lebih penting daripada orang lain.
Gadis cantik tersebut berjalan menurunkan tangga tapi gerakannya harus terhenti, melihat pemandangan diruang makan dengan suasana penuh kasih sayang.
"Hari ini mama buatkan makanan kesukaan kamu, jadi kamu harus makan yang banyak ya sayang." seorang wanita tersenyum, suaranya begitu lembut, mengambilkan makanan untuk laki-laki didepannya.
Laki-laki tersebut mengangguk saja, hingga saat pandangannya bertemu dengan seseorang yang berdiri di tangga.
"Selamat pagi, dek." senyum hangat terlihat di wajahnya, gadis itu mengangguk kecil. "Pagi bang Satria, Ma, Pa."
"Udah mau pergi sekolah?"
Aretha mengangguk pelan sambil berjalan mendekat kearah mereka. "Sarapan dulu yuk."
"Ngapain kamu ngajak anak itu makan, mama masakan makanan ini untuk kamu ya sayang. Bukan dia." ujar wanita itu sinis, Aretha menunduk sebelum memandang kearah mereka kembali.
"Ma ...." ucapan satria terhenti oleh perkataan adiknya.
"Gak usah Bang, Aretha udah kenyang. Nanti kalau lapar tinggal makan dikantin aja." Aretha tersenyum walau hatinya sakit, dia berusaha tetap berperilaku seperti biasanya.
"Aretha pergi dulu Bang, Ma, Pa. Assalamualaikum." Setelah mengucapkan salam dia langsung berlari kesekolah, kalau Aretha terus disana yang ada benteng yang susah payah dia bangun akan hancur. Tapi dia masih bisa mendengar ucapan salam dan juga teriakan abangnya.
"Maaf Bang, Aretha takut kalau masih disana membuat abang bertengkar lagi dengan mama hanya gara-gara Aretha." gumam Artha lirih, air mata sedikit demi sedikit mulai keluar dari mata indahnya.
Suara krason kendaraan terdengar dibelakangnya, cepat-cepat dia menghapus air matanya dan bersikap seperti biasanya.
Aretha menghentikan langkahnya, berbalik kebelakang melihat kaca mobil yang belakang diturunkan, mengetahui siapa yang berada didalam mobil.
"Woy, Aretha. Gak diantar bang Satria lo?" ucap yang didalam mobil.
"lo lihat gue lagi jalan kaki, berarti gue gak diantar. pintar." Aretha seperti biasa, suaranya terkesan geram dengan ucapan sahabatnya, wajahnya menunjukan kesal, hanya saja hatinya masih terasa sakit.
"Lah emang gue pintar, baru tau lo."
"Muji diri sendiri."
"Udah, ayo naik Aretha. Bareng kami aja ke sekolah nya." suara laki-laki terdengar dipertengahan mereka berdua, kaca mobil didepan terbuka menampilkan wajah yoga.
"Eh, pak Yoga. Selamat pagi," sapa Aretha sopan, Yoga merenggut tidak senang dengan ucapan formal Aretha. "Ya ampun Aretha, jangan panggil bapak dong ini kan diluar sekolah. Pagi juga, masuk gih."
"Jadi merepotkan." Aretha membuka pintu mobil dan duduk disamping Prisil. Yoga menggeleng pelan, "Gak repot kok."
Selama perjalanan Aretha memandang keluar jendela, jalanan tidak begitu macet daripada malam tadi. Tidak sengaja pandangannya jatuh pada seorang anak dengan ibunya terlihat tawa bahagia dari mereka berdua.
Andai dia juga bisa begitu?
Prisil yang melihat tersebut hanya bisa diam, bukan dia tidak perduli tetapi dia sadar sahabatnya perlu waktu sendiri.
Mereka sampai disekolah, saat mereka sampai diantara koridor kelas dan masjid. Aretha bertanya, "beurit, lo shalat dhuha apa enggak?" Prisil menggeleng pelan, Aretha mengangguk mengerti dia berjalan ke arah masjid.
Gadis cantik tersebut mengambil air wudhu terlebih dahulu, sedangkan ditempat wudhu laki-laki bersebelahan dengan Aretha -dibataskan oleh dinding- Kevin sedang berwudhu.
Setelah melaksanakan salat dhuha, Aretha merasa lebih tenang, beban dihatinya terasa ringan, seakan-akan masalah tadi malam dan pagi tadi sudah teratasi semua. Memang benar shalat dan doa adalah obat paling mujarat didunia ini.
Aretha kembali ke kelasnya, saat pertama kali masuk ke kelas tersebut Aretha hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan. Bagaimana tidak setiap anak ips baik itu ips satu, dua, empat dan lima mempunyai perwakilan dikelas nya, membuat kelas begitu sesak oleh mereka semua.
"Cucunguk, napa nih anak kelas lain pada disini?" tanya Aretha menduduki tubuhnya disamping Cici, memandang ke sekeliling mencari sahabat satunya, Prisil Kania. Tapi dia tidak bisa mencari atau memang tidak ada diantara kerumunan murid lain.
"Biasa guru meeting, kanjeng Retha," jawab Cici sambil kembali pada handphone ditangannya, membuka sebuah aplikasih media sosial.
"Pantas ternyata guru lagi rapat." pikir Aretha, dia menarik napas panjang melihat kelasnya sudah seperti pasar saja. Lihat saja ditengah kelas ada sekitar sepuluh murid yang sedang bergosip, dipojok kanan kelas ada sekitar enam murid yang sedang merajut sebenarnya lebih banyak laki-laki, mereka belajar untuk pengambilan nilai seni budaya, sungguh murid yang rajin. Sedangkan dipojok kiri ada yang bernyanyi dengan di iringkan gitar sebagai alat musik nya.
"Hidup diakhir bulan
Dengan teman mie instan
Hidup diakhir bulan
Aku harus bertahan
Aku dan keinginanku
Diatas kebutuhan"
Kira-kira begitulah nyanyian mereka mungkin mewakili murid yang tinggal sendirian, sedangkan diujung pojok depan dekat meja guru beberapa murid asik berhadroh dengan menggunakan meja sebagai alat musik nya.
"Zhoharoddinul muayyad bizuhurin nabi ahmad
Zhoharoddinul muayyad bizuhurin nabi ahmad
Yahanana bi muhammad
Dzalikal fadhlu minallah
Yahanana yahanana yahanana Yahanana
Yahanana yahanana yahanana yahanana"
Didekat pintu masuk kelas beberapa murid yang duduk dilantai beralaskan koran atau kertas, sedang membaca novel dan main game online, tidak jarang ucapan kasar keluar dari mereka membuat mereka yang baca novel marah karena merasa terganggu hingga terjadi adu mulut satu sama lain.
Sekali lagi Aretha menarik napasnya panjang, biasanya dia akan ikut bergabung tapi hari ini Aretha ingin sendiri. Gadis itu berdiri berjalan menjauh dari kelasnya.
°°
Disini lah Aretha berada sekarang menikmati kesunyian, udara yang segar ditempat yang jarang didatangi murid maupun guru, Rooftop sekolah. Aretha menyenderkan kepala nya disofa yang sengaja diletakan untuk kepala sekolah, dia dan juga Prisil. Menutup matanya, menghirup udara yang terasa begitu sejuk, tidak beberapa lama Aretha sudah masuk kealam mimpi.
Tidak mengetahui sudah berapa lama Aretha dirooftop sekolah, dia sama sekali tidak peduli dengan badannya yang sudah terasa sakit karena dari pertama datang sampai sekarang masih diposisi sama.
Aretha sama sekali tidak sadar bahwa dia tidak sendirian disana, ada seorang laki-laki yang sejak tadi memperhatikannya. Melihat Aretha seperti gelisah dalam tidurnya, yang dia pastikan bahwa itu mungkin saja mimpi buruk, tidak jarang nama seseorang keluar dari bibirnya membuat laki-laki tersebut mendengus.
Aretha segera bangun dari tidurnya, dadanya tidak beraturan. Kenapa baik didunia nyata maupun bunga tidurnya, selalu saja kejadian itu yang terus menerus berputar?
Air mata Aretha keluar begitu saja dari sudut matanya, tetapi langsung dihapus dengan kasar saat suara seseorang laki-laki terdengar dipendengarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Archer |End|
RomanceAretha Olivia Khanza, adalah seorang gadis manis yang selalu ceria. Kehidupannya penuh dengan canda tawa. Namun,semua itu hanya ia jadikan tameng untuk menutupi masa lalunya yang kelam. Hidupnya baik-baik saja, sampai suatu hari ada orang asing yang...