11. cafe

814 79 17
                                    

-
-
-
Happy reading

Jangan lupa tinggalkan jejak ya vote and comen
-
-
-

Kevin menidurkan Aretha di ranjang pasien sesampainya di UKS. Selama perjalan ke uks tidak banyak yang berbisik-bisik tentangnya tanpa menghardik mereka semua kevin tetap membawa Aretha.

Selama Aretha diberikan pengobatan, Kevin menunggu dengan hati tidak tenang, ada rasa bersalah didalam tubuhnya.

"Bagaimana?" tanya Kevin saat melihat dokter wanita yang menangani Aretha selesai meriksa.

Dia menghela nafas pelan, bertanya dengan nada sopan, "Apakah anda guru pengganti olahraga baru disini, pak?"

Berkerja cukup lama disekolah ini, membuatnya dekat dan mengenal setiap muridnya. Umi Ica panggilan akrab diberikan oleh para murid sejak dulu, sebab selain sebagai dokter dia lebih seperti seorang ibu bagi anak-anaknya.

Kevin hanya mengangguk membenarkan. "Ternyata benar, pantasan kamu tidak mengetahuinya."

"Maksudnya?" Kevin memandang kearah wanita didepannya dengan bingung, tidak mengerti dan dia tidak mengetahui apapun.

"Begini sebenarnya seluruh sekolah mengetahui bahwa nak Aretha tidak bisa dan tidak akan melakukan yang namanya olahraga."

"Kenapa?"

Umi ica memandang kearah Aretha dengan senyuman. "Dia membenci olahraga, tidak ada yang mengetahui alasannya, kenapa nak Aretha membenci olahraga? Tapi menurut pemahaman umi, nak Aretha mungkin mengalami trauma akan masa lalunya."

Dia beralih memandang Kevin kembali. "Siapa nama kamu, nak?" tanya nya setelah dirasa cukup akrab.

Umi Ica selalu menganggap para murid atau yang jauh lebih muda dari nya sebagai anaknya sendiri.

"Kevin Ardiansyah," jawab kevin sopan.

Umi Ica tersenyum mendengar jawaban Kevin, berbicara dengan nada lembutnya. "Umi gak tau hubungan kalian hanya sebatas guru dengan murid atau bahkan lebih dari ini dimasa depan. Tapi umi hanya ingin mengingatkan saja, selagi kamu masih disamping nak Aretha. Tolong jaga dia baik-baik."

Kevin masih setia mendengarkan ucapan wanita didepannya. "Banyak yang beranggapan kata trauma begitu enteng, seolah kata tersebut sama dengan rasa takut padahal trauma bukan hanya rasa takut. Biasanya ada yang sulit mengendalikan hal tersebut. Tapi saya salut kepada nak Aretha yang bisa mengendalikan, menyimpannya dengan baik sampai-sampai orang disekitarnya sama sekali tidak menyadari apa yang terjadi dengannya. Tapi ...."

"Tapi apa?" Kevin bertanya dengan penuh was-was memandang wanita didepannya dengan serius.

Umi Ica menghela nafas, menutup matanya sebentar. "Tapi bila suatu saat dia tidak bisa mengendalikannya lagi. Maka saat itu lah dia dalam bahaya. Jadi tolong jaga dia setidak nya, hanya tetap dia seperti biasanya." ucapnya sebelum pergi meninggalkan Kevin diruangan uks sendirian.

Kevin menduduki tubuhnya dikursi samping kasur Aretha. Memandang wajah pucat tersebut.

Mendengar nafas Aretha yang teratur, bisa dipastikan bahwa Aretha tidur. Kevin akan beranjak untuk pergi mengajar, tapi tangannya keburu di tahan Aretha.

Tangan kecil Aretha menggenggam dengan erat seakan-akan bila dilepaskan dia akan terlepas dan tidak kembali lagi.

Kevin menghela nafas, bertanya kepada dirinya sendiri. Apa yang sudah dialami muridnya ini? Kenapa begitu membenci olahraga? Apa yang sebenarnya dia takutkan? Apa yang membuatnya mengalami trauma?

Archer |End|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang