⚠13⚠

596 50 2
                                    

"Baiklah, zona merah membawa kita ke titik ini dengan begitu cepat. Syukuri saja, rasa ini anugerah. Jangan gengsi. Kuharap kita akan bertahan sampai final."

-----

Dem memutar-mutar bolpoinnya, dia tidak sabar menunggu jam istirahat pertama berbunyi. Dia sudah menyiapkan baik-baik nasi goreng itu. Susah payah dia memasak subuh-subuh makanan itu. Bahkan merengek seperti balita meminta bundanya untuk mau mengajarinya memasak.

"Istirahat masih lama ya, Rel?" Tanya Dem pada Karrel yang sibuk menyalin tulisan guru di papan tulis.

Karrel menjatuhkan bolpoinnya. Sering sekali sudah Dem bertanya seperti itu pada jam pelajaran ini. Membuat Karrel menatap Dem penuh telisik.

"Kenapa sih Dem nanya istirahat mulu. Masih lama istirahatnya!"

"Apa gue ijin aja ya?" Cetus Dem.

"Emang ada keperluan apa sih, sampai gak bisa di tunda? Panggilan alam? Lo mau nyetor?"

Dem menoyor pelan kepala Karrel. Anak itu bicara meranyau saja.

"Udah ah gue pengen ijin dulu!"

Dem beranjak dari kursinya. Tak lupa dia mengambil plastik yang di dalamnya ada toples berisi makanan. Guru di depan kelas pun melihatnya.

"Saya ijin dulu bu?" Ucap Dem.

"Mau apa?" Tanya guru itu.

"Mau ketemu bidadari! Boleh ya bu!"

Hampir semua siswi di kelas Dem ternganga. Mereka bertanya-tanya siapakah yang Dem maksud bidadari.

Jam pelajaran Pak Artha hari ini di isi dengan materi. Sehingga semua siswa kelas XI MIA 1 berdiam di kelas, mengikuti pelajaran dari guru paling galak di SMA Adiwijaya.

Hari ini berbeda, Ev sudah tak murung lagi. Malah hari ini Ev selalu senyum sepanjang waktu. Begitu juga Dem. Rasa benci di hati mereka perlahan luntur dan menghilang, berubah menjadu rasa suka dan boleh di bilang cinta.

Saat pagi tadi, Ev bahkan seperti cacing kepanasan yang girang sendiri sambil senyum-senyum. Hampir saja Iva menggiring Ev ke--RSJ.

Tok. Tok.

Suara ketukan pintu terdengar. Pak Artha yang sedang menggoreskan spidolnya ke papan tulis pun mendongak. Ada seorang murid berdiri di luar sana. Senyumnya melengkung sempurna. Di tangan, dia menenteng sebuah bungkusan.

"Permisi pak. Saya boleh masuk?" Tanya Dem pada Pak Artha dengan kepercayaan diri penuh.

"Lo, kamu gak masuk kelas? Bolos?" Pak Artha menatap Dem dengan tatapan mengintimidasi. Menanyai Dem layaknya detektif.

"Gak pak. Saya ijin dari kelas sebentar." Terang Dem.

"Memangnya mau apa?"

Dem mengatur suaranya, seperti orang yang bersiap-siap hendak menyanyi. "Mau menyampaikan pesan sakral dan titipan suci dari seorang insan manusia kepada..." Dem menggantungkan kalimatnya di udara.

"Siapa?"

"Bidadari." Dengan mudahnya kata itu meluncur dari mulutnya. Mata Dem memandang ke arah Ev berada. Ev juga membalas tatapan itu dengan senyuman. Merasa bahwa 'Bidadari' yang Dem maksud adalah dirinya.

Demon & Devil [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang