21. Buah Istiqomah

1.6K 103 2
                                    


Sebelum insiden virus merah jambu yang menimpahku di masa silam, jarak interaksi bersama lawan jenis tak terjaga 100%. Sesekali aku masih membalas chat dari teman di masa sekolah, berdalih bahwa itu hanya chat biasa. Aku tak sadar bahwa semua adalah perangkap setan yang sebenarnya.

Setelah insiden itu terjadi, aku mengambil hikmah dari hal sekecil apapun hingga agar benar-benar istiqomah dan menjaga jarak komunikasi dengan lawan jenis. Aku ingin menjaga kehormatan hanya untuk suamiku kelak. 

Aku meyakini bahwa pernikahan sekarang, adalah buah dari Istiqomahku selama ini. Istiqomah dalam menjaga pandangan, istiqomah dalam menutup aurat juga Istiqomah dalam menjaga amalan-amalan.
***

Buah istiqomah itu berupa kehidupan yang lebih baik, meningkatnya keimanan, bonus plus-plus dapat suami yang sholeh, mumtaz juga romantis.

Buah istiqomah itu berupa kehidupan yang lebih baik, meningkatnya keimanan, bonus plus-plus dapat suami yang sholeh, mumtaz juga romantis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Maa Syaa Allah... Awas zona baper!!'

Sejak hari pertama menikah dengan laki-laki yang berpenampilan biasa tapi  berkepribadian yang luar biasa, setiap selepas maghrib, aku selalu diajarkan cara mengaji yang benar. Tak lupa, ia pun menjelaskan setiap tafsir dari ayat Al-Qur'an.

Walau aku sudah sah menjadi istrinya, tapi, hati ini tak pernah mau untuk memandang wajahnya sekali saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Walau aku sudah sah menjadi istrinya, tapi, hati ini tak pernah mau untuk memandang wajahnya sekali saja.  Karena aku malu.

"Resty," ujar Rizki, suamiku.

"Iya," sahutku.

"Hem.. Boleh, akuuu... Berbaring di pangkuanmu?" tanya Rizki penuh ragu.

Aku terkejut. "HAH?" Dahi ini seketika mengkerut.

"Kenapa? Nggak boleh, ya?" tanya Rizki.

"Bukan gitu. Ini tempat sholat, aku takut ada mama atau yang lain, lihat. Ke kamar aja," ujarku.

Kami berdua pun kembali ke kamar. Aku dan Rizki duduk beriringan di tepi kasur saling membisu.

"Kalau nggak mau, nggak apa-apa. Aku nggak maksa," ujar Rizki.

"Iya, aku mau, kok. Bentar dulu, yah. Aku grogi, " ungkapku.

"Jangan grogi, aku ini suamimu," ujar Rizki.

Cadarku BUKAN Teroris [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang