Di kampus, aku tak pernah berani mengenakan cadar, karena situasi pertemanan yang tak begitu baik. Dulu aku adalah salah satu orang yang memandang buruk sosok wanita bercadar dan selalu berpikir cadar adalah penghalang, juga belenggu.Kain bernama cadar itu membuat wajah cantikku tertutup dan aku tak mau memakainya. Bahkan aku pernah berpendapat, bahwa mereka yang memakai cadar, maka akan berpotensi masuk kedalam sindikat teroris.
'Maafkan aku ya Allah...'Betapa buruknya citra cadar saat itu dimataku. Karena beberapa orang dekat dan lingkungan yang mendukungku berpikir, bahwa cadar adalah teroris.
Ketika memutuskan untuk berhijrah, aku meyakinkan diri ini bahwa benar, aku mulai menyukai Cadar. Sosok wanita yang selalu terbalut kain hitam membuat jiwa terasa tenang jika memandangnya
'Apakah aku bisa seperti mereka ?' pikirku dalam hati setiap kali melihat akhwat bercadar.
***Hari ini aku bertemu dengan Teh Muslimah, berencana untuk mengambil gamis pesanan Asiy, salah satu teman Adibah yang juga dekat denganku.
Aku dan Teh Muslimah berencana untuk bertemu di warung mie ayam samping kampus.
“Resty, kamu ini nyariin siapa sih ? dari tadi celingak-celinguk kebelakang terus,” ujar temanku.
“Ini, aku lagi nungguin temenku,” sahutku.
"Tenen dari mana ?" tanya Lillah.
"Itu, mahasiswi Sekolah Tinggi Agama Islam," jawabku.
"Kenal di mana ?" tanya Lillah penasaran.
"Waktu itu, pas sholat di masjid," ungkapku.
Tak lama, Teh Muslimah datang. Beliau langsung menghampiri aku. “Maaf yah Neng, nunggu lama. Tadi motor Teteh bannya bocor.” Beliau sibuk melepaskan helm yang melekat dikepalanya.
“Iya teh, nggak apa-apa kok,” sahutku, dan mengajak beliau untuk bersalaman.
Saat aku berniat mencium punggung tangannya, lengan dan bahu ini ditarik lalu beliau memelukku. Deg! Hatiku bergetar. 'Ya Allah, betapa nyamannya cara bersalaman dengan beliau,' batinku.
“Nih, bawa aja dua setel yah, temennya suruh milih aja. Ini ada warna ungu sama coklat,” ujar beliau menyodorkan bingkisan berisi gamis.
Sejak pertemuan kedua dengan Teh Muslimah, aku sering menjualkan barang dagangannya. Jika untung dari hasil jualan sudah banyak, maka kubelanjakan satu set gamis syar’i dan ini adalah gamis set cadar pertama yang kubawa.
***Sampai dirumah, kubuka lalu mencobanya, ternyata ukurannya sangat pas. Pertama kali aku mengenakan gamis ini, rasanya sangat nyaman. Ada aura yang berbeda dalam mataku, saat melihatnya dicermin.
'Maa Sya Allah, kayak cantik banget sih. Adem dilihatnya,' batinku.***
Sejak aku bercermin menggunakan cadar, aku sering membeli gamis lengkap dengan cadarnya kepada Teh Muslimah, hanya sekedar untuk koleksi, karena aku masih belum bisa untuk memakainya. Semua cadar yang kupunya, hanya menjadi pajangan di lemari saja selama beberapa bulan.
Hatiku tak pernah bisa memberanikan diri untuk mulai menutup wajah. Hingga terjadi satu peristiwa yang membuatku yakin untuk menggunakannya, yaitu ketika pergi ke bazar buku islami di kota tercinta.
Gamis dan kerudung segi empat berwarna merah muda yang kupakai sore ini membuat Adibah tercengang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cadarku BUKAN Teroris [TELAH TERBIT]
قصص عامةBerawal dari pindahnya Resty di sekolah baru, mantan gadis tomboi itu menemukan teman hijrah. Sejak itu, ia berusaha menyempurnakan pakaian agar auratnya tertutup. Ia mantap berpakaian syar'i atas tekad dan ilmu dari guru. Setelah menutup aurat, ia...