[022]

2.2K 200 10
                                    

a/n: this is the last chapter. so enjoy ((((:

-

Sifra kini berada dihadapanku. Ia menatapku yang tengah menggenggam surat-surat darinya.

Aku menaruh surat itu di meja, lalu aku menghampirinya. Sifra segera memelukku erat dan mengatakan, "aku sungguh merindukanmu, Jeon Jungkook."

Kubalas pelukannya itu dengan lebih erat lagi. "Aku juga. Aku sangat merindukanmu, Notre Dame." Ah, aku tidak ingat kapan terakhir kali aku memanggilnya seperti itu. "Suratnya indah. Aku suka."

Sifra melepaskan pelukannya, lalu ia menatapku, "oh, ya? Aku malu sekali ketika aku menulisnya, lalu aku membayangkan kau membaca surat itu. The letters were so damn cringe, you know!"

"Yeah, but I love it."

"Bagaimana dengan keluargamu?"

Aku membawanya untuk duduk di tepi ranjang bersamaku. "Keluargaku baik-baik saja. Junghyun Hyung dan Ayah tetap bersemangat untuk bekerja."

"Bagaimana denganmu?"

"Aku juga baik-baik saja. Sebenarnya, aku merasa bahwa Ibu tidak benar-benar pergi meninggalkanku dan keluargaku. Aku masih bisa merasakan bahwa ketika aku pulang nanti, Ibu tetap ada di rumah, tengah memasak makanan favoritku atau mungkin sekadar menonton televisi di ruang keluarga."

"Jungkook, meski aku tidak tahu perasaanmu sekarang yang sebenarnya seperti apa, tapi aku ingin kau untuk tetap ceria dan bahagia. Aku tidak mengatakan bahwa bersedih itu tidak boleh, hanya saja, you have to live up. Jangan membuat kesedihanmu itu memengaruhi kehidupanmu. Kau harus bahagia."

"Ya."

Sifra mengangguk. "Oh, ya!" Katanya tiba-tiba. Lalu, ia mengeluarkan sesuatu, kemudian ia memberikannya kepadaku. "Peserta lainnya sudah kuberikan hadiah sebagai tanda terima kasih atas partisipasi mereka dalam ajang sayembara ini. Telah kuputuskan bahwa mulai hari ini, ajang sayembaranya telah selesai. Aku telah menentukan pilihanku."

Aku terkejut. Oke, jadi Sifra telah memutuskan semuanya sendiri ketika aku tiada di istana ini. Apakah ia memikirkanku saat itu?

Aku bertanya, "apa itu sebabnya kau menginginkan aku untuk kembali ke istana ini?"

"Ya."

"Oke,"

Sifra berkata, "sebenarnya hadiah itu sangat memalukan. Aku tidak bisa membungkusnya dengan rapih. Jadi itu terkesan jelek. Maaf jika kau tidak suka."

"Aku suka."

Kubuka hadiah darinya itu.

Ternyata, sebuah foto hasil tangkapan kamera Polaroid yang didalamnya berisi rumah yang begitu indah. Aku tidak terfokus pada rumahnya, melainkan aku fokus pada keindahan dari tangkapan gambarnya.

Aku tersenyum. "Bagus sekali. Indah," ujarku. "Apakah kau yang mengambil fotonya sendiri?"

"Oh, hadiahnya bukan foto Polaroid nya. Melainkan rumah yang ada didalamnya."

"Apa?"

"Kupikir, mungkin kau ingin keluargamu untuk tinggal dekat dari istana agar kau selalu bisa mengunjungi mereka setiap saat. Aku membeli rumah itu untuk keluargamu, Jeon Jungkook. Jika nanti kakakmu itu menikah, keluarganya bisa tinggal disana. Ada banyak sekali ruangan di rumah itu,"

"Tunggu, aku tidak mengerti."

Sifra meneguk salivanya, kemudian ia menatapku lurus. "Kau bilang padaku untuk memulangkan semua peserta. Sudah kulakukan itu. Tapi aku harus mempertahankan satu peserta lainnya, karena itu adalah peraturannya. Tapi, ya . . . itu sebagai bukti bahwa aku mencintaimu—"

NOTRE DAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang