Grey Area (3)

281 13 0
                                    

Adzan mulai mengema, Harry melepaskan pelukkanku dan membuatku terbangun, kami berdua masih telanjang dengan ceceran sperma yang mulai mengering di sekujur tubuh. Aku berusaha menahan Harry agar tak beranjak. Dia mencium keningku, lalu meninggalkanku terbaring di ranjang.

Aku bergeming memandangnya, sementara dia mulai berpakaian. "Pake baju gih, mandi terus sholat bareng," ujarnya. "Aku Kristen," sahutku padanya. "oohh," responya singkat. Jujur aku merasa aneh dengan tingkahnya. Bagaimana bisa dia tetap sholat setelah apa yang kami lakukan. "Aku pulang ya," kataku berpamitan. Aku pun mulai mengenakan pakaianku. Sebelum keluar kamar Harry menahanku. Dia memelukku, lalu menatapku tajam. "Kasih kabar ya kalau dah sampai, hati-hati dijalan," ucapnya lalu mencium bibirku. Aku membalas ciumannya dengan penuh gairah. Rasanya aku tak ingin ini berakhir. Aku memeluk Harry erat, tak ingin aku melepasnya. Harry yang melepaskannya. "Udah besok lagi, aku mau sholat," katanya. Raut mukaku sedikit berubah karena merasa kecewa. Harry menyadari hal itu lalu mengusap rambutku untuk menghiburku. "Biar kita kayak gini, tetep harus ibadah. Kamu masih rajin ke gereja kan?," katany lagi. Aku hanya mengangukan kepalaku, lalu kami keluar kamar bersama.

Sepanjang jalan pulang hatiku merasa tak tenang. Perasaanku rasanya campur aduk. Aku senang bersamanya, ketika aku berjumpa dengannya, aku tak merasa sendirian lagi. Ada orang lain yang seperti aku. aku penasaran bagaimana Harry menjalani hari-harinya selama ini. Apa yang dia rasakan, apa orang-orang sekitarnya tahu, dan yang terpenting bagaimana dia bisa menjadi seperti ini? Rangkaian pertanyaan itu terus berputar di otakku. Rasaanya aku ingin menghabiskan waktu bersamanya. Namun di sisi lain aku merasa tak seharunya pertemuan ini terjadi. Aku merasa sangat bersalah. Bagiku ini sebuaah dosa besar, aku telah mengkhiati janji baptis yang aku ikrarkan, saat aku diangkat menjadi anak-Nya.

Sampai di rumah aku mengurung diri di kamar. Berbaring sambil memandang salib yang tergantung. Kata-kata Harry masih terngiang di telingaku. "tetep harus ibadah." Aku tak habis pikir bagaimana dia bisa berkata seperti itu. Yah, terdengar baik sih, tetapi ada sesuatu yang sangat menganjal. Bagaimana mungkin aku datang menghadap-Nya jika aku tak lagi mentaati perintah-Nya. Bagaimana mungkin aku memanggilnya Bapa ketika aku tak lagi berlaku selayaknya seorang anak?

Ketika aku memutuskan untuk menemui Harry, sebenarnya aku bertekad tak lagi percaya pada-Nya. Aku ingin menjauh dari-Nya dan berperkara melawan-Nya. Tidak seorangpun bisa mengabdi pada dua tuan. Jadi aku rasa di sini aku harus berani bersikap, pada sisi mana aku akan berdiri. Sisi terang atau gelap? Tak mungkin aku bertahan di grey area.

HP ku begertar membuyarkan lamunanku. Satu pesan masuk dari Harry untuk menanyakan kabar ku. Sengaja aku mengabaikannya. Aku masih bertahan dalam sunyi memandang salib. "Tuhan, aku tahu aku salah. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku. Aku sudah berusaha tertarik pada perempuan, aku belajar mencintai perempuan, aku berusaha dekat dengan perempuan namun itu sama sekali tidak berhasil," kataku pada-Nya. Aku sungguh berharap bahwa Dia berkenan memberiku jawaban.

Saat ini aku memang dekat seorang perempuan, aku nyaman bersamanya. Tetapi aku sama sekali tak tertarik padanya. Awalnya aku mendekatinya agar aku terlihat normal. Aku berharap bisa jadi normal jika dekat dengannya, sayangnya itu sama sekali tak berhasil. Aku merasa nyaman dekat dengannya sebagai seorang sahabat. Tidak lebih, aku tak bisa melangkah lebih jauh dengannya. Karena bukan dia yang hadir dalam mimpi-mimpiku. Mimpi itu jauh lebih kuat dari realita. Mimpi itulah yang menunjukan sejatinya diriku. Apa yang salah?

"Tuhan, apa Kau sedang mengajakku bercanda? Kalau iya, aku bilang ini sudah keterlaluan, dan sama sekali tidak lucu. Perasaan ini membuatku tersisa, jangan salahkan aku jika aku akhirnya memilih berbalik melawan-Mu. Aku sudah memutuskan akan berpaling pada lucifer, aku akan berkawan dengannya untuk melawan-Mu." Aku beranjak dari tempat tidurku dan menyingkirkan salib dari pandanganku. Setelah itu aku meraih HPku dan membalas pesan dari Harry.

"Hai, sorry baru kasih kabar. Pulsaku habis ini baru beli. Makasih ya td sore. You made my dream come true" sebelum mengirimnya aku membaca ulang pesanku. Dream come true. Selama ini aku hanya bisa memimpikan bersetubuh dengan laki-laki. Sore ini mimpi itu menjadi nyata saat kulitku bertemu kulitnya untuk berbagi kehangatan. Semua itu begitu nyata. Mimpi itu apakah sebuah mimpi indah dan pantas untuk disyukuri? Entah, hanya saja aku menemukan bagian lain dari dririku yang hilang. Tanpa berpikir panjang lagi aku menekan tombol send. Kurang dari satu menit Harry sudah membalas pesanku.

"Macama, km pnter ya, baru pertama dah jago. Isepanmu enak bngt."

Aku tersenyum membaca pesan darinya? Haruskah aku bangga pada pujiannya? Bagaimana tidak jago, aku memimpikannya hampir setiap hari. Secara naluriah, aku tahu harus berbuat apa ketika dihadapkan. Dengan sebatang penis.

"Hehehheh.. Dah bakat alam. Maaf ya ga jdi dimasukin. Sakit bngt;("

"Gpp, beneran masih perawan ya. Kl pertama kali emg skit bngt. Ntar kl dah ngeti enaknya dijamin nagih. Hahahhahaha."

"Aku blh nanya ga?"

"Nanya aja atuh"

"Menurutmu kita dosa ga sih"

Setelah mengirim pesan seperti itu Harry tak langsung membalas. Pertanyaan bodoh sebenarnya dan sama sekali tak butuh jawaban. Setlah menunggu beberapa menit HPku kembali bergetar.

"Selama kita tidak merugikan orang lain ga masalah. Knp nanya gitu? Nikmati aja hub kita."

Jawaban sederhana yang tak masuk akal, benarkah sesimple itu. Benarkah tidak ada pihak yang dirugikan? Bagaimana dengan orang tua? Bukankah keberadaan orang-orang sepetiku itu merupakan aib yg jelas sangat merugikan. Menurutku Harry salah dan sekadar mencari pembenaran. Lalu jika aku sudah tahu ini salah mengapa aku lakukan. Entahlah. Yang jelas saat berjumpa dengannya aku tak merasa sendirian lagi. Mengetahui bahwa ada orang lain sepertiku sanggatlah berarti. Aku ingin tahu apa Harry mengalami apa yang aku alami dan mengapa dia menjadi seperti ini? Aah lupakan. Sudah kubilang aku tak agi peduli dengan-Nya. Biarlah Dia mengutukku, dan membinasakannku jika Dia mau. Aku lelah setelah bercinta sore tadi.

"Minggu depan pas aku off kita ketemu lagi ya. Aku tidur dulu."

"Iya met bobo ya. Muaach:*"

Seuumur hidup baru kali ini ada yg mengirim cium jauh pada ku. Biasanya pesan yang masuk hanya sebatas urusan kerja. Aku sedikit merasa aneh dan konyol namun aku juga merasa bahwa hidupku menjadi sedikit berarti. "Muach :*, nite sayang"

Kisah Sunyi Dunia PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang