Grey Area (9)

358 16 0
                                    

"Eaan," kata Hana padaku.

Aku hanya sedikit meliriknya tanpa mengelurkan suara, lalu kembali memandang senja.

"Besok sore ke gereja ya," katanya lagi. Aku menolaknya dengan menggelengkan kepalaku.

"Kok kamu berubah, diajak ke gereja ga pernah mau."

Satu bulan lebih aku tak ke gereja. Selama itu pula aku tak berhubungan dengan Harry lagi. Setelah menginap, aku sama sekali tidak membalas pesannya. Mungkin saat ini Harry mengangapku banci labil, atau homo munafik. Aku merasa perlu mengambil jarak darinya.

"Lagi ngambek sama Yesus," jawabku pada Hana.

"Haish ngawur kamu. Ga boleh ntar dosa."

"Dosa juga ga papa, paling masuk neraka," kataku enteng. Hana semakin gemas padaku dan mulai mengomel tak jelas. Sementara aku terus memandang awan jingga di langit. Kuarahkan jariku ke angkasa dan mengerakannya mengikuti jalur awan-awan yang berarak. "Itu bentuk rubah," kataku pada Hana. Hana mengamati awan dengan saksama. "Bentuk hati, lope-lope," balasnya.

"Kamu tuch miskin imajinasi apa baperan sih? Kataku mencelanya. Hana memukulku cukup keras, meski niatnya berjanda ini tetap menyakitkan.

"Menurutmu cinta itu apa?" Aku mencoba mengajukan pertanyaan sedikit serius. Hana diam tidak memberi jawaban, malah mengatahiku aneh.

"Menurutmu aku ganteng ga?" tanyaku lagi.

Hana menatapku tajam dan kembali mengataiku aneh. "Jawablah!" Aku sedikit memaksa. "You aren't my type," katanya.

"Itu sama sekali ga menjawab pertanyaan."

"Kamu kenapa sih?"

"I know exacly how your type looks like, so dont worry about it. Just anwers my question. Yes or no."

"No!"

"Good, i appreciate. So what is love?"

Kembali tak ada jawaban. Mungkin seorang di usia kami memang belum saatnya bicara tentang cinta.

"I love you," kataku padanya tiba-tiba. Hana sedikit salah tingkah. Entah apa yang dia pikirkan. Mungkin setelah ini aku akan kehilangan sahabat terbaikku. Aku berusaha keras menahan air mataku.

"I have had a boyfriend already," jawabnya bijak. Hana pada akhirnya jadian dengan Febri, sesuai dengan prediksiku. Dengan menekankan realasinya dengan Febri, dia ingin menghidari rasa bersalah karena menolakku. Secara tidak langsung dia ingin menimpakan kesalahan padaku, karena aku terlambat mengutarakan perasaanku. Pun sebenarnya ku sengaja mengataknnya saat dia sudah punya pacar agar dia tak menerimaku.

"I know, i just say that i love you. And im not asking you to be my gf. I love you but i dont want to own you."

"You are great."

"Why"

"Because you can love without wanting to own"

"To be honest, you are not my type too."

"You're so strange."

"No, I'm not. We feel so strange because we don't understand what love is."

Hana terus memandangku. Aku memalingkan kepala tak berani menatapnya. Aku tak mampu lagi menahan air mata, jadi kubiarkan saja mengalir.Kembali aku mengagumi awan jingga.Awan itu masih berbentuk rubah, wajahnya seperti tersenyum padaku. Jika kugeser sedikit kepalaku, awan yang sama terlihat seperti hati. Dari sudut pandang lain lagi awan itu berbentuk merpati. Apapun bentuknya semua terlihat begitu indah.

Aku takkan pernah memiliki Hana sebagai pacarku, namun aku tak berhenti mencintainya. Apakah aku hebat seperti kata Hana. Tidak juga. Dia bukan tipeku, aku bukan tipenya. Satu-satunya alasan mengapa aku tak ingin memiliki Hana adalah karena aku ingin dimiliki Harry. Apa aku mencintai Harry? Apa Hana mencintai Febri? Entahlah. Di usia kami saat ini menurutku perasaan itu cumalah ilusi.

Di usia 20an, ego kami masih terlalu tinggi untuk memahami makna cinta yang sebenarnya. Secara naluriah kami hanya berpikir tentang diri sendiri. Berpikir tentang apa yang bisa kami peroleh. Saat aku bersama Harry, aku ingin dia menjadi milikku, aku ingin dipeluk dilindungi dan dipahami ketika tiba-tiba aku menghilang. Aku mau dia kembali menerimaku jika aku merindukannya. Aku mau dia mengusir sepiku dan keterasinganku tanpa pernah memikirkan apa yang dia rasakan sesungguhnya.

Saat aku bersama Hana, aku mau dia menutupi kekuranganku, aku tak rela dia menjadi milik orang lain. Karena hal itu membuatku menjadi orang bodoh. Orang akan mengangap aku orang ketiga, atau apalah. Namun aku lupa, Hana pun memiliki rasa sepinya sendiri dan membutuhkan orang lain untuk mengisinya. Jelas itu bukan aku.

Love mendorong kita untuk memberi, tetapi lust mendorong untuk menguasai. Keduanya sering kali terlihat mirip dan tak terpisahkan. Love adalah bentuk murni dari lust. Pemurnian itu hanya bisa dilakukan dengan api. Seperti ketika seseorang memurnikan emas. Namun sekali lagi kami terlalu muda untuk memahaminya.

Perlahan ku raih HP dari saku celanaku. Hatiku berdebar kencang, tangisku semakin menjadi. Kurentangkan tangan ke arah Hana ketika dia ingin mendeka. Aku melangkah sedikit menjauh darinya. Saat ini aku benar-benar harus sendiri. Napasku terasa begitu berat. Aku berusaha memantapkan pilihanku, dan meyakinkan diriku memang ini yang terbaik. Aku mencari kontak Harry, lalu menghapusnya dari HPku.

Badanku menjadi lemas, bahkan aku tak sanggup lagi untuk berdiri. Kubiarkan tubuhku terbaring di rerumputan bukit di bawah langit senja. Aku berteriak dan menangis. Ku biarkan Hana tetap jauh dariku. Awan itu tak lagi berbentuk rubah, hati atau pun merpati. Awan itu kini berbentuk wajah pria tua yang berduka. Namun wajahnya memancarkan damai.


Grey Area Selesai

Kisah Sunyi Dunia PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang