Chap 3

2.6K 265 1
                                    

Sorry for typo

Sorry for typo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•●•●•

"Pakai ini, cry if you're sad, don't hold back."

•●•●•

[Sudah direvisi]

Rose mendongak, dia terkejut karena didepannya ada seorang pria yang menyodorkan sebuah tisu kepadanya. Dia penasaran kenapa lelaki itu mengetahui jika Rose ingin menangis.

"Aah, terimakasih, tapi tidak perlu," tolak Rose sambil menunjukkan senyumnya, walau pada kenyataannya siapapun tau kalau itu senyum kesedihan.

"Tidak usah memaksakan dirimu, yang akan merasakannya juga kamu sendiri," ucap lelaki itu dengan dingin, ucapannya sedikit membingungkan bagi Rose.

"Baiklah, terimakasih." Akhirnya, Rose menerima tisu tersebut dan langsung dia gunakan untuk menutupi wajahnya. Hal lembut seperti ini membuatnya ingin menangis lagi.

Sebenarnya, lelaki itu sudah mengamati Rose sejak dia membeli eskrim. Dia melihat Rose menyimpan sebuah kesedihan, sepertinya dia tahu kalau Rose baru saja mengalami peristiwa yang buruk.

Sebagai lelaki, tentu saja tidak suka melihat seorang wanita menahan kesedihannya, makannya dia memberanikan diri untuk memberikannya tisu.

Taman entah kenapa menjadi sepi, hanya terdengar isak tangis Rose disini. Lelaki yang melihat Rose menangis dengan tertahan hanya bisa meringis sakit.

"Sepertinya kamu baru saja mengalami sebuah kejadian yang buruk. Menangislah, jangan menahannya, itu akan membuatmu merasa stress dan itu bahaya untuk gadis muda sepertimu."

Tangis Rose kian mengencang mengisi seluruh taman.

Tes...tes...tes

"Ah, sepertinya hujan telah turun, ayo kita pulang," ajak lelaki tersebut kepada Rose. Tapi Rose tidak bergeming sedikitpun, mungkin dia ingin di taman lebih lama.

"Hah, baiklah." Lelaki itu menyerah, dia membuka tas yang sedari tadi dia bawa dan mengambil payung lipat lalu membukanya. Dia arahkan payung tersebut kepada dirinya yang sedang berdiri dan Rose yang sedang jongkok.

5 menit mereka lalui dalam diam, ditemani dengan isakan tangis dan suara hujan yang menenangkan. Tangisan Rose kian mereda tetapi hujan tambah deras. Rose segera mengelap wajahnya lalu berdiri dan menghadapkan dirinya dengan lelaki tersebut.

"Terimakasih banyak, aku sungguh terkesan ternyata ada lelaki sepertimu," ucapnya dengan senyum tulus, kali ini tersirat sedikit kebahagian di senyumannya.

"Hm, masih ada banyak lelaki yang lebih baik daripada aku. Aku masih perlu belajar," ucap lelaki tersebut.

"Benarkah? Kalau begitu kita sama," kejut Rose.

"Ngomong-ngomong apa kau suka hujan?" tanya lelaki tersebut sambil mengadahkan kepalanya melihat awan gelap yang masih setiap menurunkan hujan.

"Bisa dibilang aku menyukainya, karena hujan selalu mengerti perasaanku," ucap Rose.

Rose mengulurkan tangannya untuk merasakan hujan. Dingin, sedih, tapi menenangkan, itu yang Rose rasakan ketika menyentuhnya.

"Hm, aku juga," balas lelaki tersebut.

"Mungkin ini terlalu lancang untuk kita yang baru bertemu, tapi kenapa kamu sedih seperti itu ani bahkan sangat sedih? Kalau kamu tidak mau meberitahuku tidak apa-apa kok, aku nggak maksa," ucap lelaki itu dengan hati-hati tidak ingin menyinggung perasaan seorang gadis yang berada dihadapannya.

"Sudah semestinya kamu merasa penasaran. Kalau aku jadi kamu, aku juga bakal menanyakan tentang hal itu. Aku tidak apa-apa, hanya saja aku bingung. Apakah kamu tau tempat tinggal yang murah?" tanyaku kepadanya.

"Hmm, bagaimana kalau di apartemenku?"

"Hah!?"

"Ehh, maksudku itu di apartemen yang aku tinggalin ada yang kosong, bisa dicicil kok," ucap lelaki tersebut menjelaskan.

"Huft, baiklah, bisa tolong antarkan aku? Aku tidak tau dimana tempatnya," tanya Rose.

"Emm, baiklah, lagi pula aku juga akan kesana," jawab lelaki itu.

•●•●•

Rose dan lelaki itupun berjalan bersama menembus hujan ke apartemen si lelaki. Di perjalanan, tidak ada percakapan sama sekali. Mereka hanya bisa membuat suasana canggung, karena mereka baru saja bertemu.

Sesampainya di apartemen, sang lelaki menyuruh Rose untuk duduk dulu di lobi. Dan Rose pun menurut.

Tidak lama kemudian, lelaki itu kembali. Ditangannya terdapat sebuah kartu yang Rose yakini itu kartunya.

"Ini kartumu, jangan sampai hilang. Nanti akan kuberitau lebih lanjut, sekarang ikut aku ke kamarmu. Barang-barangmu tinggalkan saja, nanti ada yang membawanya," ucap lelaki itu.

"Baiklah, sekali lagi terimakasih," jawab Rose.

Mereka segera masuk ke lift. Lelaki itu memencet angka 10, karena disanalah lantai kamarnya dan kamar Rose.

Ting

Mereka keluar dari lift, lelaki itu memandu Rose hingga berhenti disebuah kamar nomor 95.

"Ini kamarmu, letakkan kartunya di gagang pintu," perintah lelaki itu dan langsung dituruti Rose.

"Diam disitu, akan dimulai pengscanan."

"Nah sudah selesai, silahkan nikmati rumah barumu. Semoga kamu merasa nyaman, kalau kamu mencariku aku berada di kamar depanmu, nomer 98. Sepertinya tidak ada yang perlu kuberitahu lagi, kalau begitu aku pamit dulu," ucap lelaki tersebut.

"Tunggu, kita belum berkenalan," cegah Rose.

"Ah, kalau begitu salam kenal, namaku..

Tbc

Be Grateful ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang