⚠8⚠

680 62 0
                                        

"Aneh, bagaimana bisa aku ikut membeku saat melihatmu bersama dia. Seperti ada sengatan listrik yang membuatku tidak nyaman. Tidak, ku harap semuanya hanya fatamorgana."

-----

"Papah masih cari keluarga almarhum temannya itu?" tanya Ev pada Eron yang berdiri di sampingnya. Matanya masih fokus menatap titik merah kecil yang ada di tengah sasaran di depan sana.

Hari ini adalah jadwal latihan memanah Ev dengan Kakaknya Eron. Ev memang punya terlalu banyak jadwal latihan, entah memanah, menembak, berkuda, fighting, atau piano.

Ev melepaskan pangkal anak panah dari tangannya, membuat anak panah itu terlontar dari busurnya. Sisi tajam anak panah itu menembus sasaran tepat di bagian tengah.

"Good, sempurna," retina mata Eron masih terfokus pada anak panah yang baru saja di lesatkan adiknya.

Semilir angin yang bertiup di lapangan itu, menyapu lembut helai demi helai rambut Ev yang tergerai. Pancaran kecantikan Ev seolah mengalahkan teriknya sinar matahari siang ini.

"Kakak belum jawab pertanyaan aku."

Eron memalingkan pandanganya ke arah Ev. Alis yang tebal dan rapih serta bulu mata lebat nan lentik, tak lupa kulit putih dan rahang tegas yang di milikinya. Wajah Ev dan Eron sangat mirip, sama-sama sempurna, hampir tak ada celah. Begitu juga mendiang Keenan. Mereka bertiga terlahir sebagai manusia yang memiliki ketampanan dan kecantikan di atas rata-rata manusia.

"Iya," jawab Eron singkat.

Eron sendiri saat ini sedang menempuh pendidikan semester satu di salah satu universitas ternama dan terbaik di Indonesia. Seperti layaknya Ev, Eron juga menjadi idola di kampusnya. Siapa coba yang tak tergoda melihat pria tampan yang sehari-harinya menggunakan mobil range rover itu.

Seorang pelayan berpakaian putih hitam keluar dari pavilion rumah dan menuju ke arah Ev dan Eron yang sedang latihan. Pelayan itu merendahkan tubuhnya tepat di hadapan Ev dan Eron.

"Tuan muda, Nona. Maaf saya mengganggu sesi latihan nona Ev hari ini. Saya di suruh oleh Nyonya untuk meminta Tuan muda Eron dan Nona Ev untuk menemui Nyonya di ruang kerja beliau."

"Baik, sebentar lagi kami akan menemui mama," Eron memberikan seulas senyum. "Kamu bisa kembali bekerja lagi."

Tidak seperti Ev tentunya, Eron lebih mudah senyum pada setiap orang. Belum lagi, gaya bicaranya yang sangat bijaksana. Membuat Eron terlihat benar-benar dewasa.

"Kakak aja yang nemuin mama. Ev males," kata Ev yang mulai melangkahkan kakinya, hendak meninggalkan lapangan itu.

"Ev, ayolah temuin mama. Siapa tahu itu penting," Eron berusaha membujuk adiknya.

"Penting," Ev tertawa sarkas. "Mama aja gak pernah dengerin Ev. Terus apa harus, Ev dengerin mama."

"Setidaknya kita hormatin mama, Ev!" kali ini Eron berkata tegas. Ev tak bisa melawan kalau Eron sudah berkata dengan nada suara seperti itu.

Ibu Adhiti sedang duduk di kursi malasnya. Satu persatu beliau membalik halaman buku yang sudah selesai beliau baca.

Hobi membaca Ev memang menurun dari mamanya. Beliau sangat gemar membaca. Bahkan di masa remajanya, Ibu Adhiti pernah menjadi seorang perpustakawan selama satu tahun. Setelah itu, kedua orang tua Ibu Adhiti memintanya fokus pada sekolah dan pendidikannya. Menghabiskan membaca buku setebal lima ratus halaman hanya dalam satu hari, sduah menjadi kebiasaan seorang Ibu Adhiti.

Demon & Devil [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang