35. Curiga

53.8K 6.3K 405
                                    

———

Flashback on

Sudah satu bulan lewat sejak kepulangan Amanda dari Oxfordshire, Inggris. Gadis itu hanya murung dan jarang keluar kamar, membuat Karina dan Aluna khawatir.

Apalagi belakangan ini Amanda suka mengamuk hingga melempar barang.

" Manda kenapa sih, lun? " Tanya Karina khawatir.

Aluna menggeleng panik, " Gak tau, ma. Pulang-pulang dari Inggris dia langsung murung begitu. "

Dua minggu yang lalu, Amanda memang pergi ke Inggris, tujuannya ke Oxford University, ia memang berencana kuliah disana.

Tadinya Aluna ingin menemani Amanda, mengingat saat itu mereka masih kelas sepuluh, cuma gadis itu menolak dengan alasan tidak ingin diganggu.

" Ayah sama Raja belom mau pulang, bun? " Tanya Aluna sambil melirik jam tangan biru muda nya.

" Lagi otw, kamu jadi mau ke Dufan? " Tanya Karina balik.

Aluna mengangguk, " Ini mau berangkat, aku berangkat dulu ya, ma. "

Di dalam kamar, Amanda duduk di sudut kamar sambil memeluk pigura foto. Rambutnya acak-acakan dengan kedua mata sembab hasil menangis.

" Lo jahat, lo jahat, lo jahat. " Racau nya tak jelas.

Air mata Amanda menetes membasahi pipi nya, rasanya ia ingin mati sekarang juga.

Ia melirik sebuah pisau lipat yang tergeletak di  sebelahnya. Dengan berat hati, ia meraih pisau itu.

" Maafin Amanda. "

Flashback end

" AMANDA!!! "

Aluna berteriak sambil menutup wajahnya.

Hening.

Ia membuka wajahnya kemudian mengedarkan pandangan. Kini ia sudah menjadi pusat perhatian sekelas, bahkan Bu Dewi sampai memegang dada nya, kaget.

" Lo kenapa, lun? " Tanya Keyla.

Aluna linglung, " Hah? Gak, gak papa. "

Bu Dewi berkacak pinggang, " Aluna, kamu tidur di jam pelajaran saya? Silahkan keluar. "

Dalam hati, Aluna mengumpat. Kenapa bisa di pelajaran Bu Dewi ia sempat-sempatnya tertidur.

" Iya, bu. "

Alaska memperhatikan Aluna yang berjalan lemas keluar kelas. Pasti Aluna baru saja bermimpi tentang Amanda.

" Tadi Aluna teriak nama Amanda, siapa nya ya? Jangan-jangan— "

" Adik nya Aluna namanya Amanda juga, jangan terlalu cepat tarik kesimpulan, ga. " Potong Alaska cepat.

" Siapa tau Amanda adik nya Aluna ternyata Amanda temen kita juga. " Kata Rega.

Alaska melirik Rega, " Itu gak mungkin, ga. "

" Kan gue bilang siapa tau, tapi semoga aja bukan. "

Aluna duduk di bangku depan kelas, tatapannya menuju lapangan yang dipenuhi siswa kelas IPA 3 yang sedang berolahraga.

Senyum nya merekah ketika melihat Vano sedang duduk di pinggir lapangan sambil meneguk air mineral nya. Tanpa pikir panjang, Aluna menghampiri cowok itu.

" Lah kok kamu disini, lun? " Tanya Vano heran.

" Dihukum sama Bu Dewi. " Jawab Aluna malas.

" Gara-gara ketiduran terus teriak nama Amanda. " Lanjutnya.

" Amanda? Kok bisa? "

" Mungkin aku lagi kangen dia. "

Vano mengernyit bingung, " Kangen? Kan tiap hari ketemu, lun. "

" Amanda udah gak ada disini, Vano. " Ucap Aluna lembut.

" Dia pindah? " Tanya Vano kepo.

Aluna mengangguk pelan, " Kapan-kapan aku temenin deh ke rumah dia yang baru. "

" Oh oke, aku lanjut olahraga dulu ya, lun. Nanti ke kantin bareng. "

Aluna memperhatikan Vano yang kembali ke barisannya, lalu ia berdiri dan memilih untuk ke kantin.

" Eh Aluna! "

Aluna berbalik kemudian menatap Valerie bingung, " Iya, kenapa? "

Valerie berjalan mendekat kemudia menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan tidak ada siapapun selain mereka disana.

" Vano bukan pacar lo kan? " Tanya Valerie pelan.

Aluna semakin bingung, " Bukan, kenapa? Mau ngerebut? Maaf gak bisa. "

" Eh bukan! Gue cuma curiga sama dia, nanti pulang sekolah bisa ketemuan gak di kafe Rinjani? Gue pengen cerita sedikit. "

———
Aluna dan Valerie sudah duduk berhadapan dengan masing-masing menikmati segelas ice cappucino.

" Mau cerita apa, val? " Tanya Aluna langsung. Ia sedang malas basa basi.

Valerie membuka ponselnya kemudian mengotak atik sebentar, " Ini pas gue di London, sekitar hampir setahun lalu. "

Aluna memperhatikan foto yang ada di ponsel Valerie dengan seksama. Tidak ada yang spesial, hanya menunjukkan foto Valerie sedang berdiri di jalanan kota London dengan latar banyak orang di belakangnya.

" Iya, terus? " Tanya Aluna bingung.

" Gue kira ini cuma foto biasa, tapi pas kemarin gue iseng-iseng zoom, gue ngeliat ada temen lo si Vano di belakang gue. "

Kedua mata Aluna membulat, bagaimana bisa? Bukankah Vano saat itu di Belanda? Tapi ia segera berpikir positif, mungkin Vano sedang ke Inggris, mengingat Belanda-Inggris bisa ditempuh dengan kereta.

" Liat kan? Tapi ada cewek yang lagi Vano cium. "

Valerie menunjukkan fotonya yang telah di zoom. Terlihat Vano sedang mencium seorang cewek yang menghadap belakang kamera, jadi wajahnya tidak terlihat.

Dengkul Aluna melemas, ia menggeleng tak percaya, " Ini pasti bukan Vano, val. "

Valerie berdecak, " Ini Vano, Aluna. Liat di pergelangan tangan kiri nya, ada tato kecil yang bentuknya huruf A kan? Dan pas kemarin gue ngeliat Vano, dia juga punya tato kecil huruf A, gak mungkin salah orang. "

" Tapi Vano gak mungkin kayak gini. " Ucap Aluna pelan. Kedua matanya memanas, ia tidak menyangka Vano bisa menciun cewek lain, bahkan dirinya sendiri tidak pernah.

Valerie menepuk pundak Aluna kasihan, " Coba lo tanya Vano sendiri, nanti gue kirim foto nya ke hp lo. "

" Gue curiga Vano gak sebaik yang selama ini dia tunjukkin ke lo. "

Aluna mengangguk lemah, kemudian pamit pulang. Valerie menatap kepergian Aluna dengan hati dag dig dug.

Ada satu hal lagi yang ingin ia kasih tahu ke Aluna, yang bisa saja membuat Aluna membenci Vano.

Namun ia urungkan niatnya, ia tidak mau terlalu jauh mencampuri urusan mereka.

" Nanti aja deh kasih tau nya. "

T.B.C ❤️





Alaluna [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang