⚠4⚠

878 86 3
                                    

"Layaknya merangkai lego. Untuk mencapai kesempurnaan, kamu harus melewati fase penat, bosan dan ingin menyerah. Ketika bisa melewatinya, kamu menang."

-----

Malam ini terasa sangat dingin. Baju tidur tebal yang di pakai Ev pun nampak masih belum mampu menghangatkan tubuhnya dengan sempurna. Seluruh anggota keluarga Ev berkumpul di meja makan.

Di sekelilingnya, ada pengawal-pengawal bertubuh kekar dengan setelan tuxedo dan kacamata hitam yang membuat mereka tampil formal. Pistol-pistol memenuhi kantong jas mereka.

Ev. Lagi-lagi ia muak melihat semua pemandangan ini. Semuanya terkesan hidup tanpa privasi. Begitu menyedihkan.

"Mulai besok, Papa akan minta bodyguard untuk jaga kamu."

Pak Adhiti berbicara di sela makan malam keluarganya. Ev mendongak melihat Papanya.

"Ev udah bilang, Ev gak mau."

Suara dentingan sendok dan garfu yang jatuh perlahan ke piring terdengar. Pak Adhiti terkadang lelah dengan sikap putri satu-satunya ini. Beliau hanya bermaksud untuk menjaga anaknya dari musuh-musuh bisnis yang tak segan mencelakai.

Eron yang duduk di sebelah Ev pun memegang tangan adiknya.

"Ini semua demi kebaikan kamu. Mereka udah mulai berani nyerang kayak kejadian di sekolah kamu tadi," ucap Eron.

"Iya sayang, kita semua khawatir sama kamu," timpal Ibu Adhiti.

Ev tahu kenapa mereka selalu memintanya untuk mau di jaga oleh bodyguard. Ev adalah satu-satunya anak di keluarga ini yang memilih untuk tidak homeschooling. Sedangkan Eron dan almarhum adiknya Keenan dulu memilih ikut saran Papa dan Mamanya untuk homeschooling.

Dengan begitu, nyawanya jauh lebih terancam. Apalagi Ev selalu memilih untuk tidak di kawal. Toh! Hidup dan mati semuanya di tangan Yang Maha Kuasa. Ada beberapa alasan yang membuat Ev tidak ingin di kawal, diantaranya adalah, dia tidak suka di buntuti, dia tidak suka di pandang aneh karena harus di kawal kemana-mana, dan Ev tidak ingin kalau teman-temannya tahu pekerjaan sesungguhnya dari kedua orang tuanya.

"Sekali enggak, tetep enggak," kata Ev tegas.

Dem terus mengacak-acak rambutnya. Ada banyak pertanyaan yang berkumpul di otaknya.

Siapa yang menembaki mereka tadi? Apa yang orang itu inginkan? Apa orang itu masih mengikutinya? Dan kenapa Ev nampak santai saat kejadian semencekam itu?

"ARGHHH!" geram Dem.

Sedari tadi ia berguling-guling di tempat tidurnya yang kini sudah berantakan. Sisa potongan-potongan lego yang belum selesai dia rangkai berhamburan di mana-mana. Belum lagi jaket dan almamater sekolah yang ia taruh sembarangan. Kamar itu sudah seperti kapal pecah.

"Ini kamar, apa gudang?" Dem terlonjak kaget ketika bundanya tiba-tiba saja muncul di ambang pintu kamarnya.

"Kamar, bun!" jawab Dem pada bundanya.

Ibu Rahayu pun mendekat ke anak lelakinya itu. Beliau bergaya mengacak pinggang, berlagak marah pada putranya itu. Padahal beliau tak pernah mampu benar-benar marah pada Dem.

"Lain kali kamarnya di rapihkan."

Setelah itu Ibu Rahayu membereskan kamar putranya itu. Dem sesungguhnya iba dengan bundanya, ia sama sekali tak ingin menyusahkan wanita 43 tahun itu. Tapi sekarang pikirannya tengah kalut. Tak ada waktu untuk membersihkan kamar.

Demon & Devil [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang