———
" RAJA GAMALADI! LO ABIS NGAPAIN DI KAMAR GUE?! "
Adi yang kebetulan lewat di depan kamar Aluna langsung mengelus dada sabar. Ia lalu membuka pintu kamar putrinya itu.
" Astaghfirullah, lun. Ini kenapa kamar kamu kayak kapal karam begini? " Tanya Adi heran.
Kamar Aluna yang biasanya sangat rapi, kini berantakan. Dengan sprei yang acak kadul, sisa kripik bertebaran dimana-mana dan juga rak novelnya yang sudah tidak beraturan urutannya.
" Raja, yah! Dia semalem minta tukeran kamar, katanya kamar dia tv nya mati. Terus sekarang kenapa kamar aku jadi begini?! " Teriak Aluna kesal.
Adi memijat pelipisnya pusing, putra sulungnya itu memang rada sulit diatur.
" Sudah kamu gak usah lebay gitu, nanti Ayah suruh kakak kamu buat beresin ini semua. " Kata Adi, membuat Aluna membuang nafas lega.
" Iya makasih, yah. Kalo gitu aku pamit keluar dulu deh. " Kata Aluna sambil menyampirkan sling bag nya ke bahu.
" Kamu mau kemana? Tumben pake baju rapi kayak gitu. " Tanya Adi heran.
Aluna yang biasanya mengenakan pakaian santai dengan jeans, kini tumben-tumben nya mengenakan dress hitam se mata kaki lengkap dengan scraft yang melingkar di lehernya.
" Mau ke makam Amanda, udah lama gak kesana. " Jawab Aluna.
Adi mengangguk paham, " Pulangnya jangan kemaleman ya. "
" Siap, kapten! "
———
Terakhir kali Aluna mengunjungi makam Amanda sekitar sebulan lalu, ketika ia masih belum bisa menerima takdir.Sekarang ia sudah mulai bisa menerima, inilah jalan terbaik untuk adiknya itu.
Gadis yang mendekap sebuket bunga mawar putih itu berjalan pelan melewati barisan batu nisan. Suasana pemakaman cukup sepi, tidak ada orang lain selain dirinya.
Langkahnya berhenti di depan batu nisan bertulis ;
Amanda Katerina
21 - 12 - 2002
11 - 10 - 2018
Aluna menghela nafas, sudah hampir dua bulan Amanda meninggalkan nya.Ia berjongkok, mencabuti rumput liar kemudian meletakkan bunga mawar putih itu di tengah-tengah makam.
" Hai, Amanda. Apa kabar? Bagaimana kabar kamu disana? "
" Kenapa kamu pergi secepat ini? Aku kangen, da. "
" Kenapa kamu harus bunuh diri? Kenapa kamu nekat begitu? "
Tak terasa, air mata Aluna meluncur dari mata indahnya. Ia mengusap nya pelan, ia tidak boleh cengeng.
" Tapi aku ngerti kok, nda. Pasti masalah kamu berat banget hingga kamu nekat ngelakuin hal itu. "
Aluna menyesal, ia memang tidak ada di saat-saat terakhir sebelum Amanda bunuh diri. Ia sedang ke Dufan waktu itu, pas pulang Amanda sudah tergeletak tak berdaya di pelukan Karina.
Setelah berdoa, Aluna bangkit lalu menepuk-nepuk dress nya, " Aku pergi dulu, sampai nanti, Amanda. "
Aluna berbalik kemudian melangkah pergi. Namun setelah beberapa langkah, ia merasa ada seseorang memperhatikan nya dari belakang.
Mendadak hawa disekitar berubah dan bulu kuduk Aluna berdiri.
" Ih serem. "
Entah mengapa langit yang tadinya cerah mendadak mendung. Tak lama kemudian hujan turun mengguyur kota Jakarta.
Aluna buru-buru meneduh di salah satu pos. Pakaian nya sudah basah, membuatnya menggigil kedinginan.
" Biar gak dingin. "
Aluna terkejut saat ada seseorang memakaikan nya jaket dari belakang. Ia menoleh dan tersenyum kepada orang itu.
" Dimana-mana kenapa harus ketemu lo terus, heran. "
Alaska tertawa kecil, " Takdir mungkin. "
" Emang lo percaya takdir? " Tanya Aluna sambil menatap Alaska serius.
" Percaya mungkin. Karena suatu hal yang terjadi para diri kita gak lepas dari yang namanya takdir. " Jawab Alaska.
" Tapi kenapa takdir jahat sama gue sih? " Tanya Aluna sebal.
Alaska menaikkan sebelah alisnya, " Jahat? Malah bagi gue takdir membuat semuanya lebih baik. "
" Kalo emang takdir begitu, kenapa orang yang gue sayang harus pergi? " Tanya Aluna lagi.
" Karena mungkin, kepergian orang itu bisa membuat takdir lo berubah. Dari begini, setelah orang itu pergi, takdir lo jadi begitu. "
Aluna bergeming, " Gak ngerti. "
" Abis ke makam siapa? " Tanya Alaska, mengalihkan pembicaraan.
" Adek gue. " Jawab Aluna.
" Yang pernah lo bilang namanya Amanda? " Tanya Alaska memastikan.
Aluna mengangguk, " Kalo lo mau ke makam siapa? "
" Ke makam temen, yang kebetulan namanya Amanda juga. " Jawab Alaska sambil menatap lurus ke depan. Hujan masih belum reda, malah sepertinya semakin deras saja.
" Oh ya? Berarti itu namanya takdir juga? "
Alaska mengangguk samar, " Bisa jadi. "
" Lo bawa lily, itu buat Amanda? " Tebak Aluna sambil menunjuk sebuket bunga lily yang berada di genggaman Alaska.
" Iya, dia suka banget bunga lily, semuanya harus serba wangi lily. " Jawab Alaska.
" Amanda adek gue juga suka lily, cuma sayang tadi gue nyari di toko bunganya gak ada. Jadi terpaksa gue ganti. "
" Kenapa bisa mirip ya? "
Aluna tersenyum, " Takdir. "
Hujan mulai agak reda. Aluna melepaskan jaket Alaska lalu memberinya ke cowok itu.
" Gue duluan ya, udah janji ke bokap langsung pulang. "
Alaska mengangguk, " Hati-hati, perlu gue anter? "
" Ah gak usah, lo ke makam Amanda aja. Sekalian titipin salam gue ke dia, sayang kita gak pernah ketemu langsung. "
Alaska memperhatikan Aluna yang berlari menuju parkiran mobil sambil menutupi kepalanya dengan scraft.
" Bener kata Iqbal, lo mirip Amanda. "
T.B.C ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Alaluna [Completed]
Fiksi RemajaMereka hanya manusia biasa, yang sedang belajar jatuh cinta, peka dan memaafkan. *** 27-10-21 # 1 in girl 09-01-21 #1 in friendzone 03-11-20 #1 in fiksiremaja 03-11-20 #1 in youngadult 11-03-20 #1 in bucin 26-02-20 #1 in cool 17-12-19 #1 in alaska ...