Cerita ini fiksi dan murni hasil imajinasi saya, maaf apabila ada kesamaan alur dan nama tokoh
Jangan lupa tinggalkan jejak! 🧚🖤
———
"Rumahnya bagus kan?" tanya seorang wanita kepada putrinya yang hanya dijawab dengan anggukan.
"Pindah rumahnya jauh banget sih," protes Aluna dengan wajah masam.
Karina hanya mengulum senyum tipis sambil mengusap rambut panjang Aluna. " Sengaja, biar Mama gak terus-terusan keinget Amanda, "
Aluna terdiam. Ia sebenarnya tahu alasan kedua orang tuanya memutuskan untuk pindah, meninggalnya Amanda karena bunuh diri dengan cara menyilet nadi nya itu membuat keluarga terpukul.
Karena itulah kedua orang tuanya memutuskan untuk pindah rumah ke kawasan Tebet, lumayan jauh dari rumah lamanya dulu.
"Terus sekolah aku pindah juga dong?" tanya Aluna seraya membantu Karina mengangkat kardus berisi pakaian.
"Iya lah, Mama udah daftarin kamu ke salah satu sekolah di daerah sini, Senin kamu mulai bisa masuk," jawab Karina. Wanita yang bulan depan akan genap berusia empat puluh lima tahun itu tampak sibuk memindahkan barang-barang.
" Tapi kan aku belum hafal daerah sini, nanti nyasar gimana? Aku gak mau ya jadi gembel," kata Aluna, agak dibuat lebay.
Karina tertawa. "Nanti Talitha tinggal di sini kok, lumayan kan kamu ada temen gabutnya?"
"Harus Talitha apa? Udah tau dia rada gesrek gitu," jawab Aluna pelan.
Karina lagi-lagi hanya tertawa, wanita itu lalu kembali mengangkat kardus dan meletakkannya ke ruang tengah. "Kamu keluar dulu deh tungguin Talitha sampe dateng, di sini juga lagi ribet,"
Aluna mengangguk lalu memutuskan untuk duduk-duduk di teras rumah. Rumah barunya ini terletak di dalam komplek perumahan yang Aluna sendiri belum tahu namanya. Ia tidak terlalu peduli tentang itu.
"WOI ALUNA!"
Suara cempreng itu membuat Aluna mendongak. Di depan pagar rumahnya sudah berdiri Talitha, sepupunya yang kebetulan tinggal di daerah sini. Gadis yang hanya mengenakan kaos harian dan celana katun itu terlihat santai bersandar di mobil barunya, sombong.
"Cie jadi anak jaksel," ucap Talitha.
Aluna nyengir. "Pindah haluan lah, sekali-kali gitu jadi anak jaksel,"
"Kalian pindah kesini biar gak terus-terusan keinget Amanda ye?" tanya Talitha hati-hati. Ia tahu sepupunya ini sangat terpukul ketika mengetahui Amanda meninggal dua bulan lalu.
"Iya, ini sih keputusan Mama sama Ayah, gue ngikut aja," jawab Aluna cuek. "Masih gak nyangka dia udah gak ada,"
Talitha ikut prihatin dengan Aluna, ditinggal pergi untuk selama-lamanya itu sangat menyakitkan bukan?
"Mau ikut gue ke Blok M gak? Gue mau makan gultik nih," kata Talitha, berusaha mencairkan suasana.
"Males ah, udah tau jam segini daerah sana pasti macet,"
"Please temenin gue, Lun. Nanti gue beliin novel sama cokelat deh kalo lo mau ikut,"
Aluna langsung tertarik dengan penawaran Talitha. Sungguh, imannya sangat lemah jika sudah menyangkut novel atau cokelat. "Bener ya?"
Talitha mengangguk mantap dan membuat Aluna langsung masuk ke dalam mobilnya. Perjalanan menuju Blok M memakan waktu cukup lama karena macet terjadi di mana-mana. Pada akhirnya pun mereka sampai sekitar menjelang Isya.
Aluna sebenarnya sudah sering ke Blok M, untuk sekedar jalan-jalan malam ataupun berburu kuliner. Hanya saja ia masih belum begitu hafal jalan menuju sana.
"Lo bener-bener kagak hafal jalan apa?" tanya Talitha kepada Aluna. Sekarang mereka sudah duduk anteng, menyantap sepiring gultik hangat plus memandangi jalanan Blok M yang ramai, banget.
Aluna menggeleng polos. "Cuma tau beberapa daerah di Jakarta, itu juga pake google maps,"
"Kalo lo nyasar gimana? Jadi gembel mampus lu,"
"Apa gunanya hp boba gue, Talitha? Tinggal buka maps, selesai,"
"Gue doain hp boba kebanggaan lo mati,"
Aluna mengedikan bahunya tak peduli. Ia kembali menyantap gultiknya yang sudah habisnya piring kedua. Aluna kadang heran kenapa perutnya bisa sekaret itu, sedangkan tubuhnya sendiri masih langsing-langsing saja.
Jangan-jangan ia cacingan.
"Ini, Pak. Saya udah selesai," kata Talitha sambil menyerahkan piring ketiganya ke pedagang gultik lalu membayar.
"Anying lo kalo udah makan suka gak tau diri ye?"
Talitha terkekeh, sedetik kemudian ia menepuk keningnya. "Aduh mati, gue lupa harus jemput Bunda di kantor, sekarang udah ngomel-ngomel pasti nih,"
"Gara-gara ngebet mau kesini sih, yaudah lo jemput Bunda lo duluan aja, gue masih mau di sini," kata Aluna, ia masih menghabiskan sepiring gultiknya.
"Terus nanti lo pulangnya gimana? Lo sendiri aja belum tau alamat rumah baru lo kan? Nama perumahannya aja gak tau,"
"Nanti gue suruh Raja jemput, udah lo duluan aja,"
"Yaudah terserah lo deh, gue duluan ya, Lun!" Talitha berlari menuju mobilnya yang terparkir dipinggir jalan.
Aluna memperhatikan mobil Talitha hingga hilang dibelokan dan ia kembali asyik menyantap gultiknya, di tengah-tengah ramainya Blok M di malam hari.
Beberapa saat kemudian Aluna melirik jam tangannya, sudah lewat pukul sembilan, "Cepet amat dah,"
Karena ia tidak mau kena semprot Mama dan abangnya, Aluna akhirnya memutuskan untuk menelepon Raja. Namun, entah mengapa sudah puluhan kali mencoba ponsel boba nya tetap tidak mau menyala.
Aluna panik dan seketika tubuhnya lemas setelah berhasil mengingat-ingat persentase baterainya sepuluh menit lalu.
Lima persen.
Ia yakin ponselnya habis baterai. Dengan wajah pucat pasi Aluna mengedarkan pandangan ke penjuru jalanan. Ia harus bagaimana sekarang?!
" Sumpah ini gimana caranya gue pulang?! "
T.B.C ❤️
- yeay chapter 1 selesai, chapter selanjutnya bakal lebih seru kok. So jangan lupa tinggalkan jejak! ✨💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Alaluna [Completed]
Teen FictionMereka hanya manusia biasa, yang sedang belajar jatuh cinta, peka dan memaafkan. *** 27-10-21 # 1 in girl 09-01-21 #1 in friendzone 03-11-20 #1 in fiksiremaja 03-11-20 #1 in youngadult 11-03-20 #1 in bucin 26-02-20 #1 in cool 17-12-19 #1 in alaska ...