Setelah aku tahu pasti dan mempelajari beberapa ilmu pengetahuan, bahwa cadar bukanlah budaya Arab. Aku memutuskan untuk berniqob, walau hanya dalam kondisi tertentu. Tak sedikit yang merasa heran dengan perubahanku, terlebih para tetangga.
Kali pertama aku menggunakan cadar, adalah saat di kajian waktu lalu, memakainya ketika sampai di rumah Adibah, sehingga para tetangga tak tahu, bahwa saat itu akulah yang ada dibalik cadar tersebut.
Hari ini, aku hendak pergi ke kajian bersama Adibah di kota Cirebon.
"Dek, kamu yang ke sini. Apa, Teteh yang ke sana?" tanyaku pada Adibah lewat telefon.Terdengar suara Adibah. "Aku penginnya, Teteh aja yang ke sini," ungkap Adibah.
"Gini aja, sok kamu ke sini. Tunggu di depan gang rumah Teteh," pintaku.
Lalu Adibah pun mengiyakan permintaanku.
Dari rumah, aku berangkat hanya memakai pakaian syar'i saja. Sengaja kusembunyikan cadar hitam dalam tas doraemon pink milikku.
Aku segera keluar dari kamar dan menemui mama untuk berpamitan. "Aku berangkat dulu, Mah," ujarku pamit, sembari mencium punggung tangan beliau.
"Hati-hati, jangan sore-sore, yah, pulangnya " ujar mama.
"Iya, Mah. Assalamu'alaikum..." ucapku dan berlalu meninggalkannya.
"Wa'alaikumussalam..." Terdengar suara mama menjawab salamku.
***
Aku mengeluarkan motor matic dan helm berwarna merah muda yang biasa kupakai. Lalu, segera menaikinya.
Ketika hendak berkaca, ponselku tiba-tiba berbunyi. Terlihat, ada pesan masuk dari Adibah.
Adibah: Teh, bawa helm dua, ya. Aku bentar lagi sampai gang rumah Teteh. Jangan lupa bawa masker, aku minta.
Setelah membawa pesanan Adibah, aku segera malajukan motor ini dan tak lama, berhenti tepat di hadapan Adibah.
"Teteh, atau kamu yang nyetir?" tanyaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cadarku BUKAN Teroris [TELAH TERBIT]
General FictionBerawal dari pindahnya Resty di sekolah baru, mantan gadis tomboi itu menemukan teman hijrah. Sejak itu, ia berusaha menyempurnakan pakaian agar auratnya tertutup. Ia mantap berpakaian syar'i atas tekad dan ilmu dari guru. Setelah menutup aurat, ia...