Lagi dan lagi. Seperti hari kemarin, Ibu terus membombardirku untuk ikut sayembara dan mendaftarkan diriku segera, sebelum sayembaranya di tutup—yang mana hanya tersisa dua jam dari sekarang.
Aku menghela napas dan menggelengkan kepalaku. Tetap keras kepala terhadap keinginanku, bahwa aku menolak mengikuti acara sayembara itu.
Ibu mendecak sebal. "Jungkook-ah, satu kali ini saja, bantu Ibu. Wujudkan mimpi Ibu dengan mengikuti acara sayembara itu. Tidak masalah jika nantinya kau kalah atau sang Putri tidak menginginkanmu. Tapi tidak ada salahnya juga untukmu mencoba. Keberuntungan seseorang tidak akan pernah ada yang tahu."
"Aku tidak mau, Bu."
"Jungkook, Ibu tidak meminta lebih darimu. Ibu hanya ingin kau wujudkan keinginan Ibu. Ikut sayembaranya dan naikkan derajat keluarga kita."
Aku mendesis, "sedari kemarin, Ibu terus mengucapkan kalimat seperti itu. Naikkan derajat keluarga kita. Ibu, tidakkah Ibu tahu bahwa setiap harinya aku bekerja dari sebelum matahari terbit, menerjang dinginnya cuaca, lalu kembali pulang kerumah di saat semua orang terlelap? Aku bekerja hampir 24 jam! Tidak pernah berhenti. Apakah Ibu tahu bahwa aku juga ingin menaikkan derajat keluarga kita? Tapi tidak semudah itu, Bu. Semua butuh proses. Banyak yang harus dilalui. Bukan dengan cara mengikuti sayembara itu. Tidak, Bu."
"Jungkook-ah—"
"Apakah itu salahku bahwa keluarga kita miskin? Apakah salahku bahwa aku terlahir ke dalam keluarga yang tidak memiliki apa-apa? Aku yang salah?"
Mendengar kalimatku barusan, Ibu tercengang dan terkejut. Kemudian, Ibu menatapku dalam, lalu beliau tanpa mengucapkan apapun, langsung pergi dari hadapanku.
Junghyun Hyung menghampiriku. Ia menggelengkan kepalanya. "Jika boleh kukatakan, kau sedikit kelewatan, Jungkook-ah. Aku tahu bahwa kau lelah karena bekerja hampir 24 jam. Aku juga tahu kau bersikeras menolak untuk mengikuti acara sayembara itu. Tapi tidak dengan berkata hal tidak sewajarnya seperti itu kepada Ibu. Itu tidak pantas, Jungkook-ah. Ibu adalah Ibumu. Orang tuamu, yang melahirkanmu, merawatmu dan membesarkanmu. Bukan seperti itu caranya membalas kebaikan Ibu."
"Hyung . . ."
"Cepatlah kau meminta maaf pada Ibu. Katakan bahwa kau sangat menyesal dan tidak akan pernah mengulanginya lagi." Ujar Junghyun Hyung sembari menepuk pundakku. "Bill Gates berkata bahwa 'Bukan salahmu jika kau terlahir miskin. Tapi salahmu jika kau mati miskin'—ingatlah itu."
Junghyun Hyung pun keluar. Meninggalkanku. Aku menghela napas. Kupikirkan kalimat Junghyun Hyung baik-baik.
Bukan salahmu jika kau terlahir miskin. Tapi salahmu jika kau mati miskin.
Ya. Bukan salah siapa-siapa jika aku terlahir miskin. Kedua orang tuaku telah bersusah payah membesarkanku, merawatku, memberiku kasih sayang yang tiada tara. Tapi, mengapa aku bisa mengucapkan kalimat sedemikian menyakitkan kepada Ibu?
Oh, betapa bodohnya dirimu, Jeon Jungkook.
Aku langsung menuju ke kamar Ibu. Ibu tengah menangis di pinggir ranjangnya. Beraninya kau Jeon Jungkook, membuat Ibumu sendiri menitikkan air mata akibat kalimat yang tidak seharusnya kau ucapkan itu. Betapa kau tidak tahu arti terima kasih!
Oke, aku menyesal.
Akupun menghampiri Ibu dan aku berlutut dihadapannya. Kugenggam tangan Ibu dan kukatakan, "maafkan aku, Bu. Aku salah. Maaf. Tidak seharusnya aku mengatakan itu. Ibu, maafkan aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
NOTRE DAME
FanfictionDari 52 peserta yang ada, Putri Sifra harus menentukan dan memilih satu orang saja yang pantas untuk bersamanya dan menjadi suaminya. Akankah dia berhasil menemukan cinta sejatinya? STARTED: November 26th, 2019. FINISHED: January 6th, 2020. © 2019, ...