22. Pacaran Setelah Halal

1.8K 87 6
                                    


Setelah menikah, aku menikmati masa pacaran setelah halal. Semua kegiatan kulalui bersama suami, dari belajar, main, belanja, hingga nonton.

Rizki menjaga dan melindungiku dengan baik. Aku merasakan kasih sayang dan kebersamaan yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Rizki memanggilku dengan sebutan Ainiy, yang artinya Bidadari Bermata Jeli. Sedangkan aku, memanggilnya dengan sebutan Abii, yaitu Aa Hasbi, karena nama lengkap suamiku Rizki Hasbi Muktafi.

Hampir setiap malam, aku dan Rizki menonton film di youtube menjelang tidur. Tapi, menunggu datangnya ngantuk, sesekali membuka aplikasi facebook.

Aku melihat salah satu postingan di grup  Info Desa Bojong

Kemarin Pukul 23:55 • Publik

Desa Bojong jadi terkenal. Tapi sayang, keburukan yang dikenal!!

Aku melihat ada 53 komentar di dalamnya. Setelah kupandangi dan membacanya. Kini mengerti akan pembicaraan mereka.

"Astaghfirullah...," ucapku.

Rizki yang sedang asyik memainkan ponselnya, seketika memandang gawai yang kugenggam karena ia mendengar aku beristighfar. "Kenapa 'Ainiy?" tanya Rizki heran.

"Ini, Bi. Katanya, di Bojong ada teroris," ujarku.

"Kata siapa?" balas Rizki.

"Lihat postingan di grup Info Desa Bojong. Coba Abii baca aja," ujarku memberikan ponsel pada Rizki.

Rizki membacanya dengan serius, setelah itu memandang wajahku. "Udah, jangan dulu berasumsi atau ikut menyebar berita itu, kalau belum tahu kebenarannya, yah," ungkap Rizki.

Aku mengangguk. "Tapi, Bi. Mereka yang komentar, rumahnya deket sama pelaku terduga terorisnya," ujarku.

"Kan, baru terduga. Jadi, udah aja, itu urusan mereka. Besok kita mau ke Subang, tidur yuk, biar bangun pagi badannya fit," ujar Rizki.

***

Pagi ini, aku berankat ke Subang bersama Rizki, diantar Teh Nisa juga keluarga lainnya. Kami melintasi sebuah gang yang di jaga oleh beberapa polisi, lengkap dengan seragam dan senjatanya.

"Eh, itu kok ada polisi?" tanyaku heran.

"Itu kan, rumah teroris," ujar mama.

"Kata siapa?" balasku.

"Beritanya udah nyebar," ungkap mama.

Jalanan desa ini macet, begitu banyak orang yang menonton peristiwa tersebut. Di depan sana, terlihat ada tiga mobil polisi yang melaju ke arah sini, Teh Nisa pun memilih menepihkan mobil, tepat di samping minimarket.

Kami yang berada di dalam mobil sangat penasaran dengan rumah yang di kerumuni banyak polisi. Saat kami semua sedang serius menyaksikan polisi yang begitu banyaknya turun dari mobil, tiba-tiba terdengar suara pukulan mobil yang sangat kencang.

'DOR!! DOR!! DOR!!"

Teh Nisa pun membuka kaca mobilnya. "Hei, lagi ngapain?" tanya Teh Nisa pada perempuan yang baru saja menggedor kaca mobilnya.

"Rame, Nis. Penasaran, jadi aja aku ke sini," ujar perempuan yang menggendong anak kecil.

"Siapa pelakunya?" tanya Teh Nisa.

"Itu, loh, yang tangannya nggak ada satu, samping rumah er te tujuh. Kamu mau ke mana?" ungkap perempuan yang sepertinya teman Teh Nisa.

"Mau ngantar adik ke rumah mertuanya, di Subang. Er te tujuh aja aku nggak tahu," ujar Teh Nisa.

"Oh, yang deket penjual bubur?" ujar mama.

"Nah, bener, Bu. Depan-depanan rumahnya," ujar beliau.

Cadarku BUKAN Teroris [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang