[019]

1.6K 190 6
                                    

Notre Dame mengikutiku hingga keruanganku. Aku melepaskan amarahku dengan memukul diriku sendiri, sementara Notre Dame berusaha menahan diriku. Ia menahan kedua lenganku dengan erat, tapi aku lelaki, jadi aku lebih kuat darinya.

Aku berkata, "please tell me that all of this was a joke." Ujarku. "Kumohon, Notre Dame."

"Aku tidak tahu, Jungkook. Tapi jika di lihat dari beberapa kemungkinan, sepertinya berita ini memang benar adanya. Kau harus sabar dan tabah."

"Ibu—" tangisku pecah dan tidak terkendali. "Ibu, maafkan aku. Aku tidak bisa menjagamu disana, Ibu."

Notre Dame memelukku. "Jungkook, jika ada yang bisa kulakukan untuk membuat perasaanmu sedikit tenang, katakan saja padaku. Apapun yang kau inginkan, aku akan berusaha untuk memenuhinya."

"Aku ingin pulang ke Busan."

"Apa?"

"A-Aku—aku ingin kembali ke Busan dan melihat Ibuku. Aku ingin berada disampingnya untuk terakhir kalinya, Notre Dame."

Kutatap wajah Notre Dame yang menunjukkan bahwa sebenarnya ia tidak setuju dengan apa yang kukatakan barusan. Tapi aku benar-benar ingin kembali ke Busan sekarang. Waktuku tidak banyak. Aku ingin bertemu dengan Ibuku.

Aku ingin melihat Ibuku—walau untuk yang terakhir kalinya.

Notre Dame membasahi bibirnya dan ia menghindari tatapanku. Ia berkali-kali menghela napas, sebelum akhirnya ia bertanya, "kau ingin kembali ke Busan? Apa kau akan meninggalkanku disini, Jeon Jungkook?"

Aku menggelengkan kepalaku, "entahlah, Notre Dame—aku bahkan tidak bisa berpikir jernih sekarang ini. Yang jelas, aku ingin kembali ke Busan untuk menenangkan diriku."

Notre Dame menangkup wajahku. "Apakah aku egois jika aku tidak mengizinkanmu untuk pergi? Jungkook, aku ingin kau disini. Jika kau kembali ke Busan, maka aku tidak bisa menjamin apakah kau akan kembali ke istana ini atau tidak."

Aku sendiri juga tidak tahu apakah aku ingin tetap menjadi bagian dari ajang sayembara ini atau tidak. Banyak sekali yang kupikirkan saat ini dan aku terlalu pusing sekarang. Aku tidak ingin mengambil keputusan apapun untuk sekarang, karena otakku sedang tidak stabil. Tapi aku ingin pulang.

Aku ingin bertemu Ibuku.

Notre Dame mengangguk. "Baiklah. Kemas barang-barangmu dan kembali ke Busan. Aku akan pergi sekarang."

Sebelum Notre Dame pergi, aku menariknya kedalam pelukanku dan aku mencium bibirnya dengan lembut. Beberapa detik kemudian, aku melepaskan ciumannya untuk pertama kali, lalu aku melihat air mata yang mengalir di pipi Notre Dame. Kuseka air matanya dengan jemariku dan berbisik, "kumohon, jangan menangis."

"Aku tidak bisa menahannya, Jungkook. Aku takut kau tidak akan kembali."

"I can't make promises right now, tapi aku hanya ingin kau tahu satu hal, Sifra. Aku akan selalu datang padamu. Aku akan selalu menemukanmu, meski dimanapun kau berada. Percaya padaku."

"Why do I feel like this is goodbye?"

"Because it is."

-

Sifra’s Point of View

"Papa, Jungkook akan kembali ke Busan."

Tidak ada respon. Aku berkata lagi, "dia akan pergi sepuluh menit dari sekarang. Kuharap, kau memberikan pengumuman yang sesuai atas berita duka cita ini, Papa."

"Dia kembali ke Busan?"

"Ya."

"Katakan padanya bahwa dia hanya memiliki waktu satu hari untuk pulang ke Busan."

Aku menaikkan alisku, "kenapa begitu? Jungkook sangat mencintai Ibunya. Ibunya telah meninggal dunia, dan apa Papa pikir waktu satu hari itu cukup? Jungkook pasti sangat terpukul sekarang."

"Tiga hari. Tidak lebih,"

"Jika Jungkook memilih untuk tidak kembali ke istana sama sekali? Lantas bagaimana? Ini semua ulah musuh kerajaan. Mereka begitu keji dan kejam, merenggut nyawa seseorang yang tidak ada sangkut pautnya dengan permasalahan kerajaan. Jungkook butuh waktu untuk menenangkan dirinya. Dia pasti trauma karena kejadian ini dan aku takut seandainya jika dia memilih untuk tidak kembali."

Papa hanya menjawab, "jika dia tidak ingin kembali, maka itu kesalahan terbesar yang dipilihnya. Papa tidak perlu repot-repot mengusirnya pergi dari istana ini. Kau hanya perlu memilih salah satu dari tiga peserta yang tersisa. Bukan masalah berat."

"Jungkook pasti kembali."

"Terserah,"

"Aku akan ikut dengannya."

Papa seketika menjadi murka padaku. "Tidak, Sifra. Kau mulai gila atau apa? Kau tidak boleh ikut dengannya."

"Sekarang ini, hanya tersisa empat peserta. Bayangkan jika semisal Jungkook ditakdirkan menjadi suamiku. Apakah aku harus membiarkannya pergi sendiri di saat dia tengah terpuruk seperti ini?"

"Ya. Jika lelaki itu mati, maka itu bukan suatu masalah. Namun jika kau mati, itu akan membuat keadaan semakin runyam, Sifra. Pikirkan konsekuensinya sebelum kau bertindak sesuatu." Ujar Papa. "Apapun yang terjadi, kau tetap berada di istana. Suka ataupun tidak."

Aku menggeleng, "aku bukan suatu mainan yang bisa Papa kontrol setiap saat. Aku manusia dan aku memiliki hak. Pa, satu kali saja, lihat aku sebagai manusia, sebagai anakmu. Perlakukan aku sebagaimana orang tua harus memperlakukan anaknya."

Setelah mengatakan itu, aku pergi ke ruangan Jungkook. Kulihat ia sudah rapih membereskan pakaiannya. Dan tas yang dikenakannya cukup besar. Aku khawatir jika semisal ia telah memasukkan seluruh barang-barang dan pakaiannya kedalam sana dan tidak ada lagi yang tersisa diruangannya ini.

"Kau hanya akan berada di Busan selama tiga hari, Jungkook. Mengapa tasmu sebesar itu?"

Jungkook tidak menjawab. Tapi ia mengeluarkan sesuatu dari kantung celananya. Kemudian, ia memberikannya kepadaku.

Ternyata, itu sebuah gantungan kunci berwarna biru dengan gambar gajah. Unik sekali. Aku tertawa pelan dan bertanya padanya, "ini apa?"

"Kenang-kenangan dariku. Jika kau merindukanku, tataplah gantungan kunci ini dan bayangkan diriku berada didekatmu. Ini couple. Aku juga punya." Iapun menunjukkan gantungan kunci miliknya yang mirip dengan yang ia berikan padaku. "Take care of yourself, Sifra." Jungkook mencium keningku.

Sekali lagi, aku meneteskan air mata. "Berjanjilah bahwa kau akan segera kembali, Jungkook." Ujarku. Sungguh, aku tidak ingin ia pergi, tapi ia memang harus pergi. Aku egois jika aku terus menahannya disini, sedangkan keluarganya disana membutuhkannya.

Aku menaruh kedua lenganku pada lehernya dan kucium bibirnya dengan lembut. "Please stay safe." Bisikku.

"I will, Sifra."

NOTRE DAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang